PUAN KU

Foto : ilustrasi puisi
Tuan puan Tuhan ku telah hilang
Di sini bersama keyakinan tanpa jalan
Bersemedi dalam keresahan hati
Hendak menjumpai sesuatu yang tak pasti

Enyah saja kau mimpi
Hadirkan saja sunyi
Biarkan mimpi membeku di sudut ini
Bersama hadirmu yang memuakkan

Ah... Kau tau puan
Tuhanku Tuhan mu sama
Rasaku dan rasamu sama
Namun aqidah dan keyakinan akan kah di bedakan

Puanku
Kau negeri kerontang akidahku
Kau negeri subur dustaku
Kau negeri yang ku susuri
Kau negeri yang ku geluti
Kau negeri tanpa tanda tanya

Puan
Kau masih satu dalam nama
Bahwa hadirmu adalah mimpi untuk tujuan hidupku
Untuk negeri pikiranku

BUBUHAN AKSA

Foto : ilustrasi puisi
Dalam mimpi yang hampir mati
Coba telusuri angin yang menilisik dedaunan hijau
Hinggapi telinga kicauan burung
Bersama alunan nada gemercik air surga dan juga air mata

Terhempas pada satu sunggikam puan
Hingga lazuardi tak lagi kulihat biru warna
Sebab senja telah mrnyemburatkan jingga
Entah warna apa yang hendak di tawar pada hati

Coba tebak saja puan ku
Kau tau segala lekukanmu
Tapi kau tak pernah tau bahwa sunggikanmu membuat gemetar jiwaku
Hingga melalang buana buaya buyar

Kau pasti paham puan ku
Atas selipan rasa dalam bubuhan aksa yang tengah ku urai
Atas jiwa yang tak pernah mati akan rasa
Semoga puisi bisa menyampaikan makna
Dalam tafsir kata yang tak berarti

JALANNYA JALAN JALANAN

Foto : Ilustri Puisi
Peluru liar menembus kepala
Sebarkan serbuk-serbuk cinta pada yang tertindas
Lalai mengalun di sudut mimpi
Berkobar liar nafsu pembasmi
Hendak pada siapa ia mencuat

Sang jejaka bertubuh kekar di pinggir jalan
Tanpa pedang ia bersamuraikan kata-kata
Peluru nyasar menembus dada tak terbelah
Dada ayam empuk santapan para bos di sembelih dengan indah
Ah mereka mati tanpa di panggang jendralku
Dia teraniaya di jalannya jalan jalanan

Boikot cinta dalam perjuangan
Jalan dinista tetap tertempuh dengan semangat juang
Hina dan klausa klaim kiri adalah suplement bergizi
Gorok saja kalau mampu
Seribu nyawa akan tumbuh dari satu kepala yang terpenggal

Kau boleh bermunajat dalam hati
Tapi busuk dalam ambisimu akan tercuat tercium dalam pertapaan suci kami
Sebab seluk beluk semua terkafer di molekul air mata
Terurai semua dalam benderang
Kemudian genderang bertabur di atas jalan
Merah darahku
Putih tulangku
Satu masa
Sejarah tercetus
Itu misiku

AKU ADALAH ANJ*NG

Foto : Ilustrasi puisi (sumber kaskus)
Gadis molek yang tengah ku tiduri
Perempuan malam yang tiap waktu ku geluti
Semua adalah hasil dari jerih payahmu
Akulah wakilmu dalam aspirasi

Sunggik senyum para relawan dan pemenang
Berjoget layaknya biduanita malam dalam satu pentas
Berimajinasi lewat proyek-proyek buta
Itulah janjiku padanya

Tak usah berujar dan melontarkan kedengkian
Kebencian kalian hanya untuk sunggikan indahku di atas meja
Sebab pen-demo sudah ku selipkan amplop tebal
Di ujung orator berteriak di atas mimbar

Tak usah berkata aku tikus berdasi yang di penuhi dosa
Atau sang wakil yang bereksploitasi tak berisi
Sebab saat fajar telah ku lengkapi dompetmu dengan lembaran merah
Sudahlah, tak usah menututku

Kau berkata tetang nilai hadirku dalam forum
Keadilan yang di junjung harus di tegakkan
Tak boleh memakan uang untuk aspirasi
Toh bukan aku saja yang melakukan hal demikian
Pendahulu kita sudah mahir dalam hal ini
Mari kita ingat kembali
Tak usah menuding
Sudahlah kawan, jangan lagi menuntutku

Karena aku adalah orang yang di takdirkan sukses dengan suaramu
Karena aku adalah takdir itu
Lalu untuk apa aku berdebat dengan mereka tentang keputusan
Toh masih banyak juga yang tertidur di atas meja saat rapat
Tak usahlah menuduhku demikian
Sebab bukan aku saja

Aku adalah wakilmu
Kalian boleh berkata bahwa presiden lebih besar gajinya dari wakilnya
Atau gubernur lebih besar gajinya dari pada wakilnya
Tapi aku adalah wakil kalian
Kalian tak punya hak atas gaji itu
Karena aku yang akan menggonggong di sana
Percayalah
Aku adalah anj*g

SANG KOMISI PEMBERANTAS JADI PERI

Foto : Lambang Negara Indonesia
Negeriku yang lucu
Hukum di jadikan sebagai candu
Untuk merantai rakyat ke jurang pilu
Ironi negeriku

Kota metropolis
Sedang menyebar gerimis
Lewat suara-suara politis
Demi rakyat harus optimis
Hahaha gaesss

Sang kakek tua datang menawar diri
Hendak menguasai jagad negeri
Apalah daya renta sebentar lagi
Langit mungkin merenggut nilai tujuan suci

Petani di ujung timur negeri
Bersorak ramai di mimbar demokrasi
Hasil panen melimpah namun tak ternilai
Ekspor impor tawaran indah bapak menteri

Ah sudahlah ucap sang istri
Seruput saja kopinya kata istri kepada pak tani
Tak usah berpikir menjadi kenedy
Sebab kau akan tertindas oleh tirani
Karena sang kapitalis adalah masih menjadi penguasa negeri

Sang Komisi Pemberantas jadi peri
Sebab aturan dalam aturan di jaga ketat bak kawat berduri
Setiap istana istansi punya otonomi
Liarnya jenaka para pendiri negeri

Hadir lagi program bina udik-udikan
Garda depan mimbar bebas sibuk dalam persoalan
Hendak kemana program harapan
Sang raja tertawa dengan suara lantang