MAYAT BERGELETAKAN DI UNDATA

Foto : ilustrasi puisi
Putung rokok sisa semalam masih tersimpan rapi di atas asbak
Aku baru saja terbangun dari tidur siang yang malamku terlelap saat subuh
Bangun mengambil sehelai kertas
Ku selipkan doa di tumpukkan aksara
Hingga terwujud frasa-frasa tanpa makna

Putung rokok kembali ku intai satu demi satu
Mungkin tersisa satu senti perbatangnya
Lalu kembali ku bakar dengan isapan dua jari yang hampir terbakar
Sebab pegangan tak lagi jauh dari bara

Panas
Panas jari saat api mendekat di ujung busa rokok
Panas hati ketika si miskin mendaftarkan diri jadi teman setia
Panas matahari tanpa pamrih membakar mati kulit pengulung di tepi jalan
Panas bumi mengguncang barat NTB Timur indonesia
Sementara dingin air dalam dunia pendidikan tenggara tak ada yang mau bercerita

Mayat-mayat bergelatakan
Tak terlihat si kelurga menyapa
Hilang raut di timpa busuk
Media pun tak ada yang liput
Kemudian luput

Masih tetap pada putungan rokok
Uang seribu tinggal di saku celana
Kopi hitam masih kurang lima ratus
Entah bagaimana berbicara dengan si pemilik kios.

Si miskin tanpa rokok
Si miskin tanpa keluarga
Si mayat tanpa kuburan
Si mayat tanpa di indahkan
Di depan UNDATA tertumpu busuk yang menyengat
Tanpa keluarga
Tanpa makam
Tanggal tertinggal di samping ruangan gawat darurat
Hingga busuk menyengat hidung di ujung malam
Kuburkan saja
Mereka telah ikhlas untuk di makamkan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah mengunjungi dan mensuport halaman kami kk