Sunyi Senyap Tanpa Suara
![]() |
Foto : pena langit |
Terawat dalam arungan waktu
Menghasut mimpi di sudut-sudut sunyi
Disisi terdalam bait-bait kepahitan
Luka ini
Menjejal di seluruh kulit yang masih utuh
Mengoyak hati dengan duka perih
Menjalar ketiap-tiap detakan saraf
Berpusat pusar tempat penampung segala
Lenggak lenggok menisbihkan kehadiran klausa
Muak melihat mual
Muatannya masih memberi keluh pada peluh dingin di ujung sunyi
Malam temaram
Tanpa sesiapa di peluk duka
Sunyi senyap tanpa suara
Muara kembali pada kegelapan tepi nian malam
Dalam keheningan
Tanpa Bulan dan Bintang
Berkaca pada cakrawala gelap
Bahwa hadir adalah luka jika hanya dalam ilusi
Luka
Aku
Kau
adalah Dua yang tak akan menyatu
Realis
Ginanjar Gie
13 Januari 2020
Pena langit di ujung Bumi
Kopi_kenangan
Senja Tanpa Puan
![]() |
Foto : pulau ular |
Disisi sunyi temaram jingga
Di tepi cakrawa bersemburat
Disana terpendam mimpi bersama asa
Harapan pada sesosok yang menjelmakan cinta dengan nurani
Meresapi relung-relung hati
Membuka segala tabir sepi dengan sunggik kebahagian
Ia adalah harapan dari Doa yang berjuntal-juntal di pelataran langit
Doa
Terapal dengan khidmat
Bersama harap yang rindu akan kehadiran sesosok jelmaan rengganis
Wanita yang kecantikannya tak mampu di gambarkan oleh kata-kata.
Gie
11 Desember 2019
^Kopi_kenangan
Lorong Cahaya
![]() |
Foto : Ilustrasi puisi |
Jingga meraba sayu dalam perpisahan
Gelombang gunung terhampar samar
Merambat cahaya diatas merah merona sang senja
Gelombang gunung terhampar samar
Merambat cahaya diatas merah merona sang senja
Waktu meronta ingin pergi
Berlari mendahului semuanya
Mengejar angin yang tengah mengusir peluh
Dingin..!!!!!!
Berlari mendahului semuanya
Mengejar angin yang tengah mengusir peluh
Dingin..!!!!!!
Dilereng-lereng para pemuja
Menanti sesuatu tanpa tahu
Asa pada bualan ilusi
Kehampaan semaunya semuanya
Menanti sesuatu tanpa tahu
Asa pada bualan ilusi
Kehampaan semaunya semuanya
Angin berembus mesra
Menelisik pepohonan yang tengah berdendang
Mengalunkan senandung perpisahan
Antara bahagia dan sedih satu dalam bingkisan skenario indah semesta
Menelisik pepohonan yang tengah berdendang
Mengalunkan senandung perpisahan
Antara bahagia dan sedih satu dalam bingkisan skenario indah semesta
Aduhai
Kataku satu
Namun doa masih saja samar
Mbuja
#pule
Ginanjar Gie
24 Des 2019
Pena Langit Di ujung Timur Bima
Kataku satu
Namun doa masih saja samar
Mbuja
#pule
Ginanjar Gie
24 Des 2019
Pena Langit Di ujung Timur Bima
SUARA YANG RINDU AKAN KEADILAN
Suara berakhir di penjara
Pelopori semua hasil semu
Gerakan masif hancur di mimbar jalanan
Kini tinggalkan meja hijau yang akan mengambil alih
Hantu-hantu berkeliaran dimana-mana
Tak terbang namun berjalan layaknya anak harimau
Liar tanpa cakar mengaum tanpa busana
Hendakkah kiri terisolir di muka bumi?
Asap gas air mata adalah senjata pamungkas
Meneteskan air mata meski dalam laga perang
Apa yang hendak kau tangisi?
Tanya sang ibu penjual somai di pinggir trotoar
Air mataku jahat Tuan ujar seorang gadis saat menyapa wajah muram petugas
Aku bukanlah dari air mataku
Air mataku air matamu yang kau tumpahkan lewat diriku
Karena aku yakin generasi dari anakmu akan mengalami nasib yang demikian yang kini tengah kami alami
Kembali besok kata teman di atas surau
Namun senjata tak mampu di hadang oleh kekuatan Toa di tepi atap
Sekali terbang asap gas mengepul
Air mata kembali berlinang di atas sana
Loakkan kata seorang pengendara di jalanan
Sampah ucap seorang petugas saat mengejar para pencari keadilan
Busuk ucap media dalam headline deadline
Tetaplah semangat dan hidup ucapku dalam hati
Karena suara yang rindu akan keadilan tetap abadi
Seabadi fajar merah saat pagi datang
Seabadi fajar merah ketika melantunkan senandung kebenaran tak pernah mati
gie
^Kopi_kenangan
Pelopori semua hasil semu
Gerakan masif hancur di mimbar jalanan
Kini tinggalkan meja hijau yang akan mengambil alih
Hantu-hantu berkeliaran dimana-mana
Tak terbang namun berjalan layaknya anak harimau
Liar tanpa cakar mengaum tanpa busana
Hendakkah kiri terisolir di muka bumi?
Asap gas air mata adalah senjata pamungkas
Meneteskan air mata meski dalam laga perang
Apa yang hendak kau tangisi?
Tanya sang ibu penjual somai di pinggir trotoar
Air mataku jahat Tuan ujar seorang gadis saat menyapa wajah muram petugas
Aku bukanlah dari air mataku
Air mataku air matamu yang kau tumpahkan lewat diriku
Karena aku yakin generasi dari anakmu akan mengalami nasib yang demikian yang kini tengah kami alami
Kembali besok kata teman di atas surau
Namun senjata tak mampu di hadang oleh kekuatan Toa di tepi atap
Sekali terbang asap gas mengepul
Air mata kembali berlinang di atas sana
Loakkan kata seorang pengendara di jalanan
Sampah ucap seorang petugas saat mengejar para pencari keadilan
Busuk ucap media dalam headline deadline
Tetaplah semangat dan hidup ucapku dalam hati
Karena suara yang rindu akan keadilan tetap abadi
Seabadi fajar merah saat pagi datang
Seabadi fajar merah ketika melantunkan senandung kebenaran tak pernah mati
gie
^Kopi_kenangan
Langganan:
Postingan (Atom)