Keheningan Kalimat Suci

Foto : ilustrasi tulisan
Tengadah tengah memanjat langit
Menyeka bulir butir embun cahaya
Menyemai Nostalgia yang tengah nelangsa
Pada jiwa kini ia terpendam gundam

Rembulan menata diri
Dalam sunyi yang tak ingin bergeming
Gema gemuruh bak halilintar
Memecah keheningan dalam merangkai kalimat suci

Langit kini gelap
Sehampa senyummu yang kini tak lagi memberi seutas cahaya
Merenggut diri hingga tak menjumpai diri
Bahkan tersadar jiwa ini tak jua sadar

Jiwa-jiwa hampa
Terengah-engah di ujung pena
Merajut aksara di saat badai menerpa
Kasihan sekali jiwa pendamba

Terjungkal-jungkal di sudut-sudut Menara
Terpisah terhalang Gedung-gedung birokrasi dan perpus kota
Kini hanya asa yang masih tersimpan
Kenangan dan senyuman biarkan hilang bersama jalan-jalanan
Ginanjar Gie
14 Maret 2013
Pena langit di bumi sanggili nggoi


Sajak DAM LAMBU (Diwu Moro)

Foto : Ginanjar Gie

KISAH DAM LAMBU (Diwu Moro)
1.
Gemercik air berderu syahdu
Senandung kidung mengalun haru biru
Menandakan alam tengah menyapa parau
Sebab hujan kini membasahi perut pertiwi yang telah lama kelu
2.
Ular gunung menipu kerbau
Menjerit korban dengan suara pilu
Sebab alam kini telah dihiasi dengan arang dan abu
Gunung-gunung kini hitam akibat ulah si pemburu
3.
Pemburu itu tengah menanam bibit bencana
Jagung emas menjajikan banjir yang akan melanda
Bersiap-siaplah wahai anak manusia
Kita akan punah akibat keserakahan nafs (jiwa)
4.
Datanglah mala petaka
Tuhan kita tuntut di ujung bencana
Sementara kita adalah awal mula semua
"Telah tampak kerusakan dibumi akibat ulah manusia"
5.
Lihatlah kembali
Dulu sebelum nafsu menjulang tinggi
Alam damai tiada di gubris oleh penghuni
Hutan-hutan rimba sumber mata air kehidupan sehari-hari
6.
Lihatlah kini
Kita tak ada lagi yang peduli
Tanam seribu pohon hanyalah wacana dan bualan janji
Akibatnya pengrusakan kerap terjadi
7.
Elit-elit telah menebar janji
Bahwa hutan rimba yang telah menjadi suram akan direboisasi
Tapi kini cobalah tengok di menara yang paling tinggi
Semua itu hanyalah bualan ilusi
8.
Kasihan Bumi kita
Ia kini tercemari oleh para pendusta
Rakyat kini dibikin buta
Penguasa semakin merajalela
9.
Mereka tengah menangis
Meminta kepada tangan kekar agar tak lagi membakar habis
Biarkan mereka tumbuh berbaris-baris
Dan jangan lagi membabatnya dengan sadis
10.
Pepohonan kini bergerak sayu
Tertiup angin lembut merasuk khalbu
Awan-awan tengah beruntai di senja kelabu
Sebab hitam kini tengah menikam bak pisau
11.
Kini Murid-murid tak lagi peduli apa katamu
Mereka telah paham dan berbusung dada dengan kata lampau
Akibatnya adalah adab tercemar dan menjadi abu
Lalu di buang di hamparan samudera biru
12
Wahai sang guru yang budiman
Tanamkanlah nilai etika dan estetika untuk peradaban
Sebab generasi rusak merusak moral kehidupan
Maka ajarilah dengan menanamkan nilai kehidupan
Ginanjar Gie
13 Des 2019
Kec. Lambu
^Kopi_kenangan

Syahwat Cinta

Foto : ilustrasi puisi
Aporia yang membuat apopleksi
Atas fragran dari setiap inci tubuhmu
Hingga netra tak mampu berkedip
Menjelma sukma ingin menjadi pandir

Hendak membuat sang kiri sibuk mencatat
Saat lolongan malam bersama lengkingan jangkrik
Menghiasi bunyi katak-katak sawah
Saat menunggu lawan jenis ingin bersenggama

Syahwat cinta pada tubuh molek
Merah padam lesung pipi dan jua puting
Ia adalah jurang dosa nista
Ah persetan nikmat masih yang utama
Ginanjar Gie
^Kopi-kenangan

Pelangi Di Hari Senja

Foto : kekeringan di Bima
Cukup lama hujan deras mendera
Suara air tumpah tak juga mereda
tepat dimana tempat sekarang ku berada
memeluk nasib dalam dekapan lara,
ahhh. ini luar biasa
kali ini baru kulihat pelangi yang mempesona
membelah jiwa, dalam rintik air yang tertata
yang tak pernah ku lihat sejakku di ibukota
sempurna
Tuhan memang tak ada duanya
saat hati terbelenggu derita
ia mengirim gumpalan warna
di atas langit ia tampil tanpa cela
memberi isyarat agar aku berdoa
mengucap syukur atas nikmat yang ada
pelangi di hari senja
penawar hati yang tengah terluka
pemberi semangat ketika sesak terasa di dada
penghapus pilu yang melanda
#Dulu sekali
#senja
17.28
06 januari

Keluhku

Foto : ilustrasi puisi
Rindu yang terlarang
Di sudut mata yang memandang
Menjelma dendam pada kisah yang malang
Hingga tercipta perasaan yang tergenang

Tanpa tempat kini menjadi kubangan
Membuyar semu semua kenangan
Hilangkan Senyum pada tiap jiwa yang ingin bahagia
Bersama untaian yang tak sempat beretorika

Langkah kini gontai
Kata-kata sakit sakti tak mampu teruntai
Pada siapa tersisipkan sepi
Sementara semua tepi adalah tebing bagi puisi

Ahhh
Celah
Keluhku
Peluhku
Dingin dan senyap di sudut ini
#kombieee
#edempa
Ginanjar Gie
15Januari 2020
^Kopi_kenangan
Pena langit di balik awan