SULITNYA MENULIS PUISI

Foto : penulis puisi
Puisi
Ku coba untuk merangkai mu
Namun aku selalu gagal untuk merangkai bait-bait hampaku

Itu semua tidak membuatku patah semangat untuk mencoba merangkai lagi
Merangakai sebuah kalimat yang bisa mewakili isi hatiku

Meski merangkai mu adalah hal tersulit yang pernah ku rasakan
Bagaikan menguras air laut yang tak akan mungkin satu orang pun mampu mengurasnya

Namun ku terus mencoba
Menggali semua lekukan aksara
Merangkai bait bait
Aku harus semangat

Terus
Terus
Terus
Dan terus mencoba
Untuk merangkai puisiku

Ah......
Semua hanya sia-sia
semua hanya membuatku pilu
Ku akui diriku memang tak mampu untuk merangkai mu unuk ku jadikan puisi yang indah

Ribuan kertas telah menjadi korban dari tinta hitam yang pernah ku tuangkan tuliskanku
Kesucian dan kemulusan kertas telah terjinahi oleh tinta-tinta nistaku

Semua itu hanya sia-sia
Semua itu hampa
Karena kenyataan yang harus ku terima dengan lapang dada
Bahwa diriku memang tak mampu untuk merangkai mu wahai puisi

Penulis : Ainun
Editor : Ginanjar Gie

PEREMPUAN MELAWAN

Foto : penulis puisi
Perempuanku
Kau sosok pejuang kuat
Bangkitlah dari keterpurukan paham kuno
Melawan tanpa batas waktu
Bangkitah dan terus bergerilya walaupun kau dianggap liar
Karena kaulah tonggak kehidupan bangsa

Perempuanku
Kaulah sosok revolusi yg dirindukan
Sosok yang di cintai dengan keanggunanmu
Sosok feminis bak Lelaki kuat berotot kawat
Sosok yang selalu dikagumi ketika benih revolusi tertanam dalam Jiwamu
Ketika revolusi bergelora di auramu
Maka seks candu bagi para pejuang
Akan bergelora menggairahkan nafsu perjuangan yang agung

Perempuanku
Jangan ragu untuk melangkah
Jangan ragu untuk mendobrak segala bentuk pembungkaman
Pembungkaman suara dan gerakanmu adalah penjajahan jilid setan
Maka bangunlah dari setiap kalimat bisikan yang meniduri asmaramu
Lenyapkan dirimu dari setiap dinamika kehidupan yang menghukum nuranimu
Kau adalah tangguh yang tak terjewantahkan

Perempuanku
Jangan ragu untuk menyampaikan segala unek yang membatasi
Hingga terlahir penindasan baru bagimu
Bangun.!!
Bangkit..!!
Dan katakanlah siap melawan

Saat gerakanmu dipangkas lewat pingitan
Di bungkam dengan hukum patriarki
Di batasi dengan hukum kuadratmu
Maka ingat dan yakinlah
Suatu kemerdekaan hanya akan bisa kau raih
Hanya dengan kebebasan berpikir dan kebebasan berekspresimu

Bangkitlah
Jika kau tak bisa dengan gerakan dialam bebas kau tak mampu memerdekakan dirimu
Maka lawanlah dengan tulisan tangan lembut mu
Buatlah kemerdekaan dan kebebasan mu untuk berekspresi
Karena aku percaya perempuanku
"Habis gelap terbitlah terang"

Perempuanku
Kau tidak sendiri
Kau hidup bersosialisasi
Kau hidup di kerumunan orang
Jangan lengah
Ketika sendiri kau tak mampu bangkit
Maka marilah kita bergandengan untuk merebut Kebebasan secara bersama.

Penulis : Aitha Lestari
Editor : Ginanjar Gie

MAYAT BERGELETAKAN DI UNDATA

Foto : ilustrasi puisi
Putung rokok sisa semalam masih tersimpan rapi di atas asbak
Aku baru saja terbangun dari tidur siang yang malamku terlelap saat subuh
Bangun mengambil sehelai kertas
Ku selipkan doa di tumpukkan aksara
Hingga terwujud frasa-frasa tanpa makna

Putung rokok kembali ku intai satu demi satu
Mungkin tersisa satu senti perbatangnya
Lalu kembali ku bakar dengan isapan dua jari yang hampir terbakar
Sebab pegangan tak lagi jauh dari bara

Panas
Panas jari saat api mendekat di ujung busa rokok
Panas hati ketika si miskin mendaftarkan diri jadi teman setia
Panas matahari tanpa pamrih membakar mati kulit pengulung di tepi jalan
Panas bumi mengguncang barat NTB Timur indonesia
Sementara dingin air dalam dunia pendidikan tenggara tak ada yang mau bercerita

Mayat-mayat bergelatakan
Tak terlihat si kelurga menyapa
Hilang raut di timpa busuk
Media pun tak ada yang liput
Kemudian luput

Masih tetap pada putungan rokok
Uang seribu tinggal di saku celana
Kopi hitam masih kurang lima ratus
Entah bagaimana berbicara dengan si pemilik kios.

Si miskin tanpa rokok
Si miskin tanpa keluarga
Si mayat tanpa kuburan
Si mayat tanpa di indahkan
Di depan UNDATA tertumpu busuk yang menyengat
Tanpa keluarga
Tanpa makam
Tanggal tertinggal di samping ruangan gawat darurat
Hingga busuk menyengat hidung di ujung malam
Kuburkan saja
Mereka telah ikhlas untuk di makamkan


LINGKARAN SETAN

Foto : ilustrasi puisi
Duduk melingkar adalah tanda kebersamaan bukan?
Di sekret organisasi adalah mereka yang bercerita tentang marginalisasi
Di halaman kampus kejuruan bercerita tentang intenal yang harus di perbaiki
Di jalanan adalah mereka bercerita tuak mana yang lebih enak untuk di nikmati yang kemudian menikmati perkara langit.

Ah sudahlah tak usah berbicara tentang lingkaran setan
Sebab itu hanyalah semboyan batasan bagi setiap perkumpulan
Tak ada yang sama
Hanya segelintir orang yang berkecimpung di dalamnya saja yang di anggap
Sementara aku menulis dengan dua lensa yang melingkari kedua mata

Aku tengah menghayal
Bersama asap ngepul yang keluar dari tiupanku
Masih tetap dalam putaran lingkaran
Sementara rokok di tangan sudah hampir habis
Meninggalkan putungan yang siap di buang

Lingkaran itu masih tetap indah dan terus merangkul tangan persatuan
Di tengah senja yang ingin menghilang
Dari surau adzan berkumandang
Masih lingakaran tetap terlingkar

Indahnya persatuan
Tapi aku tak mungkin bersatu
Sebab aku bukan bagian dari siapa-siapa
Yang menyatukan diri dalam tiap lingkaran tersebut

Yayaya
Masih tetap soal lingkaran
Lingkaran di bawah naungan satu komando
Komando yang memenjarakan kemerdekaan diriku
Yang tak punya nilai di mata pendidikan

Aku bukan bagian dari lingkaran tersebut
Dan aku merdeka

HIKAYAT SUARA ALAM

Foto : penulis
Dengan sejuta diam yang kau tawar
Sekulum senyum yang terpendam
Seribu harap tak sampai
Sekian duri tertanam
Serangkai bait tersirat
Semua kamu ku rangkai
Seraut wajah bertabir
Kepalsuan datang menimpali
Merasuk bak kesurupan di dalam surau
Terpental terdengar suara adzan
Jiwa pitam naik murka
Di rukiah oleh ayat suci
Menerima balasan setimpal kesakitan
Ia terbuai dalam alunan magadhir
Cinta sempoyongan pada insan
Berlaku jua tawaran si dukun tua
Jampe-jampe dari sari manusia mati
Meramu ghoib dalam darah yang mengalir
Menjumpai suara hikayat alam
Bahwa langkah kaki adalah tumpuan pijakan
Hilir berganti papas memapas
Lari meninggi di tangga tanpa anak
Entah napas kemana jua ku tak tau
Nadi berdenyut selaksa sonar terpancar
Dalam konduktor ada muatan positif
Hilang negatif aliran listrik mengalir di keduanya
Lalu hadir api dalam gesekan kedua
Ia menjadi sesuatu yang ganas
Terenggut pula sampah terbakar
Lalu tumbuh kembang bunga trotoar
Hadir di tangan seorang gadis belia
Bahwa mimpi akan terbeli jika kehormatan di jual
Ia bermimpi di sudut sepertiga
Datang perjaka ulung melantunkan syair merdu
Dalam dunia tak perlu merasa besar
Sebab hikayat tanah tetap tempat tertumpu semua
Adab alam akan mengikuti tafsiran ayat
Taubat nasuha adalah ujung tombak dari kehitaman
Maka lantanglah seru perlawanan
Menuju mimbar keEsaan sang ilahi
Kita mencuci suci yang ternodai
Hingga lebur hitam hilang tanpa tumbuh
Suci itu ialah bayi yang baru terbuang
Dari rahim jadah yang tak dapat pengakuan
Kemudian tercermin dunia telah tua
Hingga bencana datang tanpa syarat
Aku harus pulang kepangkuan
Menuju kebenaran hakiki
Menuju kepada sang pencipta
Di dunia dan di akhirat