Sajak Sang Pejuang

Foto : ilustrasi puisi
Pasir-pasir berbisik dalam gombalan gerombolan ombak
Merayu aksara gurau untuk bercanda riak
Dengan desiran alunan serunai alam gelap
Menanti bianglala 'Tuk menemani penat yang ingin terlelap

Samudera terhanyut legam
Bersama bisikan do'a para penyelam
Berucap selaksa untain-untaian kalam
Menanti rejeki ditengah hitamnya malam

Ayat-ayat menjala karang
Mengajak ingin untuk segera menggalang
Segala rezeki di pintu tanpa palang
Turutkan rejeki-rejeki itu laksana kapal kilang
Agar tercapai cinta pelepas dahaga
Istri-istri tercinta yang tengah menanti bahagia
Dengan baju baru hadiah dari lelaki tangguhnya.

Sajak Hegemoni Penguasa Semesta

Foto : ilustrasi puisi
Iblis...!!!
Ucap sang bapak bak pendeta membaptis
Mengutuk anak manusia dengan sadis
Seumpama diri adalah jesus

Mendogma bengis
Mengoyak hak-hak politis
Membunuh suara-suara Aktivis
Mengedepankan kepentingan ophortunis

Coba lihat kembali
Tengoklah kitab-kitab suci
Itu adalah fatwa ilahi
Untuk mengingatkan untuk menjaga hati

Perjanjian lama membuka tabir
Perjanjian baru menutup takbir
Sama-sama wahyu tuk tuntunan takdir
Namun semua tertutup kepentingan sang pandir

Sekarang telah hilang
Masing-masing cari sendiri senang
Mau terbang atau berenang
Silakan bukan urusan orang

Tapi tuan memaki puan
Pun puan menggosok tuan
Rohingya masih ditelan pilu
Apa tuan dan puan mengharu biru?

Bukankah islam, kristen bahkan yahudi adalah Agama wahyu Tuhan?
Lantas apa yang kita perjuangan demi Tuhan?
Tak bisakah kita hidup saling menyayangi demi Tuhan
Sebab firman Tuhan dalam tiap agama selalu kedepankan kasih sayang demi Tuhan.!!!

Apa bedanya kita dengan gama-gama?
Pemikir radikalisme yang mencoba membunuh Tuhan?
Sementara kita membunuh makhluk Tuhan
Palestina masih perjuangkan wilayah demi Kemerdekaan yang di janjikan oleh Tuhan pun tuan.

Haruskah lagi sang iblis
Yang kini difitnah dengan sadis
Sementara kita adalah skenarioris
Dalam album pembataian para gadis-gadis

Apa sebenarnya yang kita cari?
Kebenaran itu ada tiap agama (bagi agama masing-masing)
Pembenaran itu ada di tiap kepala politisi
Sebenarnya ada di tiap wahyu
Mengapa jua kita tetap jua ingin menggunjing agama yang satu demi kebenaran agama kita.

Apa sebenarnya kita?
Makhluk agama ataukah makhluk Tuhan?
Kenapa kita memfonis manusia macan Tuhan
Apakah kita panitia Tuhan?

Mengapa kita
Adakah yang diperebutkan hingga virus di pelihara
Diskenariosisasi dengan dogma saling menjaga
Ujung-ujung minerba melampaui kenikmatan bersanggama bagi para kapitalis di ruang prostitusi

Ah..... Bukankah kita sama-sama iblis?
Kenapa tuan memilih untuk tetap narsis
Sementara dalam jiwa tuan mengalir jiwa borjuis
Yang di tambal oleh darah kapitalis
Hingga lahir banyak asumsi bahwa Tuan punya Gen komunis

Tuan
Sebenarnya tidak ada peperangan
Tidak ada kejahatan
Tidak perdebatan
Kita sama-sama sudah punya wilayah
Apalagi aqidah
Tolong tuan
Jangan siksa rakyat demi kepentingan kalian
Jangan siksa manusia demi kepentingan Keserakahan
Jangan siksa hamba demi kepentingan Tuhan
Sebab Tuhan telah berpesan bahwa sayangi hambaku niscaya akan kusayangi hambaku yang menyayangi hambaku

Menelanjangi Surga

Ilustrasi puisi


Aku yang begitu lama menanti suara surga
Mendamba pengharapan sampai pada tujuan
Namun hanya aku
Kau
Tidak juga

Waktu menelanjangi segala keyakinan
Jiwa kini hendak ditidurkan dalam pembaringanan abadi
Kau
Tidak juga memahami

Jika tidak pada syahdu lafaz indah mu
Adakah guratan aksara mati yang hendak kau sampaikan pada buta ku
Dalam aksara-aksara hampa yang tengah ku nikmati

Agar aku paham dan setidaknya melihat
Di mana
Ada suara suurga yang tak sanggup di ucap bibir manis mu

Aku terbiar berdiri sendiri pada jalan berkabut bayang mu
Aku terbiar untuk memahami bahwa aksara ku hanya harapan hampa
Torehan rasa dan tintaku hanya untaian aksara basi
Buta.
Dan mati.
^Kopi_kenangan

LINGKARAN TAKDIR TAK LAGI BERSAHABAT

Foto : ilustrasi puisi
Lelah melepuh membakar pacak
Hingga melebur menjadi si idiot buta
Membawa hati dalam nelangsa yang tak berujung
Hingga waktu inginku sumpal dalam kutukan
Menyekap dalam hitamnya lumpur kenistaan

Kian detak nisbih dalam majazi cita
Membungkam ambisi seirama gloming sunday
Mendentingkan instrumental pembunuh berwajah sufi
Yang menyamar dalam putih tak berparas
Haaaaaaaaaaaaa
Muak

Dekap lara begitu sempurna
Menjajal mimpi-mimpi yang kini lagi tak bertuan
Ah.....silau
Tak dapat lagi ku lihat cahaya dari bayangan ini
Hingga menghapus suka kian menertawakan
Tertawanlah ambisi

Begitu hitam takdir
Menjajahi tiap patah pikiran melampau
Hingga terpuruk kembali dalam kebimbangan
Menjemukkan
Memuakkan
Jengkel...!!!!!!
24 Maret 2020
^Kopi_kenangan
Ginanjar Gie
Pena langit di Bumi sanggili nggoi

RINTIHAN PARA JOMBLO

Foto : ilustrasi puisi
Lalu lalang begitu ramai
Namun tetap saja begitu sunyi
Rintih merintih dalam kolosal rasa
Hendak kemana rindu tertuju

Lihat disana orang-orang ramai berbicara
Malam minggu malam panjang buat anak muda
Nun disini dirundung kepiluan
Berilusi dalam diam terbungkam oleh keadaan

Kontras bisu

Hentak tersentak oleh waktu
Kapan lembaran kisah ini usai
Dalam hati tetap berambisi
Namun luapan hati tak punya tempat untuk menuju

Hah....
Rintihan para jomblo
Ingin pergi ke penjuru semesta
Bertemu bidadari yang hendak mencari ikhwan
Namun harap hanyalah asa yang tak pernah bersua

Pikir terpikir untuk mencintai
Namun hati belum jua menemukan sang putri
Peneduh hati penenang jiwa
Dalam album penyatuan cinta

Ah
Hayal
Kau tak jua mau pergi
Tetap saja menuntunku untuk tetap berimaji
Meretas dinding-dinding kesunyian kamar kos
Ginanjar Gie
19 Oktober 2019
^Kopi_kenangan