JALANNYA JALAN JALANAN

Foto : Ilustri Puisi
Peluru liar menembus kepala
Sebarkan serbuk-serbuk cinta pada yang tertindas
Lalai mengalun di sudut mimpi
Berkobar liar nafsu pembasmi
Hendak pada siapa ia mencuat

Sang jejaka bertubuh kekar di pinggir jalan
Tanpa pedang ia bersamuraikan kata-kata
Peluru nyasar menembus dada tak terbelah
Dada ayam empuk santapan para bos di sembelih dengan indah
Ah mereka mati tanpa di panggang jendralku
Dia teraniaya di jalannya jalan jalanan

Boikot cinta dalam perjuangan
Jalan dinista tetap tertempuh dengan semangat juang
Hina dan klausa klaim kiri adalah suplement bergizi
Gorok saja kalau mampu
Seribu nyawa akan tumbuh dari satu kepala yang terpenggal

Kau boleh bermunajat dalam hati
Tapi busuk dalam ambisimu akan tercuat tercium dalam pertapaan suci kami
Sebab seluk beluk semua terkafer di molekul air mata
Terurai semua dalam benderang
Kemudian genderang bertabur di atas jalan
Merah darahku
Putih tulangku
Satu masa
Sejarah tercetus
Itu misiku

AKU ADALAH ANJ*NG

Foto : Ilustrasi puisi (sumber kaskus)
Gadis molek yang tengah ku tiduri
Perempuan malam yang tiap waktu ku geluti
Semua adalah hasil dari jerih payahmu
Akulah wakilmu dalam aspirasi

Sunggik senyum para relawan dan pemenang
Berjoget layaknya biduanita malam dalam satu pentas
Berimajinasi lewat proyek-proyek buta
Itulah janjiku padanya

Tak usah berujar dan melontarkan kedengkian
Kebencian kalian hanya untuk sunggikan indahku di atas meja
Sebab pen-demo sudah ku selipkan amplop tebal
Di ujung orator berteriak di atas mimbar

Tak usah berkata aku tikus berdasi yang di penuhi dosa
Atau sang wakil yang bereksploitasi tak berisi
Sebab saat fajar telah ku lengkapi dompetmu dengan lembaran merah
Sudahlah, tak usah menututku

Kau berkata tetang nilai hadirku dalam forum
Keadilan yang di junjung harus di tegakkan
Tak boleh memakan uang untuk aspirasi
Toh bukan aku saja yang melakukan hal demikian
Pendahulu kita sudah mahir dalam hal ini
Mari kita ingat kembali
Tak usah menuding
Sudahlah kawan, jangan lagi menuntutku

Karena aku adalah orang yang di takdirkan sukses dengan suaramu
Karena aku adalah takdir itu
Lalu untuk apa aku berdebat dengan mereka tentang keputusan
Toh masih banyak juga yang tertidur di atas meja saat rapat
Tak usahlah menuduhku demikian
Sebab bukan aku saja

Aku adalah wakilmu
Kalian boleh berkata bahwa presiden lebih besar gajinya dari wakilnya
Atau gubernur lebih besar gajinya dari pada wakilnya
Tapi aku adalah wakil kalian
Kalian tak punya hak atas gaji itu
Karena aku yang akan menggonggong di sana
Percayalah
Aku adalah anj*g

SANG KOMISI PEMBERANTAS JADI PERI

Foto : Lambang Negara Indonesia
Negeriku yang lucu
Hukum di jadikan sebagai candu
Untuk merantai rakyat ke jurang pilu
Ironi negeriku

Kota metropolis
Sedang menyebar gerimis
Lewat suara-suara politis
Demi rakyat harus optimis
Hahaha gaesss

Sang kakek tua datang menawar diri
Hendak menguasai jagad negeri
Apalah daya renta sebentar lagi
Langit mungkin merenggut nilai tujuan suci

Petani di ujung timur negeri
Bersorak ramai di mimbar demokrasi
Hasil panen melimpah namun tak ternilai
Ekspor impor tawaran indah bapak menteri

Ah sudahlah ucap sang istri
Seruput saja kopinya kata istri kepada pak tani
Tak usah berpikir menjadi kenedy
Sebab kau akan tertindas oleh tirani
Karena sang kapitalis adalah masih menjadi penguasa negeri

Sang Komisi Pemberantas jadi peri
Sebab aturan dalam aturan di jaga ketat bak kawat berduri
Setiap istana istansi punya otonomi
Liarnya jenaka para pendiri negeri

Hadir lagi program bina udik-udikan
Garda depan mimbar bebas sibuk dalam persoalan
Hendak kemana program harapan
Sang raja tertawa dengan suara lantang

REBOISASI : KAMBALI MBOJO MANTOI

Foto : ilustrasi Puis (sumber : polres Bima)
Kulihat wajah termurung sepi bercampur gelisah ketakutan nampak jelas dirona wajah yang mulai memudar cahaya
Wajah yang biasanya selalu memancarkan sinar kedamaian
Kini seakan redup bahkan telah mati padam
Bersama gundulnya tiang-tiang bumi

Air deras tak tertahankan
Tak terbendung hilir menuju hulu
Penginapan warga terendam dalam bahtera nabi nuh
Dosa apakah yang telah di buat kaum
Hingga azab tertimpa tanpa kenal ampun
Daratan penuh dengan kerikil batu lumpur
Sampah berserakan dimana mana
Akankah ini cobaan atau karma..??
Entahlah
Yang ku tau siapa yang menabur angin akan menuai badai
Jika memang pohon harus dibabat habis lalu untuk apa ada slogan "jaga alam?"
Untuk apa ada gerakan penghijauan?
Untuk apa Reboisasi?
Sementara manusia sudah tak ada lagi yang peduli

Ahhhhhhhhhhhhhhhhhh
Wahai manusia yang mulai lupa
Sadarlah wahai manusia, hatimu penuh dengan keserakahan dan keegoisan.
Tidakkah kau dengar jeritan mereka?
Burung-burung yang kehilangan sangkarnya
Babi yang kehilangan hutannya
Apakah mereka tak punya hak untuk seperti hifup seperti kita?
Sadar sayang-sayang ku
Tangan Tuhan tak akan lagi menurunkan kasih sayangnya jika kau selalu merusak alamNya.

Tidakkah kau memikirkan anak-anakmu?
Tidakkah kau memikirkan sudara-saudaramu?
Tidakkah kau memikirkan orang tuamu?
Tidakkah kau memikirkan tetangga-tetanggamu Tiadakah di hatimu orang-orang yang dirasa kau sayangi?

Sadarlah saudaraku
Mereka akan menerima akibat dari ulahmu
Demi kepuasan nafsu dan terpenuhinya kebutuhan sesatmu
Kamu rela menggadaikan nyawamu
Tak memikirkan nyawaku
Tak memikirkan nyawa mereka

Lihatlah saudaraku
Lihatlah dengan nuranimu
Lihatlah dari pendengaranmu
Lihatah dengan liarnya imajinasimu
Alam yang dulunya tenang yang penuh dengan nyanyian burung tak ubahnya seperti padang pasir tandus, hampa, panas dan terbakar

Alam yang biasanya mengajarkan kita tentang kekuasaan Ilahi
Yang mengajarkan kita tentang arti bersyukur akan nikmatnya
Yang mengajarkan kita saling menjaga
Yang mengajarkan kita saling menyayangi
Yang mengajarkan kita saling melindungi,
Yang mengajarkan kita saling menghargai ciptaan Tuhan
Kini tak lagi kujumpai

Kemana dia pergi?
Apakah dia telah dimusnahkan?
Apakah dia telah dihilangkan?
Atau mungkin telah dibunuh secara liar dan tragis?
Entahlah..!!!!
Yang jelas aku rindu alamku yang dulu
Kita rindu Reboisasi kambali mbojo mantoi

Hal baru untuk kita renungi
Pohon-pohon rindang tak ada lagi tempat tuk berteduh
Binatang-binatang liar kini tak pula kita jumpai
Burung-burung hilang lantunannya di tiap pagi
Kemanakah mereka?

Mari kawanku
Mari saudarku
Kita wujudkan reboisasi kambali mbojo mantoi
Kita tanam seribu pohon kebaikan
Kita tanam tanaman-tanaman kebajikan
Melalui jiwa peduli alam yang kita miliki
Ayo
Bergeraklah sayang-sayangku

Ada wajah yang berseri-seri dan mata yang selalu penuh kasih sayang
Menanam ide menanam pepohonan tumbuhan
Agar kembali Bima ku
Kambali Mbojo mantoi yang sangat di rindukan
Agar hijau tanah ku
Agar hijau gunung ku
Agar hijau desa ku
Agar hijau kota ku
Agar sejuk hati kita
Merekalah tokoh sejarah peradaban kita
Kita Bima
Kita Mbojo
Kita indonesia
Para pecinta alam dan lingkungan yang sedang mwlakukan penanaman 1000 pohon

SAKAU PADA CANDU RINDUMU

Foto : Penulis
Hujan kembali menyapa
Menyatukan intrik do'a para perindu yang tertidur
Di tepi senja yang sedang melambai
Hendak pulang ke pangkuan sang malam

Paru-paru masih butuh asap untuk penetral
Dalam alunan cangkir kopi yang mulai men-dingin
Tuk menutupi pori-pori kulit yang bergidik
Tengah menggigil atas hembusan sang bayu

Kedinginan ini tetap dalam fase murni
Karena mengingat pelukan itu selalu saja membuat tubuh bergetar
Karena hangat pelukanmu membuat ku sakau pada candu rindumu

Yaaa.....
Atas nama rindu yang tak pernah padam yang ku pendam
Cangkir kopi yang masih setia bersulam
Lintingan asap ngebul yang melayang terdiam
Menyaksikan pikiran yang kalem
Raut wajah yang masih saja ku selam
Meski dalam dan pekatnya begitu kelam
Rasa ini tetap sekokoh pualam
Sekam