Tampilkan postingan dengan label Nobel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nobel. Tampilkan semua postingan

SENJA KENANGAN BATAS KOTA TEPIAN AIR

Foto : perbatasan kota tepian air (bima)
(Sumber : Fotografer HUMAS Kota Bima)

HAHAHA
Tentunya kau ingat bukan?
Saat kita berada di atas jalur roda dua
Kau memeluk punggungku
Kau bisiki keindahan dan kebahagiaan hatimu
Serasa rasa nyaman itu hanya ada pada nafasku

Masihkah kau menyimpan hasrat itu?
Kepercayaan yang kau tanamkan padaku di senja yang hampir buta?
Ketika sandaran kepala kau rebahkan di pundakku

Masihkah kau ingat?
Sekulum senyum dari sunggikkan bibirmu yang di olesi lipstik merahmu.
Kau bergurau dalam suatu kelakar

"Es buah di batas kota tak semanis dan seranum buah dada, namun cinta tak membutuhkan buah dada ataupun hasrat nafsu yang melekat pada birahi."

Kau adalah sesuatu yang berbeda bagiku
Kau luar biasa
Ada jiwa liar yang bersemayam dalam dirimu, yang membuat diriku merasakan ada hal yang sama dalam kelakar liar kita.

Aku masih tak percaya hal ini, sesuatu yang mengerikan menerpa hubungan kita, menjumpai pisah dalam kata yang ingin ku hapuskan di atas muka bumi ini.

Hahaha
Sekali lagi aku menertawakan diriku
Lintinganku tetap i bersama secangkir kopi
Menumbuhkan imaji pada asa yang tak terjangkau
Menemui maya pada rasa yang tengah beradu
Hingga lenyap dirimu dalam pikiranku
Meski kau sedang merebah di pundakku
Saat senja di batas kota tepian air itu

Aku kamu dan lintinganku
Itu yang ku beri judul dalam pikiranku
Kemudian pikiran liarku menggerakkan bibirku
Berucap sepatah kata cinta demi halusinasiku

Kau percaya bukan??
Aku tengah membual dengan sejuta bahasa pujian
Menyeruput kopi
Sambil mengepulkan asap lintingan yang tengah ku isap.

Hufffftttt
Abu putih menyerupai awan keluar dari rongga mulutku
Lalu kau terbatuk
Memintaku tuk mematikan hasratku
Tuk melupakanmu
Tuk melupakan lintinganku

Kau tau juga bukan??
Aku lelaki yang tak bisa di kekang
Aku merdeka dalam segala tindak tandukku
Sebab itu kau jua mengerti
Tapi senja yang hampir punah itu emunculkan keberanianmu
Kau sekali lagi memintaku untuk menjaga diriku

Tentunya kau tak main-main dengan nasehat itu
Ada aura kasih sayang yang kau pancarkan dari sorot indah matamu
Sebelum gelap datang menerpa
Menggerogoti semua kebahagiaan kita
Kau jatuh di atas sandaran pundakku

Kau pingsan ?
Aku terhenyak bukan kepalang
Ku papah kau
Ku gendong dirimu
Meski sabuk celanaku
Ku copot tuk mengikat punggungmu
Karena aku tak rela jika tubuhmu di sentuh orang lain

Semua gas telah ku tanjak
Namun lajunya tetap terasa pelan rasaku saat itu
Kau tetap kaku dalam kebisuanmu
Kau tak bisa
Hanya saja masihku rasakan degup jantungmu

Masih bersama tubuhmu yang pucat tak bertenaga, masih tak percaya kau sudah tak lagi bernyawa.
Secepat kilat ku tembus jarak batas kota menuju RSM Muhammadyah.

Aku merayu mu, mengajakmu untuk betbicara selaksa jiwa liarmu yang masih ku hidupkan
" sayang lihatlah awan-awan itu, seumpama melukis namamu di udara, gemulai sayu terpaan angin yang di hembuskan oleh kecepatan pesawat yang seakan berpadu dalam hingar bingar cahaya langit dan lentera bumi, dan kita berdua seakan berada di surga, dimana kita bisa melihat keindahan bintang-bintang seumpama firdaus sedang merindukan penghuninya."

Kau kekasihku
Satu-satunya cintaku
Kini tertidur di dalam ruanga ICU
Kau terlelap letih di pembaringan itu
Aku yang tengah was-was, sesekali memandang lewat kaca jendela.

Bersambung........

PERCAKAPAN SORE

Ilustrasi (lokasi:dana traha)

Sebelum kau pulang aku mengajakmu ke sebuah bukit dana traha, dimana disitu kau bisa melihat semua penghunian kota tepian air.
Lalu kita beranjak dari kepengapan udara dana traha, sambil memintaku untuk mengambil gambar posemu dengan kamera hp mu.

Kau berbisik sesuatu, bahwa kau ingin pergi berpose di depan masjid terapung. Hingga aku mengangguk, mengiyakan permintaanmu sebelum kau pulang ke kampungmu.

Hilir mudik kendaraan menyapa kita yang mengendarai kendaraan roda dua menuju masjid terapung yang terletak di amahami.


Anak-anak yang berjalan mengitari teras masjid menyambut kedatangan kita, sang keamanan masjid sedang bertugas menjaga masjid laksana menjaga emas 24 K (dua pulu empat karat) seberat tugu Monas yang ada di ujung menara.

Adzan sang bila tak lupa menyambut, ashar telah tiba, mengalun indah di setiap telinga kaum Muhammad. Hingga bergetar jua jiwa saat mendengarkan dengan khusuh lantun adzan sang bilal.

Ashar telah usai, sang imam mengucap salam di turut oleh semua makmum, lalu kita bergegas keluar dari bilik masing-masing, berjumpa di tempat parkiran masjid. Aku memegang tanganmu, kau mengajak ku untuk berpose bersama, lalu tak sempat ku benarkan raut muka, kata-kata tanpa makna tercetus tanpa sadar dari mulutku.

Aku :
"maukah kau jadi pelita di hati
membibing jalanku yg penuh duri
kuharap engkau bisa menjadi sesuatu yang ku impi
karena kau bagiku adalah calon permaisuri
yg akan bertahta di sanubari".

Kau:
"Kata-katamu sungguh menyentuh hati
Hingga ku berdiam diri
Tidak bisa ku ungkapkan lagi
Mulut ini seakan membisu tanpa aku sadari".

Aku:
"seuntai kata yang mewakili
atas rasa yang ku pendam di dlm hati
ketika jentik dari naluri ingin berambisi
harus apalagi
harus bagaimana lagi
jika kebisuanmu hanya akan membekukan hati".

Kau:
"Bahagia hati kini ku rasa
Ku tak bisa berkata apa-apa
Kau mengungkapkan kata yang tidak bisa ku cerna
Sungguh aku tercengang dan tak pernah menyangka"

Aku:
"ketika pikiran kini ingin ber_asa
atas rasa yang kian membara didalam dada
yang inginkan engkau menjadi pelita
pemberi cahaya ketika jalanku tak tak rata
pemberi arah ketika jalanku tak tertata
tolonglah wahai belahan jiwa
aku ingin engkau menjadi wanita yg bisa ku papah".

Kau:
Yakinkah kau memilih diriku yang hanya manusia biasa?
Bukankah masih banyak wanita yang lebih sempurna di luar sana?
Jika benar adanya cobalah kau buktikan wahai pujangga?
Ku tunggu kau melamarku di depan mama-papa".

Aku:
"bila dirimu bersedia
bilang sama mama-papa
aku akan segera kesana
meminangmu wahai wanita yang kudamba".



Setelah bercakap dengan indah, kaupun pamit dengan segala mimpi. Bahwa semua akan berakhir dengan indah di tangga rumah sang wali.

Bersambung......

SAJAK CINTA SEORANG JANDA

Ilustrasi cerita Nobel


SEBUAH PERCAKAPAN

sungguh tak ada yang abadi, ia berlalu dan berkata "cinta ialah ibarat bunga di negara tandus, ia tak akan hidup tanpa ia melewati kematian"

"perpisahan adalah kematian??" tanyaku

"ya, itulah jiwa yang akan mencari lagi raganya yang telah hilang"

"apa yang kau tawarkan padaku" sergahku

"aku tak punya apa-apa untukku tawarkan padamu, disaat kau bertanya tentang rasa di malam itu, aku lalu berpikir untuk berkata padamu (butuh satu malam untuk melewati seribu malam dalam keabadian niat sucimu)"

"Lalu apa yang salah dari ucapku?" sambil ku tundukkan kepala ku

"tak ada kesalahan dari ucap mu (sungguh)" kau memegang daguku lalu mengangkat kepala ku dengan tangan manismu

"lalu?"

"aku telah lama jatuh dalam lumpur yang menjijikan bagi para jiwa kerdil di sini, di mana tempat kaki ku dan tempat kakimu berpijak, engkau pun tau"

"lalu apakah tak ada di dirimu untuk membuka lembaran baru?"

"sungguh aku rasa dalam diriku ada rasa yang kian hari kian tumbuh, rasa itu datang dan menyuri tanpa sepengetahuan hatiku, aku tak ingin itu terjadi, tak ingin lagi, tak mau lagi jatuh dalam kubangan yang bertanduk tahta cinta kesemuan"

"Sungguh aku tau wanita itu adalah seseorang peka, mereka tak akan mengulangi kesalahan yang sama, meskipun masih ada sata atau dua orang dari 1000 orang wanita yang tetap melakukannya".

"Dan janda adalah wanita yg selalu belajar untuk bagaimana suatu hubungannya tak kandas lagi, sebab bagaimanapun juga, berpisah dari suami adalah kesakitan yang menganga bagi setiap wanita. Jangankan suami, kehilangan pacarpun sakitnya luar biasa".

"Aku bahkan satu katapun tak dapat ku rangkaikan untuk mewakili isi hatiku padamu, aku tau aku cinta padamu, namun juga ku tau jika hatimu telah di racuni oleh para pencuri hatimu sebelum ku mengenalmu, aku tau aku adalah balutan dari wujud dosa tersebut, namun Pagi ini ku menelanjangi dosa masa laluku
Menghasut batin tuk mau merebah
Melenturkan sakit pada dinding setia
Menjumpai bait-bait yang telah lama pudar
Atas kisah sakit yang pernah ku jumpai", rintik embun suci kemudian mengikuti aluran nada pengakuan dosamu, di pelupuk mata tulus sang seorang yang gagal menjadi seorang ibu.

"Heyyy, jangan menangis" ucapku sambil ku usap balutan kepalamu yang di tutupi oleh pembungkus aurat.

"aku telah lama hilang, bahkan sebelum kehilangan kamu ciptakan dalam kehidupanmu, aku sudah lama menghilang, menjumpai sebuah perjumpaan, namun hakikatku keluh dalam sebuah tali kata pengikat"

"Kau pernah sakit juga?" sahutmu

"ya, aku adalah jiwa yang sakit, sepanjang malam aku meniduri semua penyesalan, menyetubuhi pikiran atas kisah unik yang menerpa diri, yang talah membeli seribu luka bahkan lebih dalam alur kisah takdir Tuhan"

"maafkan aku yang telah lama membangkitkan cakra luka nostalgiamu, aku tak bermaksud membangunkan kesedihan dalam hatimu, sekali lagi maafkan aku" sambil kau beradu kepalamu di pundakku, selaksa aku adalah jiwa yang kau cari selama ini.

"uraian tentang cinta terkadang adalah sesuatu yang sangat mematahkan logika, ia mampu memberi kesakitan berikut kenikmatan dan kesenangan dalam menjalaninya, jadi hadapilah dengan selalu sabar, sebab cinta tak pernah mengenal cengeng, cinta tak mengenal putus asa, jadi yaaa siapkan dirimu untuk menyambut cinta yang entah pahit maupun manis.

Rembulan masih menemani kita malam itu, jam terus berputar tanpa suatu paksaan sesiapapun, memaksa nguap harus keluar dari mulut para insan yang suka akan kata insomnia. Lalu aku pamit pulang. Meninggalkan dirimu yang tengah di madu dilema atas lalu dan masa yang akan datang


Bersambung......