KUTUKAN SUMBER DAYA NTB

Foto : ilustrasi puisi
Selaksa mengulum bratawali
Kepahitan datang mencerca hinggapi jiwa
Runyamkan hati pada titian rinjani
Membesuk papan hantamkan gejolak rengguti jiwa

Kau tau maksudku bukan?

Ibu pertiwi, maafkan aku
Kali ini aku mengusikmu lagi
Aku tak tau harus mencurahkan pada siapa lagi

Sebab presiden sudah tak bisa lagi melihat dan mendengar jeritan kami
Kami anak negeri dari timur yang kini di timpa bencana.

Ibu Pertiwi inikah kutukan punggungmu
Kutukan Sumber Daya yang kau lahirkan
Hingga negara lebih mementingkan Asing dari pada Bumi Putera

Ibu pertiwi adakah hilang tawamu ketika NTB di guncang malapetaka?
Ataukah kau sibuk mencari elektabilitas buat anak-anakmu yang telah sukses??
Buat anak-anakmu yang mengerti tentang aturan?

Ibu pertiwi harus Kepada siapa lagi aku beradu?

Wahai bung karno
Nyenyakkah tidurmu?
Negara yang kau merdekakan sekarang dilanda bencana
Ia sekarang sedang di hujam nestapa
Namun negara mu enggan memberi wajahnya untuk itu
Itukah yang kau cita-citakan?

Dimana sila-silamu bapak pfoklamatorku?
Dimana keBhinekaan yang kau rilis?
Apakah itu hanya berguna bagi orang-orang barat??
Sementara kami yang kau merdekakakn di timur
Harus mengulum senyum dengan deraian air mata

Pak presiden
Kami telah membuatkan surat terbuka
Kami telah meminta kepada wakil kami yang ada di legislatif
Namun itu hanyalah alugoro
Kami dimatamu hanyalah candala yang dikara

Bangsaku!!!!!!

Semestamu telah lalai mengukir sejarah baru
Ia lupa membuat sebuah naskah untuk bisa dikenang oleh NTB, Bahwa ia pernah menjadi sesuata yang sangat bermakna dalam hidup

Hidup Kami
Hidup lombok
Hidup NTB

Sekali Lagi bapakku
Bapak Presiden
Tolong jadikan Bencana NTB sebagi bencana nasional

TANGISAN ANAK NEGERI DARI TIMUR INDONESIA

Ginanjar Gie

SAKAU CANDU KECUPANMU

Foto : Ilustrasi puisi
Senja menuju pagi
Hilang malam penduduk bumi
Pena langit mengurai mimpi
Terduduk diri di atas gua suci

Kau pergi meninggalkan pagi
Hati disini tersenyum ringkih
Menatap lunglai bayang-bayang yang membuat jiwa melayang
Yang entah kemana lagi ia bertahta sebelum kembali

Kau butuh hati baru
Untuk sekedar membuatku malu
Katamu sebelum berlalu
Sebab Aku berlaku satu khilaf pada khalbu
Untukmu yang sering ku ajak bercumbu

Ah
Masih dalam kenangan
Mengunjungi api di tepi bibirmu
Yang memberi kehangatan saat peluk mendekap dalam kedinginan

Dan aku masih disini bersama sakau candu kecupanmu
Sebab rasa dingin selalu membawa pada keterpurukan
Karena kehangatan kecupanmu selalu membuatku menggigil ketika mengingatnya

Maaf
Lewat kata yang tak terucap
Pada kertas yang tak pernah menyapa
Aku mengurai satu kata tanpa makna
Tak berharap kau kembali
Hanya ingin kau mengerti
Tak ada niat untuk mengkhiati
Aku peduli
Aku sendiri

MULTATULI MEI

Mei
Berhenti dan menyerahlah
Multatuli dalam kata pasrah
Aku bertahun sudah
Aku lelah

Dalam sunyi
Aku menulis nama dalam intuisi puisi
Lahirkan aksara-aksara  dalam jemari
Agar kau paham bagaimana frasa bulan Mei

Harus ada pengakuan
Di trotoar dan di jalanan
Sebelum terlahir sebuah penyesalan
Sebab ribuan hati mati dalam sesalan
Karena diam dalam ungkapan

Bersuaralah

RAUT TANPA WAJAH

Insan tanpa raut datang menghampiri
Menawarkan rindu pada jiwa sepi
Kehampaan hadir menghantui
Bersama hadir yang ber-pamitan untuk pergi

Raut itu bernama asmara
Hadir tawarkan rasa di ujung senja
Sebelum malam datang meng-iba
Setelah terima ia menghilang bersama purnama

Raut tanpa nama menerjang
Raut tanpa wajah terhalang
Raut tanpa suara terlarang
Raut tanpa bisikan melayang
Hilang dalam ilalang

Kota Bima di ujung pena
10 Januari 2019
Gie

CINTA DAN PENYESALAN

Penulis
Siapa yang tak ingat masa SMA, masa di mana kita berproses untuk menemukan jati diri dalam beproses di bangku menengah atas dan masa puber kita untuk saling mengenal satu sama lain antara lawan jenis.

Masa SMA ialah masa yang paling bersejarah bagi kita, dimana kita membuang masa kanak-kanak kita dan menuju kedewasaan berpikir, berbeda dengan dunia kampus yang begitu membosankan.

Demikianlah yang dirasakan oleh seorang anak yang baru naik ke kelas dua SMA ini, dia menjalani hidup berbeda dengan teman sebaya nya, di usianya yang di haruskan untuk belajar dan bermain, dia harus meninggalkan dan membuang masa-masa indah bersama temannya guna untuk bekerja dan menafkahi hidup ibunya dan untuk membayar sekolahnya,

tiap hari sepulang sekolah, ia selalu pergi ke sawah untuk memikul rumput atau jerami untuk dijual pada tetangga yang punya sapi dekat tempat tinggalnya.
ia tinggal di sebuah rumah kosong yang tak di huni oleh yang punya, karena orang yang punya rumah tersebut, sudah tinggal di luar kota.
Lantaran istri pertamanya meninggal, dia pun meninggalkan rumah dan semua kenangan di dalam rumah tersebut dan memilih untuk membangun rumah baru dan juga menikah lagi. orang itu ialah kerabat dekat mendiang ayah nya yang sudah lama meninggal, dia tinggal sendirian di dalam rumah tersebut, Dia tinggalkan ibunda yang sudah tua, guna untuk menimba ilmu di rantauan.

pagi-pagi sekali ia datang ke sekolah hari itu, dan melihat beberapa orang yang memakai seragam putih hitam, satu persatu iya melihat rona wajah yang familiar ia temukan di pagi itu. kemudian ia mencari tau orang-orang tersebut lewat teman-teman satu kelasnya,
ken (nama samaran temannya), itu orang-orang yang di depan kantor kepala sekolah siapa? tanya nya pada salah satu temannya.
oh itu, guru-guru PPL, kenapa? tanya nya balik
gak apa-apa jawabnya.
kamu suka yah ma ibu PPL? kembali ia lontarkan pertanyaan sambil menggerakan bola mata nakalnya.
huss kamu ngawur aja pagi-pagi, mana mungkin mereka-mereka mau sama kita yang masih kecil begini.
kan cinta gak mengenal umur, nabi muhammad saja istrinya berbeda jauh umurnya dengan istrinya siti khadijah. kembali temannya menjawab dan memotivasi dia.

dari motivasi tersebut ia pun membulatkan tekadnya untuk mencintai dalam diam, seorang ibu PPL yang sedari pagi telah menggugah hatinya sejak pandangan pertama.
hari demi hari ia lewati dalam kenestapaan dan memaki dirinya karena ia rasa belum cukup kekuatan untuk mengungkapkan perasan cinta yang menyelimuti tiap detakan nafasnya.

Suatu hari kembali ia menatap sang pujaan hati berlenggak lenggok indah di samping kelasnya, di tatapnya lewat jendela tak berkaca di kelasnya, tubuh sexi, gigi mentimun dan mata malaikat yang melekat dalam diri wanita yang berbeda jauh umur dengannya.

jika hanya dalam mimpi aku bisa bertemu dan bisa hidup dengan dirimu, aku berharap hari ini, aku hanya hidup di alam mimpi hingga ajal menjemputku, karena di alam sadar ini sungguh tak ada sedikitpun kesempatan itu ada, bukan karena aku tau kau tidak mencintaiku, tapi aku tau diri ini, aku tau jarak dalam kehidupan yang memisahkan kita.
ungkapnya dalam teman yang selalu menemani hari-harinya, ia tuangkan semua keluh kesahnya dalam buku catatan hariannya.

Lagi nulis apa brow, tanya teman sekelas nya.
ahh aku aku tidak menulis apa-apa.
dia jawab dengan muka malu dan langsung menutup bukunya, dan memasukkannya di dalam tas.

"tidak ada yang mudah dalam hidup ini, tidak ada yang seperti hayalan yang selalu indah di tiap ending kisah kita.
Hayalan hanyalah tetap akan menjadi ilusi dalam hayalan.
harapan dan hayal mu tak akan terwujud jika hanya kau berpangku tangan di sini, meratapi semua duka mu sendiri tanpa kau ungkapkan pada nya.
hayalan itu tak akan terwujud dengan mudah kecuali dalam hayalan itu sendiri" ucap lagi temannya dengan kata-kata yang begitu bijak.

kemudian dia meninggalkan temannya tanpa sepatah katapun,
iya pergi mengasingkan diri di tempat sepi, dimana ia bisa merenung dan berpikir untuk bisa mendapatkan cintanya.

Terbayang dengan jelas suara motivasi temannya tadi, memaksa pikirannya kembali berimajinasi.

Bagaimana ini bisa tumbuh dengan megahnya
bagaimana ini bisa terjadi, kau datang mengusik tanpa setau setan penjaga hatiku.
kau penjarakan hati ku yang kemarim bebas
kau jajah hidup ku yang kemarin merdeka,
siapakah kau wahai jelita indah yang namanya pun ku tak tau.
apakah ini hukuman untukku karena mencintaimu dalam diam.
Duhai tuhanku
Cukuplah langit berbintang yang menjadi punyamu
cukuplah semua galaxi kau miliki
sementara keindahan dan kecantikannya biarkan menjadi milikku
molek dan imutnya biar terpuaskan hasrat ku tuk memandangnyA
jelita penawar semu ku yang hilang
biarkan ku baca dari pendengaran ku yg tuli
atas sunggik malaikat dalam doa ku
jangan lagi kau turutkan aku
dalam pekatnya mahsyar antartika
putih kosong tak bernuansa
yang terbungkus mesra dengan kebekuan
sementara segala penghuni
merinding dalam penat

aku hendak menulis untukmu
namun
entahlah
doaku

sungguh mukjizat yang paling sempurna, disaat ia mengakhiri tulisannya, tiba-tiba dari belakang terdengar orang yang memanggilnya.
"hy kamu" kata suara itu,
dengan sontak terkaget ia menoleh ke arah suara itu, dengan perasaan kaku dan tak tentu, ia menjawab suara itu,
"iya saya bu" katanya.
Kenapa kamu tidak masuk kelas, teman-teman mu yang lain sudah pada masuk semua" sambung ibu PPL yang selama ini ia impikan.
dengan gagap tertatih iya menjawab pertanyaan yang membuat ia bingung, dengan bahasa apa iya harus menjawabnya, ia pun memilih diam seribu bahasa, di tambah jantungnya yang berdebar kencang karena baru pertama kali melihat dan bertatap muka dengan sosok yang sangat ia cintai.
"Ayo masuk kelas bareng ibu" lanjut ibu itu
iya bu, ta tapi suaranya terpotong-potong, belum selesai ia mengeluarkan kata-katanya, ibu PPL tersebut sudah menarik tangannya dan bergegas bersama masuk kelas.

Di dalam kelas yang memang belum ada guru pembibing yang masuk itu, Ibu PPL mengisinya dengan tahap awal yaitu mengenal kan dirinya lalu mengambil absen, untuk memanggil siswa-siswi guna untuk memperkenalkan dirinya di depan kelas.