 |
Foto : ilustrasi puisi (sumber foto : Barry kusuma) |
|
|
Air mata pada keabadian kasih langit kepada bumi kembali tercurah sebagai rahmat bagi penghuni bumi
Hadirkan pesona pada tiap helain daun pepohonan jati di samping kuburan tua, hingga sang melati memekarkan bunganya sebagi simbol ia telah belia dan memberi tumpuan pasti pada lelaki bujang tanpa ayah di sebuah gubuk samping jalan-jalanan
Sembari melihat pelukan nestapa pada hati yang tengah nelangsa pada kenangan, lelaki itu jauhkan harap pada langit, karena mimpi kini hanyalah sebuah angan di tengah duni yang kini semakin tua
Karena hujan baginya adalah cambuk nostalgia yang sangat mengerikan berikut kenangan pada ayah dan bunda yang telah lama tiada karena terseret banjir tahun lalu
Kenangan itu kembali hadir dalam kenangan pikirannya, ia berandai dalam hati agar di dalam hujan ia berteriak mengutuk langit yang teleh merenggut kebahagiannya dan yang telah membawa kedua orang tuanya terbaring lesu di balik papan yang telah di semai oleh manusia-manusia sosialis
yang tengah asyik berbincang dan memberi ucap kasih pada jiwa mungil yang di tinggal oleh kedua jasad tanpa nyawa yang tengah mereka kuburkan.
Kedua mayat yang sekaligus adalah ayah dan ibu si laki-laki malang itu di kubur di sebelah timur kampung
Ternama kuburan tua yang keramat lagi angker karena di sana adalah tempat berkumpulnya jiwa-jiwa arwah penasaran yang meninggalkan kasih sayangnya di atas hamparan tanah merah yang tengah menguburinya
Kuburan tua tanpa hiasan bunga dan pohon kamboja kuyup di lumuri air mata tangisan kerinduan awan
Batu kapur dan batu nisan sebagai tanda bahwa masih ada bekas kehidupan yang tertanam di dalam perut bumi yang tengah di banjiri luapan kesedihan
Banjiri semua makam-makam tua, bekas-bekas sampah dan fosil dedaunan yang telah busuk kini telah di aliri dan di bersihkan oleh kesucian hati yang menumpahkan air mata
Air itu adalah air suci, Rahmat Tuhan yang tersalur lewat bersenggamanya kerinduan dua alam
yang telah tertakdir tak akan bisa bersatu
Air itu kemudian kembali ke muara kemana dan dimana ia berasal
Sebagian meresap ke lubang-lubang tanah dan sebagiannya mengalir ke hilir lalu bermuara di lautan tanpa tepi meski pantai adalah sandaran bagi sebagian jiwa yang tercerai
Lalu air itu kembali hadir di gubuk peot milik seorang petani yang tengah menunggu hasil panen di esok pagi yang tanamannya telah di satukan dengan hilir air kasih sayang yang bermuara ke samudra
Air itu adalah air mata kesakitan petani, karena banjir dan air melimpah ruah sedari pagi telah menenggelamkan padi bawang cabe dan semua hasil taninya
Di seberang pulau seorang gadis belia tengah berdiri di pinggir pantai, dengan mata di lumuri air mata darah
Sempat tertanya olehku lewat mendung yang menghiasi pelataran langit dan juga raut wajahnya
bahwa ada hikayat alam yang tengah ia pecahkan dan sempat harap tertanam dalam hati bahwa ayah yang tengah di nanti di tepi pantai kembali hadir bawakan kebahagian dengan kehiodupan masih bersama raganya
Namun angin laut bertiup angkuh hingga badai di samudra antartika hadir mengajak menari ombak yang ada di tiap muara lautan
Hingga hadirlah duka pada hati si gadis belia yang tengah menanti ayahnya yang telah tenggelam di dasar lautan bersama hujan dan badai yang di bawa oleh kesedihan langit dan kecemburuan awan pada bumi
Gadis malang datang dengan segala harap kepada langit, berpanjat pada setitik harap yang hampir punah karena sakit itu adalah kepedihan yang membawa keyakinan hampir hilang pada ketuhanan
Lalu dengan sedikit yakin yang masih membekas pada kholbu, ia bangkit terperanjat dari keterpurukan karena kepedihan hati karena di tinggalkan oleh ayah dan bunda
Ia berharap di sepertiga malam semoga cinta yang abadi akan terwujud dalam satu fase kesempurnaan pasangan dari alam kejadian ia menjadi seorang jelmaan Hawaniah
Gerakan tangan Tuhan kemudian kembali membelai keduanya, tanpa peduli
pada jarak dan waktu, mereka bertemu dalam satu gubuk seorang petani
yang tengah meratap karena hasil panen yang seharusnya menjadi penunjag
hidupnya di beberapa bulan yang akan datang, kini ludes terbawa oleh
alir air ke hilir yang menuju hulu tanpa nurani.
Jiwa-jiwa yang
tersakiti oleh hujan kenangan pembawa petaka kini berpaut dalam satu
gubuk kecil seorang lelaki tua tanpa istri di tengah hutan yang jauh
dari hunian warga
Hingga terciptalah sebuah masa depan baru yang akan memberi warna cerah di masa yang akan datang
Lelaki malang dan si gadis malang itu kemudian bertemu pada satu nasib yang sama dan takdir yang menyamakan untuk di pertemukan, meski mereka adalah jiwa yang terpisah oleh pulau dan air mata langit dan juga lautan luas yang membentanginya
Mereka adalah satu jiwa yang takdirnya tertulis rapi untuk sebuah ujian jiwa yang di beri kehilangan untuk orang-orang yang mereka kasih dan sayangi berikut yang paling berharga dalam hidup dan kehidupannya
Jiwa-jiwa mereka tengah melalang buana di atas langit, di tengah hamparan samudra, di dalam surga sambil berpelukan dengan kedua orang tuanya, juga sedang merana di atas ranjang yang sudah kusut karena di makan waktu yang tak mau tau akan kepedihan dan kesdihan yang di berikan air mata langit pada kisah mereka
Dengan di wakili walimahan dan wali nikah seorang petani tua di gubuk peot
Kedua jiwa yang di obrak-abrik oleh masa lalu kini menjadi satu, berpaut dalam satu hubungan abadi dalam kesaksian burung-burung yang berkicau di pagi hari dan bunga yang bermekaran tanda kemarau telah tiba dan musim gugur telah sampai dan kebahagian mereka tak akan mungkin bisa di gugurkan oleh musim apapun, karena janji jiwa yang pernah di hina oleh waktu, di sakiti oleh masa adalah benar tak akan menyia-nyiakan orang yang telah memberinya kebahagian setelah badai duka telah terlewati bersamanya.