Sedang Tak Ingin Menulis

Foto : ilustrasi puisi
Sedang Tak Ingin Menulis
Oleh : Pena Langit

Jauh ku lampaui waktu
Di sudut bibir-bibir pantai telah tertelanjangi
Samudera lepas landas dalam tabir cadas
Vulkanik menyapu lazuardi di sudut lima
Mata kepala jadi saksi
Mata hati jangan ditanya...!!!
Kemuskilan memutar waktu menjadi tombak nestapa
Ketakutan mengungkap tabir menjadi tonggak-tonggak tua yang tak ternila
Ketakutan akan rasa mengiba nasib dalam-dalam
Ketakutan pada wajahmu menghukum nurani kemerdekaan
Laungkan kata pada kataku
Aku ingin menikmati gerak bibirmu
Dalam satu lafaz cadel satu huruf
Mim-pi dan harapan adalah pertemuan
Asa
Masih jauh
Sangat jauh
Jauh langkah
Jauh mimpi
Jauh kata
Jauhilah bisa bisa-bisa
Sebab luka yang terawat dengan diam akan berbuah dendam yang menyakitkan
Memberi seribu peluang untuk dekat
Memberi sejuta peluang untuk berajak
Jauh tak berjarak dekat tak menyatu adalah kita
Ketahuilah
Pengetahuanku melebihi hatiku
Namun logika tak pula mampu untuk menetralisir
Segala polemik berkecamuk di atas arasy
Nafsu pun enggan memberi perintah
Selesai usai ku wakili
Semu-semu terbuang percuma pada dinding-dinding dingin
Terpendam terendap bersama bulir embun
Pagi jua tak tau mau menyapa dengan apa
Jauh
Sangat jauh
Semua telah kulewati
Bahkan kata lewat masih tak sempat melewati
Di satu titik tanpa kata dan tanpa suara
Disana pembaringan semesta menyetubuhi pikiran didi diriku
Ketahuilah
Sedang kupikirkan pikiranku
Sedang ku telusuri indra perasa ku
Namun yang ada aku tak merasa
Rasa-rasa kini bagai perasaan
Aku sedang tak ingin menulis
Namun wajah pena bercumbu denganmu dalam kepalaku
Kepala yang mana jangan di tanya
Sebab kepala asumsi pun konsumsi kita beda persepsi
Lihatlah ini malam
Kata-kata tak terangkai yang telah menjadi paragraf
Sedang penulis enggan memegang pena
Sketsa-sketsa wajah kini mulai buram
Hilang ilalang di balik nasib malang
Kau tau
Kuwakili dan ku akhiri dengan tinta
Bahwa semua pengetahuanku tiada ada
Jika pertimbangan adalah kamu
Bersama takdirku
Camkan
Sajak Gie
06 September 2019
^Kopi_Kenangan

Mama Wamena Adalah Indonesia

Foto : ilustrasi puis
Mama Wamena Adalah Indonesia
Oleh : Pena Langit

Adakah kau terbuang saudaraku?
Apakah Jawa telah pelik menatapmu?
Adakah aku jua yang di tengah-tengah menjadi penonton?


Tidak saudaraku
Kalian adalah saudaraku
Terlahir dalam satu rahim Pertiwi
Cendrawasih adalah semboyanmu juga Aku
Kita sama-sama dalam satu sistem yang menyesatkan

Tapi dengarlah kata-kataku
Kita harus lebih pintar dari para perintis revolusi
Bukan membunuh diri dengan mengibarkan yang bukan Merah Putih
Cukup Timor-timor yang hitam yang telah menjadi legam

Kita jangan lagi
Lihatlah saudara ku
Kita adalah Kata Indonesia
Satu huruf terhapus maka akan bermakna ambigu
Lihatlah saudaraku
Kulitku juga hitam
Darahku merah
Tulangku putih

Satu kata tak berperikemanusiaan tidak akan merubah warena itu
Kecuali kita selipkan mick-up untuk mendadani mama Wamena.

Cobalah tengok
Mick-up itu mesiu OPM
Mick-up itu peluru paham radikal
Kita bukan itu
Kita Indonesia

Tanyaku padamu saudaraku
Dari dalam lubuk hati yang paling dalam
Tentang sakit yang membuat menawarkan darah
Dimana pembaringan Mama wamena?
Agar bisa ku selipkan doa dalam setiap hariku.

Bukan itu saudaraku
Kita adalah satu
Jauh didalam kata-kata para sampah adalah propagandis
Bukan kita yang berbicara
Namun uang dalam Rekening Barat yang telah meng-gema-kan gaungan itu

Lihatlah saudaraku
Kritik dari timur telah aku pahami
Namun kita sama
Kita dekat dengan Ibu kota
Namun hanya kata ibu yang ada dalam diri kita
Kota nya telah lama mati
Kota mati

Ya
Kota mati yang isinya para makhluk hidup
Di dalamnya segala spesies tercampur
Namun satu yang di lupakan
Peradaban etika dan estetika

Lihat saja

Kita sama-sama mengenal gedung dari buku
Kita sama-sama melihat megahnya metro politan di dalam TV
Kita sama-sama melihat Monas akan di terbangkan ke Kalimantan lewat imajinas

Lihatlah
Betapa besar skenario sistem
Ia menghegemoni pikiran seluruh makhluk
Bahkan jika mampu
Tuhan-pun akan di tipu

Suadaraku
Ini adalah kataku
Kata pena sang penyair
Yang menulis tentang hati
Bukan kepentingan bubuk hitam apalagi emas mentah

Saudaraku
Dengarlah
Lihatlah
Kembalilah
Kita damai
Kita Indonesia
Sajak Gie
05 September 2019
^Kopi_kenangan

Sayang Bima Ramah

Sayang aku tak ingin kisah kita seperti laila majnun
Rindu tak berpenghulu yang berujung pilu
Karena seharusnya kita harus sadar akan sejarah
Bahwa luka yang di rawat dalam-dalam akan membawa dampak pada kesehatan serigara.
Sayang ingatlah, aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Sesederhana Visi-Misi Bima ramah tanpa realisasi keramahan
Bimanya kemana?
Ramahnya seperti apa?
Kabur dalam segala netra
Lihat saja sayang
Yang ada hanya cinta jalan-jalan
Dan kita akan mengarungi itu bersama-sama
Sebagai buah dari goresan waktu
Pun sejarah hati yang pernah patah karena di tinggal kan dengan label janda.
04 September 2019
Ginanjar Gie
^Kopi_Kenangan

Ratapan Sang Pertiwi

Ratapan Sang Pertiwi
Oleh : Pena Langit
Jemari malam kian merayap
Memutar bumi hendak meraih fajar
Namun jarum masih saja berdenting tiap detik
Keinginan hati haruslah terkandas pada satu sistematika
Rumusan 137 masih bersarang di kepala
Partikel-partikel kecil pemberi bentuk Bumi
Bumi bulat mana yang tak terlihat datar?
Disini kita bertanya pada hati
Karena pikiran bukan lagi rasional yang akan kentara
Kosmosku semesta
Rasiku bima sakti
Kita berada tepat di bawah naungannya
Zeus dan segala macam bentuk dewa telah lama mati
Kini Tuhan bersemayam dalam diri tiap setiap yang berkeyakinan
Makam-makam Tuhan mulai di bangun
Kita di giring untuk berziarah
Sementara dalam dalilnya aku ada dalam dirimu
Lalu kemana kita akan bersandar?
Pahaman rasis kini terkena razia
Bukan pelanggar lalin yang harus dapat penanganan
Kepala saja harus di penjara dalam cokol kepala segelintir kepentingan
Kasihan sang sosialis india
Ia berkata tak mampu penjarakan pikiran
Sementara kiri kini di hegemoni sistem
Kau mau apa?
Makam mu hanya tempat pergi berziarah
Selepasnya kenangan tak akan terulang
Karena begitu suara radikal di gaungkan
Pasukan bersenjata siap membantingmu dengan paksa
Kasihan si kepala
Butuh nutrisi namun di suguhkan zat aditif
Rajia narkoba seharusnya yang paling utama
Namun buku-buku kini jadi sasaran utama
Mirislah negeriku
360 adalah gerakan paling indah dalam astronomi
Simbol tiga di ambil oleh APBN Untuk pembangunan SDM
Namun kita tetap menjadi juara
Juara dua dari bawah dari 63 Negara
Literasi berkemajuan bukan?
Satu sentilan yang berbeda pahaman akan menuai penjara
Satu kata yang tak berkemanusian akan menuai pecah belah
Analisis tanpa arti di cerminkan oleh para elit
Seharusnya meraka pemeran utama adegan FTV
Bukan malah menjadi aktor utama perumusan ideologi.
Kasihan sang pertiwi
Di pecah belah oleh anak kandung sendiri
Kasihan sang proklamator
Di khianati oleh anak-anak yang di merdekakan dengan hati
Maafkan aku bung Karno.
04 September 2019
Ginanjar Gie
^Kopi_kenangan

Pelukan Sunyi Sang Penyair

Oleh: Pena Langit
Seharusnya aku sadar bahwa dengan berpuisi
Tidak mampu menata kembali hati
Ia bukanlah instrumentasi dari puncak rinjani
Bukan pula penulak bala dari wifik bali


Seharusnya pula dari dulu aku sadar
Sesuatu yang di anggap ada telah bersandar
Dalam-dalam pada dinding yang terpendar
Ia jauh dari kota mati yang menyimpan dendam
Babilonia dan plutonium memendam misteri goa

Terungkap sudah setelah filsafat tersurat
Buku-buku menjadi bukti
Perkara hati kini di perselisih
Bahkan cinta punya falsafah hidup

Mungkinkah?

Lantas apa yang akan tertawar di ujung bumi
Laila majnun yang tengah berbaring dengan srigala?
Ataukah pangeran altar yang rala memberi dubur demi kenikmatan menjadi jongos?
Lalu kita?

Apakah yang dinamakn kita?
Punya cinta antara kedua hati
Namun takut akan asumsi setiap mata
Lalu apa maknamu hidup dalam sosial
Jika mencintai saja harus ketakutan pada pandangan orang

Bukan...!!!!!
Bukan itu maksudmu bersembunyi
Wibawamu dalam strata yang menjadi dasar segala
Kau berkata kita adalah satu
Namun hanya di atas ranjang empuk
Setelahnya kita bukan apa-apa
Hanya sebatas tatap sayu yang kian tak punya rasa

Bolehkah?
Bolehkah aku menggugat lewat puisi?
Bolehkah 'ku gugah hati mu yang telah mati
Agar aku dapat menikmati

Meski sakit terpatri dalam diri
Setidaknya aku ingin di akui
Bahwa berpuisi adalah diksi
Permintaan hati yang ingin lepas dari pelukan sunyi
04 September 2019
00 : 30
Ginanjar Gie
^Kopi_kenangan