Ratapan Sang Pertiwi

Ratapan Sang Pertiwi
Oleh : Pena Langit
Jemari malam kian merayap
Memutar bumi hendak meraih fajar
Namun jarum masih saja berdenting tiap detik
Keinginan hati haruslah terkandas pada satu sistematika
Rumusan 137 masih bersarang di kepala
Partikel-partikel kecil pemberi bentuk Bumi
Bumi bulat mana yang tak terlihat datar?
Disini kita bertanya pada hati
Karena pikiran bukan lagi rasional yang akan kentara
Kosmosku semesta
Rasiku bima sakti
Kita berada tepat di bawah naungannya
Zeus dan segala macam bentuk dewa telah lama mati
Kini Tuhan bersemayam dalam diri tiap setiap yang berkeyakinan
Makam-makam Tuhan mulai di bangun
Kita di giring untuk berziarah
Sementara dalam dalilnya aku ada dalam dirimu
Lalu kemana kita akan bersandar?
Pahaman rasis kini terkena razia
Bukan pelanggar lalin yang harus dapat penanganan
Kepala saja harus di penjara dalam cokol kepala segelintir kepentingan
Kasihan sang sosialis india
Ia berkata tak mampu penjarakan pikiran
Sementara kiri kini di hegemoni sistem
Kau mau apa?
Makam mu hanya tempat pergi berziarah
Selepasnya kenangan tak akan terulang
Karena begitu suara radikal di gaungkan
Pasukan bersenjata siap membantingmu dengan paksa
Kasihan si kepala
Butuh nutrisi namun di suguhkan zat aditif
Rajia narkoba seharusnya yang paling utama
Namun buku-buku kini jadi sasaran utama
Mirislah negeriku
360 adalah gerakan paling indah dalam astronomi
Simbol tiga di ambil oleh APBN Untuk pembangunan SDM
Namun kita tetap menjadi juara
Juara dua dari bawah dari 63 Negara
Literasi berkemajuan bukan?
Satu sentilan yang berbeda pahaman akan menuai penjara
Satu kata yang tak berkemanusian akan menuai pecah belah
Analisis tanpa arti di cerminkan oleh para elit
Seharusnya meraka pemeran utama adegan FTV
Bukan malah menjadi aktor utama perumusan ideologi.
Kasihan sang pertiwi
Di pecah belah oleh anak kandung sendiri
Kasihan sang proklamator
Di khianati oleh anak-anak yang di merdekakan dengan hati
Maafkan aku bung Karno.
04 September 2019
Ginanjar Gie
^Kopi_kenangan

Pelukan Sunyi Sang Penyair

Oleh: Pena Langit
Seharusnya aku sadar bahwa dengan berpuisi
Tidak mampu menata kembali hati
Ia bukanlah instrumentasi dari puncak rinjani
Bukan pula penulak bala dari wifik bali


Seharusnya pula dari dulu aku sadar
Sesuatu yang di anggap ada telah bersandar
Dalam-dalam pada dinding yang terpendar
Ia jauh dari kota mati yang menyimpan dendam
Babilonia dan plutonium memendam misteri goa

Terungkap sudah setelah filsafat tersurat
Buku-buku menjadi bukti
Perkara hati kini di perselisih
Bahkan cinta punya falsafah hidup

Mungkinkah?

Lantas apa yang akan tertawar di ujung bumi
Laila majnun yang tengah berbaring dengan srigala?
Ataukah pangeran altar yang rala memberi dubur demi kenikmatan menjadi jongos?
Lalu kita?

Apakah yang dinamakn kita?
Punya cinta antara kedua hati
Namun takut akan asumsi setiap mata
Lalu apa maknamu hidup dalam sosial
Jika mencintai saja harus ketakutan pada pandangan orang

Bukan...!!!!!
Bukan itu maksudmu bersembunyi
Wibawamu dalam strata yang menjadi dasar segala
Kau berkata kita adalah satu
Namun hanya di atas ranjang empuk
Setelahnya kita bukan apa-apa
Hanya sebatas tatap sayu yang kian tak punya rasa

Bolehkah?
Bolehkah aku menggugat lewat puisi?
Bolehkah 'ku gugah hati mu yang telah mati
Agar aku dapat menikmati

Meski sakit terpatri dalam diri
Setidaknya aku ingin di akui
Bahwa berpuisi adalah diksi
Permintaan hati yang ingin lepas dari pelukan sunyi
04 September 2019
00 : 30
Ginanjar Gie
^Kopi_kenangan

Pertiwi Berdarah Lagi

Pertiwi Berdarah Lagi
Oleh : Pena Langit
Saat mentari melambai
Membaringkan diri dalam pangkuan semesta
Jari-jari mungil mengepal abadi
Kita akan kembali menjumpai mimpi pada asa
Noda-noda dosa kini tak lagi punya warna
Siapa yang tak membaca ia akan tertipu
Siapa yang tak lihai ia akan terjerambab
Matilah mati dalam dekapan bualan
Bahan-bahan pemoles terlahir dari rahim paris
Kita tinggal saja menjual saham paras
Dengan dalil jual kita memeras
Di atas ranjang pun di atas bilqis
Kita bukan saja bercerita tentang sahaja
Bukan pula tentang keris dan baja
Bukan juga tentang pemindahan ibu kota
Apalagi tentang West Papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia
Ini cerita tentang siapa kita
Kita manusia yang acap kali mementingkan hasrat pribadi
Tak peduli tentang orang lain
Tak peduli tentang dunia
Tak peduli tentang semesta
Bahkan Tuhan kita buat mati
Demi ambisi perut pribadi kita gerogoti perut pertiwi
Lihatlah Tuan-Puan
Kita kembali di permainkan
Satu kata pembunuh Bhineka
Satu suara pengecil aliran darah indonesia
Satu genjatan senjata mengalir dalam nadi ibu pertiwi membasahi tubuh mamawamena.
#Save_papua
03 September 2019
Ginanjar Gie
^Kopi_kenangan

Kisah Kita

Kisah Kita
Oleh : Pena Langit
Waktu yang kian tak berjarak
Namun kita semakin di arak
Tiap setiap yang kita lakukan selalu marak
Mungkinkah sang tetangga yang coba membajak
Seiring waktu berjalan
Kau aku menjadi semesta
Hanya bersua pada kolosal suara
Intrik-intrik sunyi di depan kanvas tua
Tak ada lagi mawar antar pertemuan
Lapuk usia jua lapuk usai
Kita ingin menjumpai pisah
Hanya saja hati ini tak ingin lagi berpaling
Jauh
Sangat jauh
Nun jauh disana
Jarak yang memisah
Jeda yang mematah
Pemisah tubuh dalam wadah
Tinggalkan juntai jumpa di ujung sumpah
Kau telah berubah
Sepenuhnya telah menjadi yang lain
Kudapati dingin di setiap tatapmu
Kudapati liar saat bual bahasamu
Kau mencoba membuatku berpaling
Dengan sifatmu tanpa kata
Mendiamiku tanpa apa-apa
Namun aku tetap tak menggubris
Aku mungkin saja tahu
Bahkan sangat tahu tentang maumu
Kau yang telah berubah
Sifatmu yang telah lain
Namun aku selalu berpikir dua kali
Aku lebih baik menerima kamu yang telah berbeda dari pada harus mencari orang yang berbeda.
Itu saja
03 Sepetember 2019
Ginanjar_Gie
^Kopi_kenangan

Dalil Demokrasi

Dalil Demokrasi adalah :

Bukan tentang skandal seksual.
Tapi siapa yang mampu memberi data aktual.

Bukan hanya sekedar buang sial.
Tapi mampu mengatasi masalah sosial.

Bukan tentang Sang Ratu yang punya hasrat Binal.
Tapi tentang Hasrat membangun infrastruktur yang kekal.

Bukan tentang Siapa yang punya finansial.
Tapi tentang siapa yang punya taring dan juga terkenal.

Karena Demokrasi adalah tentang Bijaksana dan mampu bersikap adil.
Bukan hanya berbicara na-ni-nu tanpa dalil.

Karena Demokrasi adalah pertumbuhan ekonomi dengan di tandai kemajuan daya jual.
Bukan tentang pencitraan yang berujung cikal bakal tangan nakal.

Karena Demokrasi adalah tentang Pemimpin yang punya intelektual.
Bukan yang hanya bisa tebar janji dan selalu membual.
Ginanjar Gie