DIAM MU MEMBUNUHKU

Foto : Pencuri hati
Aku tak mengerti dalam diam mu
Seutas senyum masih membekas dalam rautmu
Namun dingin dan membeku gerak lekukannya
Apakah ada sebait kata yang kau pendam
Hingga dalam aksara mu tak mampu kau urai dalam kata

Apakah sesemu itu warnamu?
Hingga pelangi si ujung bumi tergilas oleh siluet fatamorgana
Ataukah ada sebutir doa yang maaih runyam dalam tanyamu yang ingin bersuara apakah harus mengimani atau mengaamini semua fatwaku
Entahlah....

Sebait luka dari senyumku dan juga senyummu
Membeku di semesta tabib tabir rasa
Menyulam luka dalam jiwa yang kaku
Atas kekikukan makna sunggikanmu

Jauh
Sungguh sangat jauh
Kita berada pada satu kampus
Namun tak pernah saling bersua
Itulah jauh yang paling jauh
Bahkan lebih jauh dari semua kenangan masa silam

Diam
Diam mu menyesakkan
Diam mu menyengsarakan
Diam mu membunuhku

DILEMA SUNYI

Foto : ilustrasi Puisi
Dedaunan menyulam embun di pagi buta
Sebelum sinaran mengusirnya dengan paksa
Tertimbun rindu dalam secangkir kopi
Pagi kenangan hilang di sapa siang

Aku mengemban tugas oleh hati
Merawat rasa agar tetap pada satu oase
Tetimbun rindu mulai di hasut jelaga
Sebab liar mata tersihir oleh keampuhan raut ikhtisar

Tertuju sekelumit senyum di ujung antero
Tersenyum bias sebelum muson meniup lenyap
Intuisi-intusi rasa di pelataran lazuardi
Mengemban tugas penyebar indah keindahan

Indah langitku dan juga senyummu
Menyapa pagi siang malam dan tiap waktu
Namun raut yang lagi ku geluti
Menepis bayangmu yang kini ku yakini

Dua dalam satu hati sebelum tiga melengkapi
Hati berdialek dalam dilema sunyi
Entah siapa yang akan berujung pada altar suci
Yakinku semua adalah jodoh yang terikrar

Ringkih hati memilih satu
Namun harus tertakluk pada senyum yang kini membias
Gerangan apa yang ingin di pilih
Pinta hati tak menyorot satu raut

Ah.....
Dilema rindu dalam sunyi
Lalu lalang begitu ramai
Namun masih saja sunyi menghampiri
Atas kisah tiga dalam satu tafsir
Jodoh apa yang hendak ku maknai

Kau kamu dan dia
Adalah satu yang selalu di hati
Ijinkan aku miliki semuanya
Meski dua hanya dalam jiwa
Dan satu bentuk raga

Dilema mencintai tiga bidadari
Itulah karma dalam diri
Membuyarkan pikiran
Membunuh naluri
Kebohongan juga bukan
Tapi itulah cinta yang mencintai

MENEPIS WARAS

Foto : Ilustrasi Puisi (sumber : panda)
Puncak asta dalam liar pikiran
Imajinasi melangkah berpapas dengan hutan rimba
Langkah lunglai tak jadi beban sang hati
Karena tenda-tenda kerinduan telah di bangun ribuan tahun lalu

Perjalanan jauh menjumpai langit
Kafilah-kafilah kenangan berlalu lalang
Melewati semua saraf kepala
Ingat mengingat semua peristiwa

Menepis waras dalam bingkai rindu
Entah rasa cinta ataukah keegoisan
Rasanya tak bisa di tepis kebencian berikut rindu
Karena ingin berjumpa namun tak tau dimana rimba itu

Gila........!!!!!
Aku gila
Ku rawat kegilaan ini
Ku peluk dengan mesra
Karena tak guna sadar jika dalam cahaya kebenarannya tak pernah melihat
Indah dan moleknya kesucian yang kau hias
Yang tertera antara ada dan ketiaadanmu

Terkuasai seluruh lereng bersama semua tenda para pendaki
Mencari puncak dalam sunyi rimba yang telah menghembuskan kabut
Di saat sang jingga kemilau di ufuk barat
Mars kembali memancarkan memantulkan biru langit yang hilang

Peradaban yang hilang di ujung senja
Bahkan mars ikut berwarna mengikuti hati
Menyatukan kesucian dalam jingga
Hingga debu-debu tak mampu di tepis cahaya

Mereka hadir sebagai santi dan santo
Sang petapa suci gumam hati yang tak sempat bersuara
Menghadirkan jiwa kembali dalam raga
Bahwa diri sedang tak waras lagi
Ia telah melihat dimensi yang tak pernah di jangkau manusia

Hayali rindu yang di hayati
Kerinduan pada semesta tabir penutup
Ia bukan dinding penghalang cahaya
Namun dinding hatimu yang tak bisa ku robek agar bisa menerima secercah harapan hatiku

IDEALISM POLITICAL AKTIVIS

Oleh : Pemusnah Generasi
Persoalan political negara telah menjadi dinding kokoh yang sulit ditebus para aktivis. Persepahaman beberapa pemimpin daerah hingga pusat soal kepentingan para rakyat, ternyata tidak mengembirakan. Politik kebudayaan telah di menej sedemikian rupa dengan ruh purbasangka. Idiom-idiom tentang hal yang berhubungan dengan stabilitas negara dan isu-isu subversif telah menjadi racun pelumpuh yang menyebabkan rakyat merasai kepeotan dalam pembangunan daerah dan bangsa yang diharapkan bersama. Sebagai orang dan rakyat yang sadar akan nilai kemerdekaan pada kultural dan budaya maka penulis bisa menyimpulkan bahwa ada yang rusak dalam peradaban dan nilai kearifan budaya bangsa ini. Dan bukankah di indonesia sering disebutkan soal globalisasi kebudayaan? Bagi penulis globalisasi kebudayaan yang digembar-gemborkan pemerintah itu hanyalah batas basa-basi sebelum.menjadi basi.

Gelar aksi para aktivis memang banyak menghasilkan gumam dan tak kurang juga masyarakat dan para oknum-oknum menghujat para aktivis indonesia, dengam dalih mengganggu dan tak punya data yang valid dalam menuntut, mereka para penghujat akhirnya semena-mena. Padahal data itu sudaj benar, dan para penguasa menutupinya dengan amplop di bawah meja. Yang ada hanya tekad, tekad dan tekad. Aplikasinya sampai sekarang tidak jua menggembirakan, karna polemik isu yang di suarakan tak sampai di telinga para pejabat negara. Saya teringat pernyataan Aktifis.

"Mempermudah aliran ilmu dan kesenian akan membuka surga pada kita. Mempersulit lalu lintasnya adalah melakukan jenajah terhadap peradaban kita.

Pernyataan aktivis itu benar. Kalimat itu terasa telah menusuk, menikam dan mencincang putus kondisi yang ada sekarang ini. Aktifis telah menetapkan palu hakim dan membuat sebuah pernyataan yang harus diarifi semua pihak. Dia tidak hanya menggugat  kekhawatiran dan kekesalan, akan tetapi juga menjadikan pemerintah pesakitan yang harus mempertanggungjawabkan kebijakan mereka selama ini.


Aktivis rakyat seakan berkata pada pemimpin negara dengan penuh permohonan dan harapan "Salam saya ini ibarat menatapi perahu surat kepada penjabat negara, jika senget ke kiri saya ke kanan, jika senget ke kanan saya ke kiri. Tidak apa saya tidak dapat duduk aman asal saja perahu dapat sampai ke pangkalan dan semua penumpang selamat." ini merupakan sebuah perjuangan dimana ia rela mati untk menyampaikan aspirasi rakyat kepada telinga pemerintah. Jika belum sampai suaranya ini berarti bahwa padatnya belum tentu padu, atau padunya belum tentu padat, dan padat padu itu sendiri belum tentu sebati.


Luka hati kawan-kawan dikampung tetap berdarah "suara mamit perlahan tetapi mendalam dan ia tunduk, walaupun ramai orang terhibur melihat anak-anak pokok itu subur, dengan daunnya yang hijau mengkilat, tetapi tidak menyama dengan kehijaunan dengan pohon pohon bahagia dimasa dulu paska revormasi. Tetapi lebih parah lagi, awan hiba tidak akan terhapus selagi terkenang jasa jasad tokoh para pahlawan yang dilahirkan nenek moyang ditutuh, dipenjarahkan, ditebang, dan dibakar, buru menjadi abu bumi.


Di kota besar begitu..! Bumi putera tidak! Kita mereka hina dengan sebutan Bima tolol, mahu lari kemana? Disini tumpah darah kita! Negara ini, pusaka yang kita warisi dari nenek moyang kita! Seluruh kepulauan Alam Bima milik kita dan tanggungjawab kita sebagai pemuda dan Mahasiswa. Keadaan sekarang darat dan lautnya tanah tumpah darah kita yang rakyat anggap milik dan tanggungjawab kita.


Demi hari depan, aktivis pilih kedua-duanya sebagaimana nenek moyang ku memilih kedua-duanya untuk mengolah ekonomi.Tetapi untuk masa sekarang dan 20/30 tahun akan datang tempat ku dijalan membina diriku dan pemerintah hingga aktivis tempatku di samudra, sebagaimana aktivis bersama rakyat menyandang jalan kebidang undang-undang.


Guru tidak pernah mengajar dan tidak memberikan buku yang mengajar anak negeri untuk membinasakan negeri. Pemerintah adalah penjajah yang kuat dibumi putra dan rakyat tabuh belum pernah tahu untuk bangun melawan pemerintah.


Kesimpulan kami berpandu rakyat, hati kami tidak membelakangi rakyat dalam petaka, selama ini kami jauh dari negeri sendiri, karena kami terpisah dari pada keluarga masing masing : maka kami sebulat suara menentukan tekad jalanan negara, aktivis, masa aksi adalah keluarga kami. Apabila kami mati, kami mahu dikuburkan diparlemen jalanan melalu birai aksi, jenajah kami disempurnakan oleh saudara saudara kami di garis perjuangan.


hingga saat ini aktifis dan rakyat tidak pernah mengucapkan sebaran kata mimpi dan ikatan. Perhubungan aktivis dan rakyat bukanlah dasar perluasan dan perpisahan dan bukan pula dinisbahkan kesan Tumbalnya sang penguasa.Tetapi diatas segala-galanya adalah takdir dibawah kedzoliman penguasa.


hingga penghujung tahun 2018 saya menulis   yang sebentar lagi akan kita tinggalkan ini, betapa masih banyak persoalan yang belum terselesaikan, sebentar lagi segera akan hadirnya tahun 2019 sekaligus tibanya milenea baru, kini terasa kian memperpanjang agenda yang harus kita hadapi pada masa mendatang. Angin segar dan bayang riuh yang di usungnya, mau tidak mau mesti mendedah pikiran aktivis guna menyusun langkah baru menuju keakanan yang jauh. Aktivis rekontruksi setiap sudut peradaban yang pernah aktivis bangun, lalu kita coba menautkannya dalam rangkaian sejarah masa depan. Dan secara futurologis, diam-diam aktivispun berharap menemukan simpul-simpul pencerahan.

MENCINTAI DALAM DIAM

Oleh : Kiliman Ariansyah
Foto : Penulis
Teruntukmu
Kutulis ungkapan cinta tanpa suara
Sampaikan rinduku dari bibir yang terus membisu dalam goresan tinta ku'uraikan segenap rasa dalam kata
Sampaikan kekagumanku lewat cara sederhana
ijinkan aku mencintaimu
menggoreskan pena-pena cinta dihatimu
Dariku pengagum rahasia yang hanya mampu menyapamu dalam doa-doa.

Dalam diam aku mencintaimu
Kusimpan rasa dibalik tabir rahasia
Mengagumimu dalam diam seribu bahasa
Tersulam rindu dalam jiwa, sunyi tanpa suara.
Tak peduli sekalipun kau hanya dapat kumiliki dalam mimpi
Menjagamu dari balik bayangan
Mendekapmu dalam khayalan.

Dan saat kau jauh, rasa gelisah datang menyentuh
Tak bisakah kau susuri dan jelajahi hati yang tak mungkin kau singgahi.
Namun biarlah aku akan tetap menjadi pemilik cinta tanpa ungkapan
Mencintaimu dalam diam, dalam angan dan impian.

Di dalam sepinya waktu
Tidak pernah jeda aku menyulam rindu di jiwa
Di dalam sunyinya lara
Tidak pernah sirna aku rajut kasih dimuara kalbu
Bahwasanya akulah pengagum dirimu

Dibalik tabir rahasia
Dibalik senyum karismamu
Melekat erat dibenak malamku
Menghantarkan hasratku ke ujung bahagia
Meski aral nan menjadi ruang pemisah
Mengagumimu bukanlah sebuah dosa
Lemah tetesan keringat di dalam munajat
Tidak terhitung oleh hitungan dalam angka, dalam aksara

Hari itu kau memberik sentuhan yang membuatku menjadi berharga
Kaulah wanita yang diutus tuhan untuk menyelamatkan kesenduhan dalam jiwa
Terima kasih untuk hari itu permpuan tangguh
Kaulah pejuang sejati yang pernah lahir dibumi pertiwi
Sedikitpun tidak ada rasa takutmu dalam gerumunan vampir berkelas senjata
Kau tampakkan dirimu dalam layaknya bidadari surga
Kau pertama yang buatku menetes air mata
Kau juga perempuan pertama yang membuatku bangga dalam dunia jalanan

Walaupun terkadang di dalam bisu
Aku kemas setiap tetes-tetes bening yang jatuh
Walaupun terkadang dalam senyumku
Aku basuh luka merona oleh rajam lukamu
Kau tetaplah menjadi sang bidadari rahasia yang selalu menyulam sebuah harapan dibalik tirai yang menerungku

Hingga bila air mataku kering
Hingga bila napasku berhenti
Aku masih tetap disini dalam malamku
Merajut sejuta impian indah dalam hatimu.