Tidak mampu menata kembali hati
Ia bukanlah instrumentasi dari puncak rinjani
Bukan pula penulak bala dari wifik bali
Seharusnya pula dari dulu aku sadar
Sesuatu yang di anggap ada telah bersandar
Dalam-dalam pada dinding yang terpendar
Ia jauh dari kota mati yang menyimpan dendam
Babilonia dan plutonium memendam misteri goa
Terungkap sudah setelah filsafat tersurat
Buku-buku menjadi bukti
Perkara hati kini di perselisih
Bahkan cinta punya falsafah hidup
Mungkinkah?
Lantas apa yang akan tertawar di ujung bumi
Laila majnun yang tengah berbaring dengan srigala?
Ataukah pangeran altar yang rela memberi dubur demi kenikmatan menjadi jongos?
Lalu kita?
Apakah yang dinamakn kita?
Punya cinta antara kedua hati
Namun takut akan asumsi setiap mata
Lalu apa maknamu hidup dalam sosial
Jika mencintai saja harus ketakutan pada pandangan orang
Bukan...!!!!!
Bukan itu maksudmu bersembunyi
Wibawamu dalam strata yang menjadi dasar segala
Kau berkata kita adalah satu
Namun hanya di atas ranjang empuk
Setelahnya kita bukan apa-apa
Hanya sebatas tatap sayu yang kian tak punya rasa
Bolehkah?
Bolehkah aku menggugat lewat puisi?
Bolehkah 'ku gugah hati mu yang telah mati
Agar aku dapat menikmati
Meski sakit terpatri dalam diri
Setidaknya aku ingin di akui
Bahwa berpuisi adalah diksi
Permintaan hati yang ingin lepas dari pelukan sunyi
Kota Bima, 23 September
Ginanjar Gie