KUNARPA

Foto : Ilustrasi puisi
Jiwa alaska
Kunarpa
Retorika yang menyambut luka
Dengan dua kata tanpa tanya
Hilang harpa yang mengalun saat bersama
Kini berikan ribuan duka
Berenang mengenang
Merenung termenung
Kalah masalah
Marah sangat parah
Gerah
Julang tertanam dalam lingkaran pirang
Warna tercoreng minyak goreng
Air mendidih cairkan antartika
Bingkai bangkai terlihat bernyawa
Berjalan tanpa ruh
Berpikir tanpa jiwa
Sesak petarung
Tersemai sarang burung
Jabang terkungkung
Terkurung dalam sangkar karung
Paruh
Usia tak lagi muda
Terkenang mengenang
Tak ada guna mengulang
Kita
Sama
Satu dalam kebekuan
Gie
30 April 2019
Pena langit di bumi pai

BURUH JANGAN DI ANGGAP SURI

Foto : ilustrasi puisi
Google
Di antara ruang bahasa yang tak bermakna
Selubuk tersembunyi namun pasti hadirkan dirja
Molekul-molekul rasa tumbuh di ujung pagi saat mata air memancarkan kebeningan dalam keheningan desa
Serunai berbisik pada semesta
Mereka adalah rasa yang sama
Yang inginkan keadilan di dalam satu lingkaran budaya yang berbangsa-bangsa

Lihatlah moyang-moyangku dahulu
Terlahir dari rahim penguasa samudra
Lautan adalah kehidupan pagi bagi mereka
Mercusuar dunia yang menundukkan segala benua
Rempah-rempah produksi yang paling berharga
Sembako tak pernah kekurangan

Moyangku sang penakluk
Pemberantas para bajing-bajing berontak
Moyangku tak pernah tunduk
Dulu...!!!!!
Sebelum Kata kapitalis belum di temukan
Sebelum bangsa penindas datang menyita
Menggerut seluruh isi perut ibu pertiwi
Dulu....!!!!
Mereka bebas dari penindasan
Merdeka dalam segala lahan
Pertanian
Peternakan
Perikanan
Kelautan
Dan ribuan bidang pekerjaan
Mereka mengelola tanpa tekanan

Dulu....!!!!!
Cerita usang yang hanya indah dalam negeri dongeng

Hari ini
Sekarang
Lihatlah
Budaya yang sakit terjangkit penyakit
Ingin bangkit namun terhalang bukit
Buruh tersiksa dengan sistem pengungkit

Terbungkam suara dengan amplop sakti
Sing penting anak istri bisa makan esok hari
Di percaya ngutang di warung dengan modal janji
Gajian tanggal muda nanti tak lunasi

Sementara jangan pikirkan liburan apalagi hiburan
Sebab itu hanya milik kaum pemodal setan

Membayar dengan upah kesepakatan elit politik
Memerintah semau tanpa kenal delik
Tak pernah memikirkan suara buruh di balik bilik
Sebab negara bukan lagi tempat bersandar anak negeri
Sistem telah terkendali oleh penguasa keji
Sekarang.... Hari ini
Kita hanya punya mimpi
Berandai di tiap cangkir kopi
Ruang umpama siap menghegomoni
Kemelaratan berpusat di ibukota negeri
Ngeriiiiii

Buruh
Harapan paruh
Terperintah dan di suruh-suruh
Menghilangkan nilai luhur jiwa moyangku
Penakluk benua yang berpulau-pulau

Kalau

Ruang umpama
Yaaaaaa
Harapan
Yang memenuhi trotoar jalanan kota
lolongan malam di lorong-lorong waktu
Harapan buruh ingin segera terkabul
Sejahtera bagi semua pekerja juga pemodal
Kita sama-sama sederhana
Sebab moyang kita sama
Jangan jadikan kami budak di tanah sendiri
Jangan jadikan kami penikmat tubuh sendiri
Karena kami masih punya mimpi
Anak dan semua generasi
Cita-cita negara yang adil makmur untuk seluruh rakyat dan petani
Pun buruh jangan di pandang suri
Jangan anggap mereka bangka
Apalagi ayam kari
Karena kami ada untuk bersuara demi keadilan di seluruh negeri
Harapan kami
Mahasiswa indonesia
Buruh adalah penunjang ekonom negara
Maka sejahterakanlah mereka
Gie
Pena langit di bumi pai
01 Mei 2019

SUATU SAATKU PASTI AKAN DATANG

Foto : Ilustrasi Puisi
Suatu saat nanti
Dimana lupa telah hilang
Akan ada untai yang teramat jujur
Terucap dalam bibir yang selama ini bungkam

Suatu saat nanti
Akan terurai semua
Bahwa yang diam adalah api
Bahwa yang bisu adalah waktu
Bahwa yang tak bersuara ialah langit
Bahwa yang menutup mata adalah takdir
Bahwa yang tuna adalah netra
Netramu

Mata hati
Tak pernah terbuka dalam membaca
Melihat dari kegelapan
Memandang dari kepengapan
Membaca dalam mata terpejam
Semua tak ada
Tak pernah
Kau hirau adalah hidupmu
Hidupku tak ada
Sementara aku disini
Berjumpa pada malam yang teramat panjang
Menyemai mimpi yang teramat panjang

Kau tak akan tau
Tapi suatu saat ku pasti akan datang
Akan ku pastikan
Sekali lagi
Suatu saatku akan datang
Pasti

Gie
22 April 2019
Pena langit di cakrawala pulau ular

TERHASUT DUNIA

Foto : ilustrasi puisi
Ku dapati kekejian ibu kota
Di dindin-dinding terminal kemunafikkan terpendam
Tiga puluh ribu cercaan sia-sia
Ibu gemuk setan tanpa kain bersuara telanjang
Datang tergopoh layaknya mopo
Tanpa lubang jalan ia terjatuh dalam dunia
Hingar bingar telah menutup mata
Mata hati kini pada kepuasan hawa nafsu
Kesemuan

Manusia
Hilang nilai adab dalam diri
Binantang mengalir dalam darah
Nafsu menguasai
Memperbudak
Menggibah
Memfitnah
Melacuri warna dunia
Matikan nilai kemanusian
Manusia yang hilang kemanusian

Binatang
Apa bedanya?
Tak ada
Hanya rupa
Raut
Jalan
Setelah memakan teman yang lemah
Yang kuat menjadi raja
Singa di hutan bekantara jelmaan jiwa
Manusia manusia
Manusia macam manusia
Manusia macam malaikag
Manusia macam binatang

Terhasut dunia
Lupa akhirat
Surga neraka potret kusut
Cerita usang di atas meja perjudian
Zarasthustra nietzsche
Hilanglah tuhan
Matilah aqidah
Keyakinan hanya ada di ujung bibir
Pemanis kata untuk para politisi
Sementara matilah rakyat yang memilih
Sengsara

Apa bedanya
Ibu gemuk di terminal
Elit politik
Semua sama ingin menguasai
Nafsu berkuasa
Menguasai aliran darah
Bosan..!!!!


Gie
20 April 2019
Pena langit di bumi pai
Inspirasi gunung keramat

VERTIGO MENYERANG KEPALA

KISAHMU
Foto : Angel
Kamu yang sedang berduka
Dalam dekap gelagat senja
Kita tercerai oleh gelap
Dalam kisah yang sama-sama pengap

Untai teruntai untuk berbisik
Selepas dahaga tawarkan oase
Langkah gontai kaki yang telah legam oleh jalan
Trotoar kota mana yang tak pernah terinjak
Semua jalan-(jalan) kita bukan?

Ini kisah kita
Bukan kisahmu
Kisahmu kutulis di ujung sajak
Agar dunia tau
Kita sama
Kita satu
Dalam album orkestra semesta
Kita sama
Kita satu
Dalam satu skenario langit

Kisahmu :
Lalu vertigo menyerang kepala
Kisah unik tertanam dengan duka
Lupakan kata terakhir yang terucap
Setelah terpelanting tubuh terebah di tanah
Manja kata paling tak berguna
Berguguran kemelut cahaya
Hitam kelam masa silam
Dingin kehidupan terjalani dengan tersengal

Nyanyian kematian terangkai di buku diari
Kenapa terlahir bayi tanpa kasih
Menjelma dalam tubuhku yang rapuh
Memar di badan bukan lagi soal cinta
Kenikmatan dalam dekapan entah terbuang di negeri mana
Sakit luka dan darah
Bukan
Sakit hatilah yang membawa ku kesini
Di negari yang tak aku kenal
Melepas penat di ujung ajal yang tak kunjung datang

Ayah
Kata sampah
Ibu
Kata neraka
Rembulanku adalah Bumi
Cahayaku adalah kematian
Dimana semua yang ku harap
Bahkan maut berkhianat kepadaku

Diari
Ya
Lembar demi lembar mengabadikan lukaku
Luka oleh ayah
Sakit di tinggal ibu
Merasuklah dalam jiwaku wahai sang ifrit
Aku menunggu hitammu
Ku gugat semua luka ini
Ku tunjukkan bilur yang telah bernanah
Agar menjadi cambuk kenangan
Kesuksesan tanpa mereka akan aku raih
Bukan
Bukan itu.aku butuh kasih sayang
Bukan harta
Bukan kesuksesan
Aku butuh rangkulan cinta

Phobia
Menikam kepala semua peristiwa
Amnesia yang terharap hanyalah sia-sia
Jaddahkah aku?

Cerminku
Mata dan telinga adalah kepunyaanya
Bukankah hanya jiwaku yang berbeda
Lantas apa?
Siapa?
Kenapa?
Jawaban..!!!
Tak ada yang sanggup
Bahkan cermin tetap diam
Dalam tabah aku menatap
Semoga jawaban adalah kembali
Kepangkuan ibu
Kepangkuan Tuhan
Kepangkuan surga

Namun

Aku terhempas di tepi malam
Tanpa Ayah
Tanpa Ibu
Tanpa kasih sayang
Aku anak semesta
Yang terbung oleh rahim suci
Untuk ku
Untuk surga
Aku tawarkan jiwa ku untuk neraka

Gie
19 April 2019
Pena langit di bumi pai
Inspirasi panen padi