TENTANG YANG HILANG

Foto : ilustrasi puisi
Semua berlalu tanpa makna
Seseorang yang terharap jadi pelipur lara
Kini pergi meninggalkan luka
Memberi sakit sesakti Bara

Bermula pada ambisi
Ingin memiliki cinta dari sang tambatan hati
menjadikan diri terbunuh sepi
lalu lalang begitu ia tetap pada pelukan sunyi

Mendekapku dalam penantian abadi
Berharap abdi menjadi sisi pembaringan hati
Atas rasa yang kian menjadi
Menjadikan diri ini sebagai sanduran hati

Sungguh
Kau berlalu tanpa kata
Kabar tiada ada
Kemana kamu aku tiada
Tau apa tentangmu sama siapa

Tolong
Lihatlah
Palingkan pandangan untuk sekedar menoleh
Ada hati di sini yang tengah menanti
Bersamamu hadir sebagai pelipur lara

Datanglah
Buatlah rangkaian kataku menjadi bermakna
Karena Puisi ini ku tulis untukmu
Untuk hatiku yang telah di culik sepi
Atasmu yang pernah singgah lalu pergi

Lihatlah
Serangkai kata kini telah menjadi Rima
Menuangkan segala pilu kenangan yang ada
Jauh sudah telah ku tempuh masa
Menjalin cinta di atas bahtera
Namun kini telah tenggelam di dalam samudra
Bersama irama jemari dalam karya

Setalah sekian luka yang telah terawat dalam hari-hari yang di lewati
Kini aku mulai ber-intuisi
Untuk krhadiran secara utuh dalam pikiranku juga dalam hidupku
Harapku
Gie
10 September 2019
^Kopi_kenangan

Kenalan Di Dunia Ghoib

Foto : ilustrasi puisi
Dalam malam yang gelap, kulewati hutan-hutan kota yang telah tersulap menjadi tempat muda-mudi bermadu kasih.
Ku temui seorang gadis yang memanggilku dengan siulan mesra di balik batang pohon lebat, sedang aku adalah pemyda kolot yang baru saja pindah ke kota.
Aku mendekati arah gadis yang bersiul dengan mesra, bersama keberanian yang terkumpul sedari tadi dengan rasa gemetar ku selami tangannya, dengan wajag yang di pasang se so sweet mungkin.
"Ujang" ucapku sambil menyodorkan tangan kepada gadis tersebut.
sang gadis menjaeab dengan suara yang seakan mendesah
"Laras"
Percakapan dimulai, dari sabang sampai merauke habis sudah di bahas, lalu kami terdiam karena telag kehabisan kalimat untuk di bicarakan.
Si laras kbali membuka suara dengan nada yang sedikit dipadukan seperti para penyanyi Jazz
"Ujang nama panjangnya apa"
Dengan sedikit tersipu coba ku rangakai maksud pertanyan, yang kemudian ku tepis dengan mimik muka yang mengajak untuk bercanda.
"Bujangan ras" jawabku
Laras tak mau kalah, rupanya ia lagi sensitive, tanggapannya sangat menakutkan hingga bulu kuduk mulai berdiri.
Ia tak segan membuka sabuknya sambil memasang muka garang yang seajan melahap, kemudian berkata.
"Laras panjang" Sambil memperlihatkan senjatanya di balik selangkangan.
Perasaan takut yang tak terduga menyerang diriku, keringat dingin berkucuran di malam dingin membasahi bajuku. Dengan seribu alasan tanpa pikir panjang yang melebihi laras panjang mengambi langkah lalu berlari.
Laras tak mau kalah, ia mengejarku dengan senjata yang tak kembali di masukan dalan sarung, lalu berteriak "jangan lari" sambil mengejarku dan terus mengejar.
Aku kelelahan, tak ada tenaga, tak ada ide, dalam situasi gawat darurat bahkan melebihi tanda plus yang ada di atas ruang operasi.
Laras masih berteriak sambil mengejar dari belakang, sedang aku telah masuk kedalam semak-semak berduri guys.
Malam gelap yang hanya di tertawakan oleh bintang, si laras yang tengah mengejar dan terys mengejar berada di belakangku, aku terus berlari, di tengah nafas yang tersengal-sengal, konsentrasi rada buyar, aku berlari dengan kecepatan tinggi hingga membawa aku pada jurang kematian.
Aku terjatuh dan berteriak minta tolong dengan suara yang lantang. Kemudian aku terbangun dengan suara yang masih tergaung dalam ingatan juga gerakan mulut.
06 September 2019
Ginanjar_Gie
^Kopi_kenangan

Sedang Tak Ingin Menulis

Foto : ilustrasi puisi
Sedang Tak Ingin Menulis
Oleh : Pena Langit

Jauh ku lampaui waktu
Di sudut bibir-bibir pantai telah tertelanjangi
Samudera lepas landas dalam tabir cadas
Vulkanik menyapu lazuardi di sudut lima
Mata kepala jadi saksi
Mata hati jangan ditanya...!!!
Kemuskilan memutar waktu menjadi tombak nestapa
Ketakutan mengungkap tabir menjadi tonggak-tonggak tua yang tak ternila
Ketakutan akan rasa mengiba nasib dalam-dalam
Ketakutan pada wajahmu menghukum nurani kemerdekaan
Laungkan kata pada kataku
Aku ingin menikmati gerak bibirmu
Dalam satu lafaz cadel satu huruf
Mim-pi dan harapan adalah pertemuan
Asa
Masih jauh
Sangat jauh
Jauh langkah
Jauh mimpi
Jauh kata
Jauhilah bisa bisa-bisa
Sebab luka yang terawat dengan diam akan berbuah dendam yang menyakitkan
Memberi seribu peluang untuk dekat
Memberi sejuta peluang untuk berajak
Jauh tak berjarak dekat tak menyatu adalah kita
Ketahuilah
Pengetahuanku melebihi hatiku
Namun logika tak pula mampu untuk menetralisir
Segala polemik berkecamuk di atas arasy
Nafsu pun enggan memberi perintah
Selesai usai ku wakili
Semu-semu terbuang percuma pada dinding-dinding dingin
Terpendam terendap bersama bulir embun
Pagi jua tak tau mau menyapa dengan apa
Jauh
Sangat jauh
Semua telah kulewati
Bahkan kata lewat masih tak sempat melewati
Di satu titik tanpa kata dan tanpa suara
Disana pembaringan semesta menyetubuhi pikiran didi diriku
Ketahuilah
Sedang kupikirkan pikiranku
Sedang ku telusuri indra perasa ku
Namun yang ada aku tak merasa
Rasa-rasa kini bagai perasaan
Aku sedang tak ingin menulis
Namun wajah pena bercumbu denganmu dalam kepalaku
Kepala yang mana jangan di tanya
Sebab kepala asumsi pun konsumsi kita beda persepsi
Lihatlah ini malam
Kata-kata tak terangkai yang telah menjadi paragraf
Sedang penulis enggan memegang pena
Sketsa-sketsa wajah kini mulai buram
Hilang ilalang di balik nasib malang
Kau tau
Kuwakili dan ku akhiri dengan tinta
Bahwa semua pengetahuanku tiada ada
Jika pertimbangan adalah kamu
Bersama takdirku
Camkan
Sajak Gie
06 September 2019
^Kopi_Kenangan

Mama Wamena Adalah Indonesia

Foto : ilustrasi puis
Mama Wamena Adalah Indonesia
Oleh : Pena Langit

Adakah kau terbuang saudaraku?
Apakah Jawa telah pelik menatapmu?
Adakah aku jua yang di tengah-tengah menjadi penonton?


Tidak saudaraku
Kalian adalah saudaraku
Terlahir dalam satu rahim Pertiwi
Cendrawasih adalah semboyanmu juga Aku
Kita sama-sama dalam satu sistem yang menyesatkan

Tapi dengarlah kata-kataku
Kita harus lebih pintar dari para perintis revolusi
Bukan membunuh diri dengan mengibarkan yang bukan Merah Putih
Cukup Timor-timor yang hitam yang telah menjadi legam

Kita jangan lagi
Lihatlah saudara ku
Kita adalah Kata Indonesia
Satu huruf terhapus maka akan bermakna ambigu
Lihatlah saudaraku
Kulitku juga hitam
Darahku merah
Tulangku putih

Satu kata tak berperikemanusiaan tidak akan merubah warena itu
Kecuali kita selipkan mick-up untuk mendadani mama Wamena.

Cobalah tengok
Mick-up itu mesiu OPM
Mick-up itu peluru paham radikal
Kita bukan itu
Kita Indonesia

Tanyaku padamu saudaraku
Dari dalam lubuk hati yang paling dalam
Tentang sakit yang membuat menawarkan darah
Dimana pembaringan Mama wamena?
Agar bisa ku selipkan doa dalam setiap hariku.

Bukan itu saudaraku
Kita adalah satu
Jauh didalam kata-kata para sampah adalah propagandis
Bukan kita yang berbicara
Namun uang dalam Rekening Barat yang telah meng-gema-kan gaungan itu

Lihatlah saudaraku
Kritik dari timur telah aku pahami
Namun kita sama
Kita dekat dengan Ibu kota
Namun hanya kata ibu yang ada dalam diri kita
Kota nya telah lama mati
Kota mati

Ya
Kota mati yang isinya para makhluk hidup
Di dalamnya segala spesies tercampur
Namun satu yang di lupakan
Peradaban etika dan estetika

Lihat saja

Kita sama-sama mengenal gedung dari buku
Kita sama-sama melihat megahnya metro politan di dalam TV
Kita sama-sama melihat Monas akan di terbangkan ke Kalimantan lewat imajinas

Lihatlah
Betapa besar skenario sistem
Ia menghegemoni pikiran seluruh makhluk
Bahkan jika mampu
Tuhan-pun akan di tipu

Suadaraku
Ini adalah kataku
Kata pena sang penyair
Yang menulis tentang hati
Bukan kepentingan bubuk hitam apalagi emas mentah

Saudaraku
Dengarlah
Lihatlah
Kembalilah
Kita damai
Kita Indonesia
Sajak Gie
05 September 2019
^Kopi_kenangan

Sayang Bima Ramah

Sayang aku tak ingin kisah kita seperti laila majnun
Rindu tak berpenghulu yang berujung pilu
Karena seharusnya kita harus sadar akan sejarah
Bahwa luka yang di rawat dalam-dalam akan membawa dampak pada kesehatan serigara.
Sayang ingatlah, aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Sesederhana Visi-Misi Bima ramah tanpa realisasi keramahan
Bimanya kemana?
Ramahnya seperti apa?
Kabur dalam segala netra
Lihat saja sayang
Yang ada hanya cinta jalan-jalan
Dan kita akan mengarungi itu bersama-sama
Sebagai buah dari goresan waktu
Pun sejarah hati yang pernah patah karena di tinggal kan dengan label janda.
04 September 2019
Ginanjar Gie
^Kopi_Kenangan