AKU ADALAH SI GILA YANG KALIAN KUCILKAN

Aku tunjukan karyaku agar kalian mengakui, namun kalian tetap menganggap aku tak pernah ada.
(sumber gambar : penerbit specta)
Aku adalah si gila yang kalian kucilkan
Bahkan terbahak-bahak tawa dari mulut racun hinaan itu
Masih selalu ku ingat semuanya
Semaumu berkata tanpa peduli

Aku berusaha hadir dalam satu karya
Mencipta kalimat agar tak tertindas oleh jaman
Namun tak ada jua hati bahkan mata yang mau melirik
Atas sebuah perjuangan ku melawan ketidakadilan hidup

Keluarga
Kata yang terucap dari bibir yang berucap disaat tubuh menggigil
Merawat sendiri luka yang kesekian tersayat di lubuk mimpi
Hingga lahir kata satu setan puduli iblis pun tidak

Aku berkarya
Berusaha menaklukan semua hati para keluarga
Namun harap hanya sebuah aksara
Pelengkap mimpi di ujung senja sebelum pekat

Melalang buana mimpi yang terbeli namun tak pernah laku
Terpaksa ku jual semua harga bahkan harga diri
Agar semua bisa menjadi semboyan untuk bisa menyamai
Kedudukan di mata mereka yang telah menjadi raja

Aku menulis dengan air mata yang terjatuh di ujung bibir
Dengan segala kenangan pahit yang tertoreh
Aku menyemangati diri tuk tetap berdiri pada keyakinan diri
Meski semua orang adalah orang lain

Aku muak
Aku si gila tengah menangis
Meratapi luka sejak jejak tertinggal ayah
Hingga luput sang kasih yang tertanam dalam darah
Menjadi bunga pelengkap silsilah ucapku di ujung air mata

Aku kembali menemui semua
Menawarkan diri untuk menduniai semua kemelaratan hidup
Menjadi sesuatu yang terpandang dari erupsi waktu
Namun kalian kamu bukan juga bagianku

Akulah si gila yang sakit
Berusaha bangun dari setiap luka yang kalian toreh
Berusaha mengingat semua untaian indah di ujung bibirmu
"Jangan harap aku akan memanggilmu dan menganggapmu sebagai adikku lagi" ucap bibir indah itu
Masih selalu ku semai dalam pikiranku

Aku bangkit mengungkit
Namun tak kuasa memisahkan darah yang melebur menjadi nanah
Aku paksa menerima
Hingga setiap sejawat yang datang bertanya
Ku ucap saja dia adalah kakak kandungku

Masih bersama ingatan yang lumpuh
Si gila yang sakit bergeming dalam diam yang tertata
Menggurat pena kehacuran jiwa di dalam sepinya malam
Hingga terdengar sayu adzan subuh di telinga
"Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar" terucap tanpa sadar

Ibuku
Rumahku
Ya rumahku
Hanya rumah yang menawarkanku untuk kembali
Menyemai kembali mimpi menjadi si miskin yang tertindas
Merajut kembali kalimat ocehan gila dari para kolega
Yang merasa tinggi dengan segudang harta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah mengunjungi dan mensuport halaman kami kk