Wahai Yang Telah Menggetarkan Hati

Foto : ilustrasi Puisi
Wahai Sang Surya
Aku kini tersayat luka
Luka lebam tanpa obat
Sebab tatapannya adalah air mataku yang tak mampu tersekat

Wahai cahaya yang mengutuk dingin
Peluklah jiwaku pada satu kolosal
Sebab siang adalah kehangatan
Dan malam adalah kedinginan dalam kebencian

Wahai sang rembulan
Cukupkah keaangkuhanmu menghiasi malam
Sementara di sini
Jiwa merinding dalam pekat

Cukuplah bintang gemintang yang menemanimu
Menghampirimu dalam kemegahan semesta
Sementara kesunyian disini menyatu di tubuhku
Membelai ubun terkungkung dalam nestapa yang tak berkesudahan

Wahai rembulan sang malam
Cukuplah indahmu yang di nikmati segala semesta
Sementara jangan tenggelamkan wajahnya di pikiranku
Sebab jika ia tiada maka tak ada lagi alasanku untuk hidup dan melanjutkan hidup

Wahai yang telah menggetarkan jiwa
Tolong dengarlah pendengaranmu yang tuli
Atas langit yang kau teduhi
Adalah segala Doaku yang ter-rapal untuk memeluk dan mengasihimu dengan segala cinta
Gie
19 Maret 2020
^Kopi_kenangan

Reboisasi Adalah Cita-cita Bersama

Foto : ilustrasi puisi
Akan aku pungut bunga di persimpangan jalan
Ku semai dengan kasih
Ku pupuk dengan kenangan
Ku berikan kehidupan yang akan membuahi pepohonan

Yang terkasih telah berucap
Pepohonan hendaklah lestari
Tanpa buah ia adalah ketiadaan fungsi
Lanjutkan oksigen yang di hirup dengan campuran opium
Tugas fotosintesis telah usai
Luapkan saja segalanya dengan cinta

Siramilah
Air itu adalah rahmat
Maka rawatlah sebagai penulak balak bencana
Sebab reboisasi adalah cita-cita bersama
Agar tercipta alam yang damai
Tanpa panas tanpa dingin
Tanpa penebangan liar nya hasrat nafsu setan
Para manusia yang hanya mementingkan kantong dan saku pribadi

Lihatlah dengan seksama
Hutan-hutan adalah jantung kehidupan
Sementara jantungmu menghirup asap-asap polusi mesin-mesin ulah manusia

Jangan buta
Lihatlah bunga di tumpukan sampah
Bunga di pinggir jalan sedang membutuhkan air kehidupan
Maka laksanakan program Tuhan
Sayangi mahkluk niscaya alam akan memberimu ketenangan dan semesta akan memberimu kebahagian
Yakinlah.
Ginanjar gie
06 Oktober 2019
^Kopi_kenangan

Berharap Hadirmu Dalam Tiap Istikharahku

Foto : ilustrasi puisi
Ada cerita disini
Disisi sunyi tempat hamparan sajadah merapal Doa
Dalam kholbu para pecinta 1/3 malam
Semoga teraksa semua asa

Dalam munajat suci yang ter-ingin
Dalam balutan sukma yang tengah terengah
Berkelana ke penjuru antero
Berkawan bintang sang pecinta terdiam diatas hamparan sajadah

Pada satu waktu dimana indah masih-lah belia untuk sebuah hubungan
Kau dan aku hilang dalam kabar
Kau kemana?
Aku dimana?

Kenang
Kini ku bersandar pada satu
Meramu kalimat-kalimat suci pada tiap putaran butir tasbih
Bulan bintang turut jua berdzikir di kedipannya
Teriring doa dalam hitamnya lilin
Terucap jelas kian bergema
Berharap hadirmu dalam tiap rukuk istikharahku

Bahwa kita tak akan sampai tanpa peduli pada masa lalu
Bahwa kita tak akan lagi berpaut jika masih saling menjauh
Bahwa kita akan tetap terkungkung dalam nestapa
Jika satu kata kenangan kau buang percuma dan tak berusaha untuk mengingat dan saling ingin kembali menyumbuinya
03:21
18 Maret 2020
Ginanjar Gie
Pena langit di Bumi sanggili nggoi
^Kopi_kenangan



Keheningan Kalimat Suci

Foto : ilustrasi tulisan
Tengadah tengah memanjat langit
Menyeka bulir butir embun cahaya
Menyemai Nostalgia yang tengah nelangsa
Pada jiwa kini ia terpendam gundam

Rembulan menata diri
Dalam sunyi yang tak ingin bergeming
Gema gemuruh bak halilintar
Memecah keheningan dalam merangkai kalimat suci

Langit kini gelap
Sehampa senyummu yang kini tak lagi memberi seutas cahaya
Merenggut diri hingga tak menjumpai diri
Bahkan tersadar jiwa ini tak jua sadar

Jiwa-jiwa hampa
Terengah-engah di ujung pena
Merajut aksara di saat badai menerpa
Kasihan sekali jiwa pendamba

Terjungkal-jungkal di sudut-sudut Menara
Terpisah terhalang Gedung-gedung birokrasi dan perpus kota
Kini hanya asa yang masih tersimpan
Kenangan dan senyuman biarkan hilang bersama jalan-jalanan
Ginanjar Gie
14 Maret 2013
Pena langit di bumi sanggili nggoi


Sajak DAM LAMBU (Diwu Moro)

Foto : Ginanjar Gie

KISAH DAM LAMBU (Diwu Moro)
1.
Gemercik air berderu syahdu
Senandung kidung mengalun haru biru
Menandakan alam tengah menyapa parau
Sebab hujan kini membasahi perut pertiwi yang telah lama kelu
2.
Ular gunung menipu kerbau
Menjerit korban dengan suara pilu
Sebab alam kini telah dihiasi dengan arang dan abu
Gunung-gunung kini hitam akibat ulah si pemburu
3.
Pemburu itu tengah menanam bibit bencana
Jagung emas menjajikan banjir yang akan melanda
Bersiap-siaplah wahai anak manusia
Kita akan punah akibat keserakahan nafs (jiwa)
4.
Datanglah mala petaka
Tuhan kita tuntut di ujung bencana
Sementara kita adalah awal mula semua
"Telah tampak kerusakan dibumi akibat ulah manusia"
5.
Lihatlah kembali
Dulu sebelum nafsu menjulang tinggi
Alam damai tiada di gubris oleh penghuni
Hutan-hutan rimba sumber mata air kehidupan sehari-hari
6.
Lihatlah kini
Kita tak ada lagi yang peduli
Tanam seribu pohon hanyalah wacana dan bualan janji
Akibatnya pengrusakan kerap terjadi
7.
Elit-elit telah menebar janji
Bahwa hutan rimba yang telah menjadi suram akan direboisasi
Tapi kini cobalah tengok di menara yang paling tinggi
Semua itu hanyalah bualan ilusi
8.
Kasihan Bumi kita
Ia kini tercemari oleh para pendusta
Rakyat kini dibikin buta
Penguasa semakin merajalela
9.
Mereka tengah menangis
Meminta kepada tangan kekar agar tak lagi membakar habis
Biarkan mereka tumbuh berbaris-baris
Dan jangan lagi membabatnya dengan sadis
10.
Pepohonan kini bergerak sayu
Tertiup angin lembut merasuk khalbu
Awan-awan tengah beruntai di senja kelabu
Sebab hitam kini tengah menikam bak pisau
11.
Kini Murid-murid tak lagi peduli apa katamu
Mereka telah paham dan berbusung dada dengan kata lampau
Akibatnya adalah adab tercemar dan menjadi abu
Lalu di buang di hamparan samudera biru
12
Wahai sang guru yang budiman
Tanamkanlah nilai etika dan estetika untuk peradaban
Sebab generasi rusak merusak moral kehidupan
Maka ajarilah dengan menanamkan nilai kehidupan
Ginanjar Gie
13 Des 2019
Kec. Lambu
^Kopi_kenangan