SEBAB DIAMMU ADALAH KEHAMPAAN

Foto : Ilustrasi puisi (sumbr : galeri indonesia)
Loakan hati tertawar tertanam
Dalamnya telaga tenaga terkuras
Menyambuk rantai di sekilas jalan yang di gilas
Hancur berkeping dalam perisai prosa
Hulu terpenuh oleh air
Mata berair di ujung pantai
Tempat sampah berserakan oleh ombak tepi
Sepi riuh ombak barat mengalun sendu dalam sunyi
Hati itu telah mati dalam asa tak terjamah
Sebab diammu adalah kehampaan
Pesanmu adalah ketiadaan ketenangan
Kenangan hanya senyum yang buyar
Di ujung mimpi pada cakrawala
Yang tengah membesuk luka yang terlukai
Hendak sapa pada menit kedua
Namun ketakutan datang menerpa keterpakuan
Terhenti di simpang tanpa jawab
Hati telah lega dalam semua suara
Memendam adalah luka tanpa obat
Uraikan mimpi yang tak sempat menjadi indah
Anak bulan di ranting kamboja telah memekar
Berwarna merah bersama luka tak berdarah
Bersama hujan ia menumpah tertumpah ruah
Luka itu adalah cerita kita
Tertanam terpendam sebelum subur terdesak oleh embun
Ia hilang bersama mentari yang sama-sama kita nanti
Selamat menikmati hidup dalm satu
Sebab ikhlas adalah jawaban
Jika sapa tak di indahkan dalam rangkulan dan dekapan

DIRINDUI OLEH RINDU

Foto : ilustrasi puisi
Salam pada semesta
Cakrawala sunyi yang sedang kau pahami
Alunan dawai sedang kau nikmati
Siluet senja yang tengah kau suguhi

Dapatkah..?
Masyghul hati terobati
Oleh prosa-prosa yang kini di urai
Untuk melengkapi setiap bait puisi yang selama ini hampa

Puanku madu
Madu adalah manis
Manis adalah candu
Candu adalah rindu
Rindu adalah runyam
Dan runyam adalah pikiranmu

Oase mu oam mu
Dirindui oleh rindu
Oleh madu yang kehilangan rasa manis
Di dalam bekunya oleh mesin pendingin

Madu itu dingin
Kamu adalah madu
Kau memilih tetap terdiam
Sementara rangkulanku amat menghangatkan

Kau percaya doa?
Doa selalu lebih panjang dari Tangan
Dan aku merangkul dan memelukmu lewat bisikan kholbu
Karena ku tahu Tuhan akan menyatukan hati jika tangannya turun menyatukan takdir kita

PUAN KU

Foto : ilustrasi puisi
Tuan puan Tuhan ku telah hilang
Di sini bersama keyakinan tanpa jalan
Bersemedi dalam keresahan hati
Hendak menjumpai sesuatu yang tak pasti

Enyah saja kau mimpi
Hadirkan saja sunyi
Biarkan mimpi membeku di sudut ini
Bersama hadirmu yang memuakkan

Ah... Kau tau puan
Tuhanku Tuhan mu sama
Rasaku dan rasamu sama
Namun aqidah dan keyakinan akan kah di bedakan

Puanku
Kau negeri kerontang akidahku
Kau negeri subur dustaku
Kau negeri yang ku susuri
Kau negeri yang ku geluti
Kau negeri tanpa tanda tanya

Puan
Kau masih satu dalam nama
Bahwa hadirmu adalah mimpi untuk tujuan hidupku
Untuk negeri pikiranku

BUBUHAN AKSA

Foto : ilustrasi puisi
Dalam mimpi yang hampir mati
Coba telusuri angin yang menilisik dedaunan hijau
Hinggapi telinga kicauan burung
Bersama alunan nada gemercik air surga dan juga air mata

Terhempas pada satu sunggikam puan
Hingga lazuardi tak lagi kulihat biru warna
Sebab senja telah mrnyemburatkan jingga
Entah warna apa yang hendak di tawar pada hati

Coba tebak saja puan ku
Kau tau segala lekukanmu
Tapi kau tak pernah tau bahwa sunggikanmu membuat gemetar jiwaku
Hingga melalang buana buaya buyar

Kau pasti paham puan ku
Atas selipan rasa dalam bubuhan aksa yang tengah ku urai
Atas jiwa yang tak pernah mati akan rasa
Semoga puisi bisa menyampaikan makna
Dalam tafsir kata yang tak berarti

JALANNYA JALAN JALANAN

Foto : Ilustri Puisi
Peluru liar menembus kepala
Sebarkan serbuk-serbuk cinta pada yang tertindas
Lalai mengalun di sudut mimpi
Berkobar liar nafsu pembasmi
Hendak pada siapa ia mencuat

Sang jejaka bertubuh kekar di pinggir jalan
Tanpa pedang ia bersamuraikan kata-kata
Peluru nyasar menembus dada tak terbelah
Dada ayam empuk santapan para bos di sembelih dengan indah
Ah mereka mati tanpa di panggang jendralku
Dia teraniaya di jalannya jalan jalanan

Boikot cinta dalam perjuangan
Jalan dinista tetap tertempuh dengan semangat juang
Hina dan klausa klaim kiri adalah suplement bergizi
Gorok saja kalau mampu
Seribu nyawa akan tumbuh dari satu kepala yang terpenggal

Kau boleh bermunajat dalam hati
Tapi busuk dalam ambisimu akan tercuat tercium dalam pertapaan suci kami
Sebab seluk beluk semua terkafer di molekul air mata
Terurai semua dalam benderang
Kemudian genderang bertabur di atas jalan
Merah darahku
Putih tulangku
Satu masa
Sejarah tercetus
Itu misiku