DEMOKRASI ADALAH DEMONSTRASI

Foto : ilustrasi puisi (kecintaan kepada indonesia)

Demokrasi adalah aksi
Demokrasi adalah orasi
Demokrasi adalah aspirasi
Demokrasi adalah demonstrasi
Demokrasi adalah konspirasi
Demokrasi adalah politisi

Demokrasi adalah dompetisasi
Demokrasi adalah kolusi
Demokrasi adalah korupsi
Demokrasi adalah manipulasi
Demokrasi adalah pencuri berdasi

Demokrasi adalah jeritan petani
Demokrasi adalah harga sembako menjulang tinggi
Demokrasi adalah pendidikan yang terdzolimi
Demokrasi adalah kesehatan yang punya kelas vip
Demokrasi adalah tahanan kpk yang bebas keluar negeri

Demokrasi adalah anti PKI
Demokrasi adalah anti HTI
Demokrasi adalah OPM yang berkeliaran di ujung timur Negeri
Demokrasi adalah nasi yang di kunyam lama hingga berubah menjadi tai kata seorang aktivis yang telah di bunuh dan kasus telah menjadi misteri
Demokrasi adalah luapan amarah para politisi yang di marginalkan oleh rezim otoriter pada saat kisah 19 mei

Demokrasi adalah kasih sayang para elit kepada negeri
Demokrasi adalah luka para nelayan dan petani
Demokrasi adalah luapan ambisi membangun negeri
Demokrasi adalah hak yang terjamah oleh penghuni birokrasi
Demokrasi adalah Demokratis partai

WAHAI LANGIT DAN BUMI

Foto : ilustrasi puisi

Indahnya malam ini
Terasa sejuk dan begitu damai
Meski jiwa selalu sepi dan sendiri
Namun hati ini begitu menikmati
Atas indahnya karya ilahi

Tuhan jangan kau hilangkan keindahan ini
Ijinkan dia untuk menikmati keindahan ini
Meski ia jauh disana
Biarkan ia merasakan yang sama
Hal serupa berupa tahta
Yang kau cipta untuk di puja

Wahai bumi yang rindu akan hujan langit sepi
Terima kasih telah kau sediakan punggung untuk berpijak
Dalam menggapai makna kalimat-kalimat Tuhan
Yang tertafsir di setiap wujud yang telah tertoreh
Di setiap wajah yang telah tercipta

Wahai langit yang meniduri bumi
Sungguh indah pancaran sinar matamu di tiap bintang
Hingga dunia malam yang begitu sunyi
Dapat tergilas oleh kekaguman hati pada indahmu

Wahai Tuhan
Terima kasih telah menciptakan langit dan bumi pun juga dia
Tolong berikan cahaya untuknya
Untuk dia yang lagi bersemayam di hati
Agar dia tau aku disini menaruh simpati
akan hadirnya yang begitu berarti
Akan hadir sosoknya sebagai pelidung rasa ini
Rasa yang berkonak ingin memiliki
Yang inginkan dia menjadi istri

BERSEMENDA

Foto : ilustrasi puisi (sumber : fatwa cincin)

Laku dalam tutur sudah tertata
Rajutan mimpi kini telah rampung
Membalut kasih dalam sebuah ikatan
Bersemenda menuju altar
Meraih restu akad sang wali
Ahh indahnya......

Selaksa surga tertumpu di ujung mata
Memanggil kasih berpadu sua
Di atas mimbar sang bulan madu
Menggapai indah di pelataran rembulan
Hingga terpuaskan hak untuk cintai dan memiliki

Ikatan cincin telah terlaksa
Janji suci telah terucap
Bahagia di rasa kini berpaut jua
Menjelma sukma dalam torehan kasih
Sebab memilikimu adalah doa yang tersemogakan

Bahagia rasanya
Membimbing bahtera rumah tangga yang indah
Bersemenda
Bersemai dalam ikatan asmara
Merajut asa dalam doa para undangan
Semoga sakinah mawadah warahman

KAUKAH INDONESIA?

Foto : kartu kuning untuk pembunh demokrasi
Aku adalah jiwa yang sakit
Berusaha bangun dari segala yang disakiti
Aku adalah jelmaan para budak-budak negara
Yang dicipta sebagai wakil Tuhan

Aku adalah sebagian sebagai Tuhan
Serak suaraku di bilik ialah takdir suksesnya
Memberi warna di ujung kelingking
Agar hitam lambang demokrasi
Tercatat sebagai barisan cinta NKRI

Aku bagian dari demokrasi
Oligarki hadir penumbang penunjang elektabilitas
Hingga nawacita berorasi
Di bungkam oleh pejabat pengatur sipil

Kau kah Indonesia?
Apakah aku?
Ataukah kita??
Mereka?
Juga bukan!!

Tak ada yang indonesia
Sebab ideologi kita dari asas luar negeri
Agamais dari luar
Nasionalis dari luar
Kapitalis dari luar
Komunis apalagi?

Lalu apa yang akan kau tawarkan jika semua dari luar?
Tanya kata yang tak sempat terucap
Lalu ia hilang di lindes peradaban jaman
Hingga revolusi sosial hambar tercapai
Karena hak asasi di bungkam dalam tirani

Ah sudahlah
Tak usah bahas bangsa apalagi negara
Sebab bisa bernapas tanpa di desak adalah suatu kemerdekaan bagi mereka

Aku datang bersikungkuh di hadapan bulan bersama bintang
Tolong timbang dan selamatkan indonesia
Sebab ego adalah Tuhan tak bertuan
Yang akan memberi kengangaan dalam kefanaan

Aku mohon turunlah dengan ikhlas sebab sang wakil adalah kapitalis
Dan kau adalah agamais
Sedang aku adalah suara Tuhan yang terpenjara oleh oligarki demokrasi binatang

Gie

15 sep 2018

LELAKI TOLOL

Foto : Pemusnah generasi

Lelaki itu sebenarnya tolol
apa gunanya ia datang terengah-engah
Untuk mengembalikan rejeki mujur para rakyat

Kini
Si kurus sudah mengerti
Dan benar-benar
Sekucur tubuhnya menggigil menahan amarah
Aku orang melarat
Suaraku mulai serak

Tuan sarkas betul
Wajahnya macam babi
Pengkritik juga  betul
Seorang yang jujur

Sementara tak banyak orang berkata benar

Ah..
Aku tak perduli
Jika presiden merasa kas itu bukan miliknya
Kenapa tak kembalikan kepada yang berhak

Begitu miris ironi sang penjabat
Kedatangan ku kembali

Bukan urusan ku
Semata-mata demi kepentingan umat
Mengikuti aturan
Terseret ancaman

Terjerumusku oleh jalan lurus ditengah jalan bengkok
Teraniaya oleh kejujuran

Aku tidak akan menghukum kau wahai tuanku
Seperti si pelakor di kamar kosan yang di aniaya oleh sang istri

Muntahku
Anjing yang lebih terbuka
Pedas
Kasar
Celotehku dalam teriakan

Ku gambarkan gambar keadaan politik dan sosial dalam dunia realitas
Yang membunuh hak demokrasi menjadi hegemoni para oligarki

Aku mendaki indonesia
Ku hampiri sejarah
Wacana
Pengetahuan
Kebenaran
Kekuasaan telah di hegemoni

Pemerintahku yang kolot
tingkah tindak tanduk penguasaku hanyalah untuk menyentuh kekuasaan demi meraih satu periode lagi

Aku dan presidenku
Hubungan kita bukanlah dasar perluasan dan perpisahan
Bukan pula dinisbahkan kesan tumbangnya sang pencipta
Tapi diatas segala-galanya adalah takdir kekuasaan dan kedzoliman

Belut sang  penguasaku karna bertubuh licin kini telah menjadi licik

Monyet penguasaku hitam bukan karena wajahnya legam
Tapi memang perangainya yang kejam

Yang paling buruk
Ada empat lima gelaran yang bodoh pun busuk-busuk

Sangat bodoh dan busuk sampai kalam dan kertas tidak berdaya mencatatnya

penyair : karmila
Editor : gie

(pemusnah generasi)