SATU HARI NANTI

Foto : ilustrasi puisi
Sekali lagi kutulis satu dua bait semacam puisi untuk meraih kepalamu yang agaknya mulai menghilangkanku, tapi kata-kata selalu berhenti di tengah-tengah paragraf untuk menagih satu jantung yang pernah kujanjikan akan memberi nyawa barang beberapa denyut. Itu adalah jantungmu; denyutmu; perasaanmu; atau apa saja tentangmu yang pernah kau hadiahkan padaku.

Satu bait lagi lahir, merengekkan kehampaannya. Aku mencari ke seluruh penjuru kamar, barangkali ada senjata yang tertinggal—entah itu tetes tinta atau kusamnya buku puisi. Namun aku tidak menemukan apa-apa, hingga pada esoknya aku menatap matamu lalu menyadari; bahwa di kedalamannya, ia merampungkan rumpangnya puisiku.

Sorak sorai tergelar di lidahku. Aku merayakan kelahiran utuh puisiku dalam tubuhmu. Pada kau; tangan yang menggenggam, mata yang menyelam, lidah yang menyulang, juga pada kaki yang menyilang, kutemukan semua yang diagung-agungkan para penyair.

Aku bermimpi akan kebahagiaan dan lagi-lagi kutemukan pada senyummu.
Aku menginginkan kesepian dan kelukaan, dan ya, segalanya ada padamu.

Setelah semua ini, aku berjanji untuk berjuang melewati semua yang berat. Semoga jarak berkenan untuk segera dilipat, sebab rindu kita sudah tanak, sudah ranum, sudah siap untuk diruahkan.

Maka tunggulah sebentar lagi, hingga satu hari nanti aku tiba di pelukanmu; merengekkan hari-hari yang pelik saat tanpamu.

Dan pada hari itu, akhirnya,
aku punya kau untuk menenangkanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah mengunjungi dan mensuport halaman kami kk