LEGENDA PULAU ULAR

Foto : penulis sedang berada di pantai tempat pulau ular
Keberpihakan semesta pada sejarah
Hilangkan naskah di dalam terumbu karang
Segala intrik gejolak terlahir dalam persepsi
Hingga klaim naskah tua siapa yang tertua

Dorong-mendorong
Todong-menodong
Hilang akal sehat
Versi adalah siapa yang pertama mencari
Atau siapa yang paling cepat menulis

Pulau ular
Hilang tanpa naskah
Ada tanpa sejarah
Muncul sebuah kejadian
Dimana rimba hutan belantara
Kitab-kitab semesta tak mungkin hilang
Lautan liur adalah sejarah
Semak belukar rentetan peristiwa
Akan abadi dalam dongeng
Hahahaha
Sejarah hilang
Bukti tanpa sketsa
Lahirkan legenda dalam kisah brahma
Dewa-dewa hadir dalam kecamuk pikiran
Pikiran mana yang entah apa

Legenda pulau ular
Adalah sejarah tanpa naskah
Peristiwa tanpa literatur
Perang tanpa sejarah
Hilang hilangkanlah

Gie
20 Januari 2019
Pai di ujung pena

PENDAKIAN

Foto : penulis saat di atas puncak
Ada kulum dalam kalam yang tak di eja
Semburat cahaya di pelataran jingga
Hendak menerkam kebengisan lilin
Sepi tertata tak mampu tertahan

Tertodong belenggu
Di sudut bukit kabut menelan mimpi
Hilang parsi di tubuh persia
Element waktu adalah kunci permusuhan
Perang langit hendak menghunus adzab
Puncak asri jangan pula tersentuh

Puncak ku
Gunung everest bukan pula
Puncak ku adalah kepala ku
Pikiran para pemikir
Aku selalu berlalu lalang di dalamnya
Hingga dalam kata yang tak terucap ia berbisik dalam sunyi
"Dan pendakian yang paling indah ialah menuju sirat lembah menuju puncak dalam naungan belantara"
Akulah hutan rimba
Hutan tanpa suaka dan cagar alam
Ia asri tanpa jaga

Kepala adalah puncak semua puncak
Pendakian tanpa jasad memenuhi cakrawala
Tanpa kekuatan ia memenuhi cakra
Tak mampu di belenggu namun terpenjara
Ia adalah pendakian murni
Tanpa kaki
Tanpa jasad
Pencapaian dalam kalam
Pencapaian alam malam
Pencapaian dapat salam
Pencapaiam yang sangat dalam

Gie
19 Januari 2019
Pai di ujung pena

AKU KEKOSONGAN DI NEGERI DONGENG

Foto : ilustrasi puisi
Gigi ku kawat berduri
Tanpa geraham ia bertaring
Mengunyam daging-daging busuk
Hampir terlepas kembali mengoyak

Dosa tertindas doa terpendam
Mulut tertekan dalam asasi yang menyayat kholbu
Antah berantah hidup dalam bunda pertiwi
Aku kekosongan dalam negeri dongeng

Al-jawi tak mampu memapah
Lahirkan semboyan candu-candu eksplodia
Pembunuh sajak fiksi tertuang
Hendak di pangku kemana bumi sejarah

Ah
Aku mati dalam hak asasi
Terbunuh oleh setiap ungkapan persepsi sejarah
Entah kemana sastra kiriku
Kau ku genggam namun tak mampu ku dogma

Sastra ku hilang
Budayaku mati
Mereka hanya menyandang gelar
Sementara aku menunggu giliran
Mereka mati

Gie
17 Januari 2019
Inspirasi malam
Pai di ujung pena

PADA KATA PULANG

Foto : Penulis sedang berada di atas puncak bukit pulau ular
Aku pulang dari kata pergi
Kembali berpijak di tanah tempat ku lahir
Namun jiwa seakan tak ada disini
Di nirwana mana ia bersemayam
Sebab pulang makna ku adalah kembali

Aku menuju kata siapa
Dimana siapa yang berada di nun jauh
Hendakkah aku memberi tafsir kata
Sementara aqidah tercerai dari sunah
Pada siapa kembali

Aku kembali pada kata pulang
Kembali pada kata pergi
Aku pulang dan pergi dari diriku
Sementara pikiranku tetap pada satu tuju
Tujuh petala langit berikrar tentang cinta
Tempat aku bertemu dan bercumbu dengan cinta

Cintaku adalah diriku
Diriku adalah keyakinanku
Keyakinanku adalah hadirmu
Hadirmu adalah kholbuku

VANESSA ANGEL

Foto : Vanessa Angel
Aku menahan amarah
Aku menahan syahwat
Aku menahan birahi
Aku menahan segala tipu

Aku menerka delapan puluh adalah pecahan rumusan kalkulus
Namun tak sempat ku baca
Vanessa ku malang dalam surga yang di impi
Sungguh kasian kau sayang
Aku ikut menelajangimu saat ini
Memburu semua lekukan tubuhmu
Memburu semua biografimu
Maafkan aku sayang

Angel cantik
Kau bermimpi apa tadi malam?
Adakah kau berpimpi aku menidurimu?
Ataukah kau bermimpi di tiduri penjara
Hingga naas harimu
Hingga delapan puluh gelarmu
Hingga viral nama dan gelarmu

Haram jaddah
Keluar dari mulut sampah
Vanessa angel kini bersumpah
Keakuan pada kesalahan asasi
Asasi jadi asi
Asi siapa?

Rongga nista hilang kesucian
Di bayar mahal para pembual
Hilangkah frasa pada kemakmuran
Tak mungkin ada jika bangsaku mampu

Kau tahu?
Pencuri yang menangis di tepi kubur
Istri pencuri yang menangis di dekat pembaringan suami yang baru saja di gorok masa
Ibu pencuri yang hampir gila di rumah tua karena hidup sendiri di tinggal anaknya yang di bakar hidup-hidup
Adalah sama kawan

Negaraku menawarkan kemakmuran
Kemakmuran yang hanya bualan sebelum tertidur
Bermimpi bertemu syurga
Di neraka
Entah di bumi atau di langit
Keduanya hanyalah dogma sialan
Kekhawatiran tuntutan
Tuntunan terpaksa terucap dari para pecinta filsafat langit
Sedang sebagian dari mereka sedang mencari tahta

Dimana keadilan?
Mungkin bisa kau temukan di syurga nanti
Mari berharap
Vanessa sayang bersabarlah

Untuk kekasihmu biarlah hilang
Milikku adalah kau
Kau akan ku hadiri di tepi mimpi ku
Sebagai bidadari yang ku kagumi
Aku pengagummu
Pengagum keadilan