JERITANKU BUKAN JERITANMU

Oleh : Kiliman Ariansyah
Foto : ilustrasi puisi (oleh : kiliman)
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam namun siapa yang mampu menghentikan nyanyian bimbang dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam. aku siapkan untukmu : pemberontakan!

Sesungguhnya suara itu bukan perampok yang merayakan hartamu
Ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
Ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata tanya yang akhirnya tidak bisa tidak kalian harus menjawabnya
Apabila tetap bertahan, aku akan memburu seperti kutukan karma

Kami berteriak tanpa tau ada telinga yang mendengar
Kami merintih dalam tangisan hingga air mata dan mata air kini kekeringan
Kami berjuang sebagai tameng penyeimbang
Tetapi keutuhan dari gerakan telah disobek-sobek
Suara kami hanyut ditelan konglomerat dan perusahan raksasa

Air mata kami ditelan belantara kekuasaan rezim
Tangan kami tergilas ekonomi bulldoser pembangunan
Berteriak mempertahankan hak atas tanah bangsa
Tetapi kami di tuduh sebagai pembangkang
Tetapi di tuding anti nasionalis
Tetapi di tindas di mimbar jalanan
Tetapi itu disebut anti pembangunan dan separatis

Menangis membela hidup di tuduh sebagai pengacau negara
Berjuang mempertahankan tumpah darah, katanya musuh negara
Kuburan leluhur, kampung, adat, binatang dan tanaman
Sumber alam dan hutan kami dicaplok oleh penguasa kapitalis dan penguasa bersenjata
Cukuplah waktu mereka masih hidup leluhur di paksa dan di siksa oleh kapitalis VOC
Jangan lagi kapitalis mengganggu tempat peristrahatan mereka
Jangan lagi
Jangan lagi
Jangan lagi
Aku mohon

Kami tergusur, terhimpit dan merana
Kami terbuang dikampung halaman dan tanah leluhur kami sendiri
Kami menjadi pengemis di atas kekayaan dan dari para pencuri, perampok dan pembunuh
Kami menjadi tak berdaya
Inikah takdir hidup kami
Semuanya hanya DIA Sang Maha Kuasa.
Kepadanya Kami Serahkan.

Dengarkan keluh kesah para kaum tertindas yang lantang dan berani menyuarakan keadilan
Sertakanlah hati nurani kalian dalam memutuskan sebuah keputusan
Hargailah mereka yang tidak mau tetapi berkemauan tinggi agar kalian tenang ketika maut merenggut nyawa kalian.

Suara ini adalah suara dari mereka yang miskin, yang tak berpendidikan tetapi paham akan pendidikan
Suara ini tulus dari nurani fakir-miskin yang hari-harinya memimpikan, mengkhayalkan pendidikan setinggi langit dan seluas cakrawala
Lihat kami, dengarlah suara kami, kasihanilah kami yang terus di tindas.


TUHAN TELAH MATI

Ilustrasi Puisi
Ijinkan aku untuk menghadirkan makam Nietzsche
Sebagai kebenaran pikiran zarathustra
Bahwa Tuhan telah lama mati
Bersama matinya hati para penidur di dalam bangsa yang tertidur

Miskin adalah kata sampah bagi bualan mereka
Tuhan kata indah ucapan di atas mimbar penganut
Namun dalam bahasa kholbu para penyiar
Dompet adalah yang maha kuasa

Nietzsche terbangun dari dalam makam
Melantunkan syair merdu dalam kebijkan dan kabajikan
Hendakkah Tuhan kembali berreinkarnasi
Sejak mula dia telah lenyap bersama para atheisme

Tuhan bukan pencipta
Sebagaimana para santo mengakui kehadirannya lewat kesunyian
Tuhan bukan juga Tuhan
Sebab Tuhan bukan umpama

Tuhan bukan untuk kalimat sebagai Tuhan
Sebab pengklaiman selalu hadir jika kau reguk
Rumi bersuara di mimbar pena
"Agama kalian bukan agamaku, sebab jika satu kataku sebut, maka menghilanglah nilai yang kuyakini."

Sebagai orang yang beriman
Kita adalah hamba
Sedang di adalah pencipta
Yakinkan dalam hati bahwa dia bukan Tuhan
Melainkan dia Adalah Pencipta Semesta
Dia adalah sesuatu yang Bukan dari kata Tuhan
Sebab terlalu rendah jika kita mengatakan dia adalah Tuhan
Sebab batu juga pernah di sebut sebagai Tuhan oleh para penganut "Makimbi dan makamba"
Maka jangan lagi kau sebut ia sebagai Tuhan

Ilah itulah sebutannya
Sebagai bentuk tafsiran dari Tuhan
Namun Sujiwo Tedjo berkata dengan lantang
Esa itu bukan satu
Sebab itu hanya umpama untuk mempermudah penyebutan

Kau tau keyakinanku?
Tuhan telah mati adalah bahasa Nietzsche
Tuhan telah hilang adalah bahasaku
Sebab ia telah bersembunyi di dalam AKU

Di dalam diri manusia ada segumpal daging
Di dalam daging ada hati
Di dalamnya ada ilmu
Di dalamnya ada rahasia
Di dalamnya ada cahaya
Di dalamnya ada AKU
Kau tak akan paham dan kau tak akan mengerti
Maka terimalah
Bahwa kau tak akan pernah melihat ilahmu
Maka cukup kau yakini ucapan Nietzsche bahwa Tuhan telah mati
Atau Tuhan bersembunyi di dalam Dirimu kata ku

NALURI TERLARANG BERPAUT

Foto : ilustrasi puisi
Aku adalah semut kecil di antara ribuan jaring-jaring para pendosa
Yang menindas tanpa ampun dengan ribuan dogma dan jutaan paradigma
Melegitimasi diri dalam fase sempurna sebagai bagian dari belatung yang menjelma kupu-kupu

Loakkan di bawah kolong meja ikut tertawa menertawai
Terlibat dalam lelucon yang tak ku mengerti dari segimana yang menjadikannya jenaka
Hingga langsat di musim hujan di kerumuni belatung-belatung cantik
Yang empuk dan enanknya langsat menjadi busuk yang tak terlihat

Langsat itu ialah raksasa yang tertidur
Ia terbangun dengan ajian para kolega
Menghembuskan nafas yang begitu harum menyengat
Padahal sampah berserakan di dalam hati para pehembus

Bising dan riuh ucap mengucap
Selamat datang jua selamat tinggal
Naluri terlarang berpaut sesama
Semoga bahagia ucapku dari kejauhan

Bangsat ituuuuu
Bangsat itu bukan tak mau
Bangsat itu punya malu
Bangsat itu yang di palu
Bangsat itu yang duduk terpaku
Bangsat itu adalah aku

02 Desember 2018
Paruga Nae

KEARIFAN LOKAL YANG MULAI PUDAR DALAM BUDAYA BIMA

Lambang Daerah Mbojo
Mendalami tentang kultural budaya Bima di era milenial yang di pengaruhi oleh majunya peradaban globalisasi tentunya banyak hal dari Tradisi Budaya Bima yang kini mulai pudar dan sudah tidak lagi di jaga nilai keasrian, kemurnian dan nilai kearifan lokalnya. Penulis melakukan studi banding dengan menonton berbagai kesenian yang di tampilkan oleh beberapa sanggar yang ada di Kabupaten dan Kota Bima di berbagai acara kampus yang berada di Kota dan di Kabupaten Bima maupun karya-karya yang di suguhkan di dalam media youtube. Bahwa ada sesuatu yang di hilangkan dari nilai keasrian budaya tersebut dari hasil pantauan dan yang penulis analisis dari pengamatan film-film yang di buat tersebut adalah kecendrungan mengikuti arus global tanpa memperhatikan sesuatu yang merupakan buah Kultur asli, malah yang di hidupkan dan yang tercermin adalah sebuah  peradaban baru yang menghilangkan nilai etika dan estika yang selalu di hidupkan oleh para pendahulu dan para ulama yang telah menanamkan nilai garuda berkepala dua sebagai lambang dearah kita yang berlandaskan islam. Tentunya jika kita berbicara islam maka itu akan bermuara bagaimana tata krama dan tingkah laku yang di atur dan di jaga sedemikian rinci oleh aturan Al-qur'an dan hadist. Dalam hal perfilman ini tentunya adalah sesuatu yang perlu di apresiasi dengan baik, mengingat bahwa perkembangan teknologi tentulah tidak akan membunuh nilai peradaban dan budaya dan begitupun sebaliknya bahwa kultural budaya tidaklah bermaksud membuat kita berpikir primitif dan tidk menerima teknologi yang di subuhkan oleh peradaban modern.

Tapi itulah yang menjadi PR kita bersama, bahwa hasil gagasan dan ide yang di gagas oleh kumpulan atau komunitas tersebut adalah mulai menyampur baurkan perkembangan jaman dalam hal ini tentulah harus di sesuaikan oleh jaman sekarang. Tentunya ini bukanlah masalah karena di era milenial kita di tuntut untuk mencocokan nilai tradisi dengan peradaban yang kita hadapi sekarang ini. Namun ketika kita melihat dari sisi menghidupkan kembali nilai kearifan lokal dan tradisi budaya yang harus di hidupkan, tentunya sangat kontradiktif dengan nilai-nilai budaya yang telah di wariskan oleh leluhur dan nenek moyang kita. Nilai budaya yang seharusnya di jaga dan di rawat oleh masyarakat dalam hal ini adalah tanggungjawab besar bagi pemerintah daerah yang seharusnya memberikan seminar dan melakukan sosialiasasi kepada masyarakat, guna untuk tetap merat dan mencintai nilai warisan budaya, namun hanya satu dari ratusan nilai kearifan lokal yang di hidupkan dan juga hanya sebagian orang yang bisa mengadakan acara dan mengetahui nilai esensial budaya tersebut.

Dalam hal ini dari kacamata saya hanya melihat bahwa hanya satu budaya yang di hidupkan oleh    pemeritah yakni budaya rimpu, dalam hal ini tentunya kita ketahui bersama bahwa kemarin pada awal tahun 2018 di adakannya pertemuan besar dan reunian bersama yang di adakan oleh masyarakat Bima di jakarta tepatnya acara itu di selenggarakan di Monas, tentulah ini adalah sesuatu yang harus kita dukung bersama baha budaya bima bisa terekspos samai ke seluruh penjuru Nusantara, namun mari kita tengok lebih dalam lagi tentang bagaiman bima ini yang sesungguhya. Budaya-budaya yang bernilai sakral kini hanya menjadi cerita lama yangtak pernah di hiraukan kembali oeh khalayak ramai karena bupati kita saja tidak pernah mau memberikan perbupnya terkait pelestarian budaya tersebut. Contohnya, budaya gantao dan kapanca hanya di adakan oleh orang-orang elit saat melakukan pernikahan, kren banyak dari masyaratkat bia yang tidak mampu membayar guna melakukan acara ataupun ritual tersebut. Dan inilah yang menjadi ujuan saya kenapa budaya ini semakin tidak di hiraukan dan tidak di pedulikan terhadap pelestarian keberadaannya.

Selain itu ada nilai kearifan lokal yang mulai di lupakan oleh hampir semua masyarakat Bima bahwa nilai “Wanga Maju (Tanduk Rusa).”, yang sengaja di hidupkan oleh para leluhur sebagai warisan budaya, dan Budaya ini di hidupkan dalam bentuk setiap rumah haruslah di buatkan kayu/balok yang berbentuk seperti tanduk kijang yang baru tumbuh supaya kehidupan penghuni rumah tersebut kuat dan kokoh seperti kuatnya dan kokohnya tanduk tersebut. Namun bisa kita lihat sekarang bahwa gedung-gedung sengaja di bangun dalam bentuk modern, dan kayu yang sebagai nawacita dan falsafah warisan budaya tersebut kini mulai pudar dan nilai filosofisnya kini hanya sebagian orang yang mengetahuinya. Disini  ataupun tidak sengaja, tapi membunuh pelestarin nilai kearifan lokal budaya bima yang selama ini di jaga dengan baik oleh para leluhur kita.
Belum lagi tentang nilai falsafa bima “MAJA LABO DAHU” kini secara struktural di ganti oleh pemimpin daerah kita dengan gaya bahasa yang kita tidak mengerti nilai simbolisnya seperti apa. Bagaimana tidak nilai yang diturun temurunkan oleh leluhur kita di era ini di ganti dengan “BIMA RAMAH” agar elektabilitasnya tinggi, justru menghilngkan kalimat sakral yang di tulis oleh sejarah sebagai cerminan dan ciri khas orang bima. Di tambah lagi kantor Bupati dan Walikota sekarang dapat kita lihat sebagai masjid. Budaya bimanya entah kemana di bawa oleh pemerintahan sekarang.

Dalam hal ini tentulah peran kita sebagai generasi yang berperan aktif dalam bagaimana membangun dan menghidupkan kembali budaya kita yang mulai hilang dan mulai di lindes oleh kemajuan peradaban globalisasi yang secara masif membunuh nilai kearaifan lokal budaya daerah bima yang kita cintai bersama ini. Melalui studi yang coba saya rangkul ini sebagai bahan supaya kita sebagai generasi penerus budaya bima tentulah sangat di harapkan peran aktifnya. Karena yang kita ketahui bersama bahwa majunya sebuah negara dan daerah adalah tidak terlepas dari perjuangan generasi muda, dan terciptanya sebuah peradaban budaya yang di warisi oleh leluhur kita adalah bentuk kecintaan kita kepada sejarah. Karena bapakproklamator kita yang kita kenal dengan “Jas Merah”pernah berkata “Jangan lupakan sejarah”, dan juga mari kita cermati apa yang menjadi pernyataan Winston Churchill (1874-1965), perdana menteri inggris yang memimpin sekutu di era perang dunia II pernah berkata  “Makin lama anda melihat kebelakang maka makin jauh anda melihat kedepan."

Dari paparan di atas saya menyimpulkan bahwa setiap daerah yang menjaga nilai keasrian budaya daerah dan yang selalu mengingat sejarahnya adalah daerah yang mampu dan mumpuni membaca dan melihat situasi perkembangan jaman untuk kemajuan daerah tersebut di masa yang akan datang, maka dari itu, kembali kita mengingat lagi kalimat sakral ini “Jangan Lupakan Sejarah”. Dan hidupkan kembali Kearifan Lokal Yang Mulai Pudar.

KAU SAKIT KAWAN

Foto : Ilustrasi puisi
Langkah tergontai menahan kaki di bumi
Hentak tersentak lututmu goyah
Hendak apa yang masih kau sembunyikan
Hingga aksa tercerai saat imaji ingin terangkai

Rembulan sephiakan wajah langit
Gemintang bercayaha di antara warna buram
Hendakkah gunung tertunduk pada satu purnama
Pastilah rindu bukan lagi tentang penantian

Aspal licin kini menjadi kubangan
Banjir bandang lalu membiarkan itu terjadi
Bersama cerai luka yang tersemai dalam hubung
Kini pecah menjadi mimpi yang sangat mengerikan

Lukaku lukamu luka kita kawan
Namun masih jua kau pendam dalam sendiri
Hingga kerut nampak di sekujur muka
Enyahkan aura jiwa suci perjuanganmu

Kau masih sama kawan
Dalam mataku ada biru yang ku semai untuk depanmu
Namun kau pergi memilih jalan sunyi
Entah luka apa yang kau tawar pada nasibmu

Kau masih muda kawan
Belum cukup umurmu untuk mengkerut
Membelai wajah kusut atas hinaan nasib
Kau masih tetap sama dalam paruh waktu

Tersemai doa dalam ujung malam
Iyakan sakit yang sedang kau pendam
Semoga lekas semoga lepas
Agar beban masa silam hilang dalam dekapan kenangan

Luka apa yang pendam kawan?
Masihkah kau rawat itu
Hingga langit masih merana
Meratapi sedihmu dalam bingkai nostalgia

Kau sakit kawan
Bangunlah
Bangkitlah
Meski tak tau dimana kau bersembunyi

Pulanglah