INGIN PERGI DARI KATA KEHILANGAN

Foto : Gadis PSK (Pecinta Seduhan Kopi)
Aku tengah berada disini
Bersama jeruji besi
Dalam pikiran dan imajinasi
Tuk sesuatu yang menggajal dalam cerita sunyi

Berusaha melupakan kehilangan sang sayang
Hendak pergi dari kata pulang
Namun palung ingin kembali menilang
Menelanjangi wangi kasturi  malang

Pergi dari kata hilang
Ingin pergi dari kata kehilangan
Menjauh dari kata dekat yang selalu memberi rasa sakit
Sangat pahit

Aku ingin menghampiri
Pulang dari kata pergi yang ingin kembali
Senyum usang di ujung bibir yang beralun gemulai
Gadis bisu dalam kedai kopi
Senyum mu rontokkan semua mimpi

Hilang
Malang
Gareng

Hentakkan sakit yang teramat dalam nurani
Kerontang ku pada sunyi
Sepi
Dendam pada sebuah kata yang sudahama ku benci
Terkuak disini
Di dalam sunggik sakuntala mei
Multatuli kembali lagi
Menjajah berulang kali
Kemerdekaan hilang pada diri
Mati

Gie
04 Maret 2019
Pena langit di ilo peta

JANJI USANG KINI KEMBALI BERSUARA

Malam melintang temani hati kerontang
Si jalang malang sedang bersulang
Di istana karang badut budak bergoyang
Menghibur hati si janda garang

Foto : Penulis bersama mei, di ilo peta #Ottaku Baba dae
Entah kemana muara terbawa
Janji usang kini kembali bersuara
Bersua dengan rakyat jelata
Kemana mimpi kita berasa

Aku bukanlah tuan bagi negeri
Kurcaci kecil yang tak ternilai
Hanya berani berteriak dalam hati
Dalam kamar sepi sunyi

Berteriak hingar bingar
Ingin lepas namun sukar
Kemana gerilya akan di ukir
Jika moncong senjata siap membakar
Tubuh kekar siap mencakar

Makar hanya bualan kelakar
Anak negeri berteriak di anggap berkoar
Sementara di ujung timur mercu suar
OPM membantai dengan semangat mengobar
Namun negara hanya tau bendera tetap berkibat

Lihatlah nyawa tentara bagai sampah
Ingin lari terlajur terikat sumpah
Ironi negeri siapa lagi yang akan memapah

Pilah
Patah
Jiwa ku gerah
Salah?

Aku bersumpah
Dengan merah dalam marah
Sampai terkucur urat dan darah
Indonesia tetap utuh dalam naungan Bhineka

Gie
03 Maret 2019
Ujung pena di ILo Peta

TERIAKAN REVOLUSI

Foto : Ilustrasi puisi
Darah dalam dekap mimpi
Tanah air hilang tak terkendali
Terjamak peradaban tirani
Klausa demi klausa menuntut revormasi

Demokrasi berjalan tanpa arti
Fatwa demi fatwa hanya bualan janji
Aku menangis siapa peduli
Ibu Pertiwi tuli dalam kuping jelmaan borjuasi

Hendak kemana diri dan jiwa merebah
Negara berpaling muka
Terserah
Aku memang bukan sesiapa
Aku hanyalah sampah peradaban mereka

Tapi

Aku bukan penjilat penguasa
Aku punya kaki tangan kaki pikiran dan mata
Melihat dan memandang dari segala yang tak terbaca
Aku pengagum rahasia yang hidup dalam marjinalisasi penguasa

Nasibbbbb
Murammm

Imaji terkungkung dalam majazi
Jiwa merdeka terlindas ludes oleh meriam priyai
Rakyat kecil kini tak ada lagi yang mau peduli
Kami datang membaskan tirani dengan teriakan revolusi

Terbangun dari mimpi sempurna
Berjalan dalam impian yang tertata
Meraih makrifat cita-cita bangsa
Membuktikan pada dunia
Ekspresi nyata untuk segalanya
Konsolidasi parlement jalan-jalanan
Mimbar bebas simpang kiri jalan

Kita adalah generasi pembawa perubahan
Berkarya nyata untuk bangsa tercinta
Untuk kemajuan bangsa dan negara
Wirausaha awal kehidupan sejahtera
Untuk kemajuan bangsa dan tanah air tercinta

Kita bisa
Kita mampu
Hancurkan tirani
Tanam modal sendiri
Produksi sendiri
Berdikari

Mari
Kembali
Sekali lagi lihatlah
Akan aku tunjukkan pada dunia
Bangsa Indonesia adalah macan asia
Akan tetap terpandang dalam semua karya
Sejarah dan sastra adalah seni budaya
 Wibawa bangsa cerminan dunia
Tundukan semesta
Pertiwi
Suri

Gie
07 Maret 2019
Pena langit di kota tepian air



MEMELUK DIRI SENDIRI

Foto : Tempat inspirasi
Malam ini aku bersama wanita jinak
Merayu imaji ku untuk memeluk
Merasuk semesta alam pikir tertepis
Sudahi sudah yang tak berkesudahan
Terkutuk jingga cahaya di bawah pohon yang telah mati berdiri

Ahhhh....

Malam telah beberapa kali terganti disini
Di sudut cakrawala tempat cercahan cahaya rembulan jingga
Merogok urat tuk terhenti
Hingga nafas tilas di tampar cadas
Gugup melamun enggan menyepi
Hilang merah di ujung urat
Ku peluk kaki sendiri yang punggung menyandar pada ransel pendakian

Ya
Aku telah jauh dan gagal di dalamnya
Situasi sepi yang penat ingin ku pulang
Kemana penjara harus ku buang
Situasi yang tak aku mengerti
Apakah aku yang gagal berpindah atau mulutku yang gagu mengucapkan satu kalimat
Entahlah
Jiwa ku tak dapat terkendali oleh pikiran sendiri
Sebab pelukan tangan makin ku eratkan pada kaki yang sedari tadi menggigil karena gugup

Gie
02 April 2019
Kontras bisu di ujung lorong
Pena langit di kota tepian air

KITA ADALAH LITERASI

Foto : Logo lintas Literasi Indonesia Comunity
Untuk sebuah kenikmatan berpikir yang tengah beradu di hening malam
Keambiguan atas identitas diri yang tersamarkan
Lahirkan sebuah kekacauan dalam dimensi akal
Hingga tercetus kata literatur berserakan dalam kertas
Hendak apakah peng-akuan diri dalam hitam
Jika maya dan mata sama-sama terbuka untuk membuta

Melawan petaka yang hendak di hibah oleh penguasa
Yang tengah berevoria dalam fase metamorfosis sempurna

Di dalam keheningan kita butuh pengakuan
Pada intra yang ingin beranjak pada frasa yang di idamkan oleh setiap manusia
Bukan simbolis pemberian lembaga akademisi
Melainkan kenikmatan mengolah aksara-aksara buta

Aku buta yang selalu melihat
Memamantau segala intrik sunyi gerakan akademisi
Hendak kemana pangkuannya merebah
Politik kuasa tengah menjadi ancang dan iming
Buku-buku tertanggal di rak perpustakaan
Hilanglah semua cita-cita bangsa

Harus apa aku memapah
Dosa sejarah dalam literatur kata
Segelintir pun hanya secuil
Jiwa pecinta aksara kian memudar
61 juara terbaik
Peringkat kedua dari bawah
Literasi indonesia yang gemilang
Cemerlang APBN pendidikan dan literasi
Wacana buta tanpa realisai
Ah
Luka
Cita yang tak terjamah oleh tangan istansi
Istansi perbanyak isi saku kiri
Kiri jalan kita harus transmigrasi
Berpindah untuk revolusi
Mari generasi
Kita adalah literasi