JALAN MENEMUKAN AKU

Foto : Penulis
Pekat malam
Anatase terpendam dalam jelaga
Hilang bersama pelita di lereng gunung
Bersama kunang-kunang cahaya menghilang
Dalam alam nur suara hikayat alam berbisik
Hentakkan sayap-sayapmu pada kebenaran
Niscaya keniscayaan datang memelukmu
Mendekapmu erat dalam keabadian
Kabsolutan hakikat tujuan
Tafsiran hidup yang tak kau mengerti
Bahwa dalam hidup ada kehidupan

Pandanglah aku dalam aku
Laksana kau memisahkan cahaya dari api
Panas dari cahaya jingga dalam jelaga
Maka kau akan mengerti tentang hikayatku
Yang bercerita tentang makrifat sejati
Yang di agungkan oleh setiap jiwa
Bersama cakra chi pada setiap element pembentuk
Akan terangkul terangkum dalam diri yang terpisah dari empat yang menjadi lima
Dari sembilan menuju sepuluh
Nisacaya kenisacyaan adalah hampa yang menuju alif
Maka koaong adalah kehampaan pikiranmu dalam menggapai

Buanglah
Kau tak akan mampu
Sebab kepala bukan jalan
Karena jalan yang abadi adalah keyakinan
Yakini dirimu adalah dalamnya ada Aku
Maka kau akan menemukan diri dalam dirimu
Maka kau akan menemukan AKU

KENANGAN PANTAI LARITI

Foto : pantai lariti
Lariti punya cerita
Pantai kenangan bersama cinta
Menyulam ulu menjelma rasa
Hidangkan kasih pada pesona
Hembuskan saja
Angin sepoi itu sukma
Iringi langkah membelah samudera
Itulah cinta berikut luka
Mengandai sebuah hadirkan dilema
Ah......a.a.a.a
Cerita yang terangkai di ujung senja
Bersama gadis dara
Hilir di dalam laut selutut angsa
Putih tertiup angin barat daya
Yaaaaaa
Perahu melaju tepat di depan kita
Kita?
Aku kau dan dia
Menyimpan pendam gurindam kata
Aksa-aksa antariksa hadir di jembatan mangrove
Menara tinggi 7 kaki
Kaki ku
Kaki mu
Kaki nya hilang sebelum terinjak di altar
Ah
Sudahlah
Aku rasa semuanya indah
Di sini
Di sana
Di mana ia?
Hilang
Bungaku hilang
Bersama gadis yang satu sepatunya hilang
Aku masih menggenggam
Kenangan saja
Kenangan pantai lariti
Menyisakkan bayangan
Menyesakkan khayangan
Pikiran dan hatiku
Adalah wajah gadis pink
Gadisku
Bali masih jauh
Bunga kamboja di telingaku
Bunga kamboja di telingamu
Adalah satu penyatuan
Kita ada pada satu
Harapan

MEMOAR RINDU

Foto : inspirasi tulisan
Kau adalah kenangan yang selalu ku ingat
Kau adalah luka yang selalu kurawat
Kau adalah nostalgia yang selalu ku nikmati
Kau adalah segala masa lalu

Adalah benar bahwa setiap luka adalah sakit
Namun ketika kita hadirkan sebuah rasa untuk menikmati
Maka kenikmatan akan nostalgia akan hadir bersama dengan bayang semu tentang peristiwa-peristiwa yang kita lalui

Semerbak harum dari kehampaan akan terasa indah
Jika luka mampu memberi kebahagian di dalam imaji
Karena yang ada adalah penerimaan
Bagaimana kita menjalani dan menikmati dari rasa sakit

Ah kopi masih saja membawa candu
Hingga ampasnya membawa pada satu suara
Yang berbisik ingin kembali
Namun dilema akan keberadaan selalu menghantui

Kau diam dalam dilemamu
Hadirkan intuisi pada jiwaku
Entah tafsir dan harap apa yang ku cari
Namun kebenaran senyummu masih satu yang ku nanti

Penantian tanpa yang di nanti
Itulah kata tanpa pamrih
Sebab senyum adalah bias
Terbakar jelaga di sudut pekat yang amat sunyi

Ah sudahlah
Nikmati saja kopinya
Bersama senyummu yang semakin menjauh
Aku menikmati nya

LAMBU BERDARAH


Foto : Ilustrasi Puisi
Berita duka datang dari timur indonesia
Selatan Bima
Di sana tersimpan air yang mendidih
Air mata darah para pejuang keadilan
Air mata darah para pecinta mimbar jalanan
Air mata darah para perindu mimbar bebas
Air mata, mata yang bernama sejarah

Ban bekas mengepulkan asap di udara
Depan istana dan juga di persimpangan pelabuhan
Turut turun berkali-kali menggoda penindas
Menawarkan misi untuk sebuah perdamaian
Bahwa emas bukanlah jalan satu-satunya kemajuan wilayah
Namun ambisi yang terpendam adalah pulau kelapa
Ah berdosa aku tak bersuara saat itu

24 Desember 2011
Peristiwa Bima berdarah
Lambu berdarah
Sang pejuang keadilan di hakimi dengan senjata laras panjang
Ribuan peluru berserakan di tanah
Mayat bergelatakkan di depan istana
Istana para pemburu emas pulau kepulauan

Masihkah ingat peristiwa itu?
Siapakah yang telah masuk penjara dalam pembunuhan itu?
Adakah duka cita dari sang diktator yang menjabat saat itu

Apakah hanya sebagai misteri kisah?
Apakah hanya bualan setiap kedai kopi
Ataukah Dongeng sebelum terlelap?
Entahlah...!!!
Jawab suara mereka yang lantang sebelum bunyi senjata berdesing di telinga

SELAMAT PAGI PAGIKU

Foto : penulis
Selamat pagi pagiku
Kau begitu cantik pagi ini
Dengan senyuman alam alami dalam sunggikanmu
Merosot lunglai sang raga tanpa kuat
Mati dalam semua ketika kau hadir dalam jingga timur

Selamat pagi pagiku
Kau begitu indah pagi ini
Senyummu di cakrawala begitu anggun
Suara-suara binatang bintang mengalun sendu
Kupu-kupu terbang di atas bunga
Senyummu indah pagiku
Embunku hilang karenamu pagiku
Aku kerontang pagiku
Kau terdiam pagiku
Kau tak ada kabar pagi ini pagiku

Reamur telah kembali pada titik nol
Rautmu racuhi pikiranku
Pagiku kini menjelma siang
Sorepun tiba sebelum terantar
Pada keabadian pekat malam
Bersama hati masygul sunyiku sunyimu
Mati

GOYANGKAN PENAMU

Mari bercumbu puan
Ayo kita selipkan makna rindu kita pada setiap aksara-aksara buta
Sebelum waktu mengikisnya menjadi debu

Ayolah puan
Diksiku hanyalah pikiran hampa
Ia bukanlah air yang mengalir
Ia terurai tanpa hulu
Kau pasti paham puan

Ayolah mainkan pikiranmu
Goyangkan penamu
Aku bersama sejuta rasa
Menikmati alunan guratan hurufmu
Aku pengagum mu

SEBAB DIAMMU ADALAH KEHAMPAAN

Foto : Ilustrasi puisi (sumbr : galeri indonesia)
Loakan hati tertawar tertanam
Dalamnya telaga tenaga terkuras
Menyambuk rantai di sekilas jalan yang di gilas
Hancur berkeping dalam perisai prosa
Hulu terpenuh oleh air
Mata berair di ujung pantai
Tempat sampah berserakan oleh ombak tepi
Sepi riuh ombak barat mengalun sendu dalam sunyi
Hati itu telah mati dalam asa tak terjamah
Sebab diammu adalah kehampaan
Pesanmu adalah ketiadaan ketenangan
Kenangan hanya senyum yang buyar
Di ujung mimpi pada cakrawala
Yang tengah membesuk luka yang terlukai
Hendak sapa pada menit kedua
Namun ketakutan datang menerpa keterpakuan
Terhenti di simpang tanpa jawab
Hati telah lega dalam semua suara
Memendam adalah luka tanpa obat
Uraikan mimpi yang tak sempat menjadi indah
Anak bulan di ranting kamboja telah memekar
Berwarna merah bersama luka tak berdarah
Bersama hujan ia menumpah tertumpah ruah
Luka itu adalah cerita kita
Tertanam terpendam sebelum subur terdesak oleh embun
Ia hilang bersama mentari yang sama-sama kita nanti
Selamat menikmati hidup dalm satu
Sebab ikhlas adalah jawaban
Jika sapa tak di indahkan dalam rangkulan dan dekapan

DIRINDUI OLEH RINDU

Foto : ilustrasi puisi
Salam pada semesta
Cakrawala sunyi yang sedang kau pahami
Alunan dawai sedang kau nikmati
Siluet senja yang tengah kau suguhi

Dapatkah..?
Masyghul hati terobati
Oleh prosa-prosa yang kini di urai
Untuk melengkapi setiap bait puisi yang selama ini hampa

Puanku madu
Madu adalah manis
Manis adalah candu
Candu adalah rindu
Rindu adalah runyam
Dan runyam adalah pikiranmu

Oase mu oam mu
Dirindui oleh rindu
Oleh madu yang kehilangan rasa manis
Di dalam bekunya oleh mesin pendingin

Madu itu dingin
Kamu adalah madu
Kau memilih tetap terdiam
Sementara rangkulanku amat menghangatkan

Kau percaya doa?
Doa selalu lebih panjang dari Tangan
Dan aku merangkul dan memelukmu lewat bisikan kholbu
Karena ku tahu Tuhan akan menyatukan hati jika tangannya turun menyatukan takdir kita

PUAN KU

Foto : ilustrasi puisi
Tuan puan Tuhan ku telah hilang
Di sini bersama keyakinan tanpa jalan
Bersemedi dalam keresahan hati
Hendak menjumpai sesuatu yang tak pasti

Enyah saja kau mimpi
Hadirkan saja sunyi
Biarkan mimpi membeku di sudut ini
Bersama hadirmu yang memuakkan

Ah... Kau tau puan
Tuhanku Tuhan mu sama
Rasaku dan rasamu sama
Namun aqidah dan keyakinan akan kah di bedakan

Puanku
Kau negeri kerontang akidahku
Kau negeri subur dustaku
Kau negeri yang ku susuri
Kau negeri yang ku geluti
Kau negeri tanpa tanda tanya

Puan
Kau masih satu dalam nama
Bahwa hadirmu adalah mimpi untuk tujuan hidupku
Untuk negeri pikiranku

BUBUHAN AKSA

Foto : ilustrasi puisi
Dalam mimpi yang hampir mati
Coba telusuri angin yang menilisik dedaunan hijau
Hinggapi telinga kicauan burung
Bersama alunan nada gemercik air surga dan juga air mata

Terhempas pada satu sunggikam puan
Hingga lazuardi tak lagi kulihat biru warna
Sebab senja telah mrnyemburatkan jingga
Entah warna apa yang hendak di tawar pada hati

Coba tebak saja puan ku
Kau tau segala lekukanmu
Tapi kau tak pernah tau bahwa sunggikanmu membuat gemetar jiwaku
Hingga melalang buana buaya buyar

Kau pasti paham puan ku
Atas selipan rasa dalam bubuhan aksa yang tengah ku urai
Atas jiwa yang tak pernah mati akan rasa
Semoga puisi bisa menyampaikan makna
Dalam tafsir kata yang tak berarti

JALANNYA JALAN JALANAN

Foto : Ilustri Puisi
Peluru liar menembus kepala
Sebarkan serbuk-serbuk cinta pada yang tertindas
Lalai mengalun di sudut mimpi
Berkobar liar nafsu pembasmi
Hendak pada siapa ia mencuat

Sang jejaka bertubuh kekar di pinggir jalan
Tanpa pedang ia bersamuraikan kata-kata
Peluru nyasar menembus dada tak terbelah
Dada ayam empuk santapan para bos di sembelih dengan indah
Ah mereka mati tanpa di panggang jendralku
Dia teraniaya di jalannya jalan jalanan

Boikot cinta dalam perjuangan
Jalan dinista tetap tertempuh dengan semangat juang
Hina dan klausa klaim kiri adalah suplement bergizi
Gorok saja kalau mampu
Seribu nyawa akan tumbuh dari satu kepala yang terpenggal

Kau boleh bermunajat dalam hati
Tapi busuk dalam ambisimu akan tercuat tercium dalam pertapaan suci kami
Sebab seluk beluk semua terkafer di molekul air mata
Terurai semua dalam benderang
Kemudian genderang bertabur di atas jalan
Merah darahku
Putih tulangku
Satu masa
Sejarah tercetus
Itu misiku

AKU ADALAH ANJ*NG

Foto : Ilustrasi puisi (sumber kaskus)
Gadis molek yang tengah ku tiduri
Perempuan malam yang tiap waktu ku geluti
Semua adalah hasil dari jerih payahmu
Akulah wakilmu dalam aspirasi

Sunggik senyum para relawan dan pemenang
Berjoget layaknya biduanita malam dalam satu pentas
Berimajinasi lewat proyek-proyek buta
Itulah janjiku padanya

Tak usah berujar dan melontarkan kedengkian
Kebencian kalian hanya untuk sunggikan indahku di atas meja
Sebab pen-demo sudah ku selipkan amplop tebal
Di ujung orator berteriak di atas mimbar

Tak usah berkata aku tikus berdasi yang di penuhi dosa
Atau sang wakil yang bereksploitasi tak berisi
Sebab saat fajar telah ku lengkapi dompetmu dengan lembaran merah
Sudahlah, tak usah menututku

Kau berkata tetang nilai hadirku dalam forum
Keadilan yang di junjung harus di tegakkan
Tak boleh memakan uang untuk aspirasi
Toh bukan aku saja yang melakukan hal demikian
Pendahulu kita sudah mahir dalam hal ini
Mari kita ingat kembali
Tak usah menuding
Sudahlah kawan, jangan lagi menuntutku

Karena aku adalah orang yang di takdirkan sukses dengan suaramu
Karena aku adalah takdir itu
Lalu untuk apa aku berdebat dengan mereka tentang keputusan
Toh masih banyak juga yang tertidur di atas meja saat rapat
Tak usahlah menuduhku demikian
Sebab bukan aku saja

Aku adalah wakilmu
Kalian boleh berkata bahwa presiden lebih besar gajinya dari wakilnya
Atau gubernur lebih besar gajinya dari pada wakilnya
Tapi aku adalah wakil kalian
Kalian tak punya hak atas gaji itu
Karena aku yang akan menggonggong di sana
Percayalah
Aku adalah anj*g

SANG KOMISI PEMBERANTAS JADI PERI

Foto : Lambang Negara Indonesia
Negeriku yang lucu
Hukum di jadikan sebagai candu
Untuk merantai rakyat ke jurang pilu
Ironi negeriku

Kota metropolis
Sedang menyebar gerimis
Lewat suara-suara politis
Demi rakyat harus optimis
Hahaha gaesss

Sang kakek tua datang menawar diri
Hendak menguasai jagad negeri
Apalah daya renta sebentar lagi
Langit mungkin merenggut nilai tujuan suci

Petani di ujung timur negeri
Bersorak ramai di mimbar demokrasi
Hasil panen melimpah namun tak ternilai
Ekspor impor tawaran indah bapak menteri

Ah sudahlah ucap sang istri
Seruput saja kopinya kata istri kepada pak tani
Tak usah berpikir menjadi kenedy
Sebab kau akan tertindas oleh tirani
Karena sang kapitalis adalah masih menjadi penguasa negeri

Sang Komisi Pemberantas jadi peri
Sebab aturan dalam aturan di jaga ketat bak kawat berduri
Setiap istana istansi punya otonomi
Liarnya jenaka para pendiri negeri

Hadir lagi program bina udik-udikan
Garda depan mimbar bebas sibuk dalam persoalan
Hendak kemana program harapan
Sang raja tertawa dengan suara lantang

REBOISASI : KAMBALI MBOJO MANTOI

Foto : ilustrasi Puis (sumber : polres Bima)
Kulihat wajah termurung sepi bercampur gelisah ketakutan nampak jelas dirona wajah yang mulai memudar cahaya
Wajah yang biasanya selalu memancarkan sinar kedamaian
Kini seakan redup bahkan telah mati padam
Bersama gundulnya tiang-tiang bumi

Air deras tak tertahankan
Tak terbendung hilir menuju hulu
Penginapan warga terendam dalam bahtera nabi nuh
Dosa apakah yang telah di buat kaum
Hingga azab tertimpa tanpa kenal ampun
Daratan penuh dengan kerikil batu lumpur
Sampah berserakan dimana mana
Akankah ini cobaan atau karma..??
Entahlah
Yang ku tau siapa yang menabur angin akan menuai badai
Jika memang pohon harus dibabat habis lalu untuk apa ada slogan "jaga alam?"
Untuk apa ada gerakan penghijauan?
Untuk apa Reboisasi?
Sementara manusia sudah tak ada lagi yang peduli

Ahhhhhhhhhhhhhhhhhh
Wahai manusia yang mulai lupa
Sadarlah wahai manusia, hatimu penuh dengan keserakahan dan keegoisan.
Tidakkah kau dengar jeritan mereka?
Burung-burung yang kehilangan sangkarnya
Babi yang kehilangan hutannya
Apakah mereka tak punya hak untuk seperti hifup seperti kita?
Sadar sayang-sayang ku
Tangan Tuhan tak akan lagi menurunkan kasih sayangnya jika kau selalu merusak alamNya.

Tidakkah kau memikirkan anak-anakmu?
Tidakkah kau memikirkan sudara-saudaramu?
Tidakkah kau memikirkan orang tuamu?
Tidakkah kau memikirkan tetangga-tetanggamu Tiadakah di hatimu orang-orang yang dirasa kau sayangi?

Sadarlah saudaraku
Mereka akan menerima akibat dari ulahmu
Demi kepuasan nafsu dan terpenuhinya kebutuhan sesatmu
Kamu rela menggadaikan nyawamu
Tak memikirkan nyawaku
Tak memikirkan nyawa mereka

Lihatlah saudaraku
Lihatlah dengan nuranimu
Lihatlah dari pendengaranmu
Lihatah dengan liarnya imajinasimu
Alam yang dulunya tenang yang penuh dengan nyanyian burung tak ubahnya seperti padang pasir tandus, hampa, panas dan terbakar

Alam yang biasanya mengajarkan kita tentang kekuasaan Ilahi
Yang mengajarkan kita tentang arti bersyukur akan nikmatnya
Yang mengajarkan kita saling menjaga
Yang mengajarkan kita saling menyayangi
Yang mengajarkan kita saling melindungi,
Yang mengajarkan kita saling menghargai ciptaan Tuhan
Kini tak lagi kujumpai

Kemana dia pergi?
Apakah dia telah dimusnahkan?
Apakah dia telah dihilangkan?
Atau mungkin telah dibunuh secara liar dan tragis?
Entahlah..!!!!
Yang jelas aku rindu alamku yang dulu
Kita rindu Reboisasi kambali mbojo mantoi

Hal baru untuk kita renungi
Pohon-pohon rindang tak ada lagi tempat tuk berteduh
Binatang-binatang liar kini tak pula kita jumpai
Burung-burung hilang lantunannya di tiap pagi
Kemanakah mereka?

Mari kawanku
Mari saudarku
Kita wujudkan reboisasi kambali mbojo mantoi
Kita tanam seribu pohon kebaikan
Kita tanam tanaman-tanaman kebajikan
Melalui jiwa peduli alam yang kita miliki
Ayo
Bergeraklah sayang-sayangku

Ada wajah yang berseri-seri dan mata yang selalu penuh kasih sayang
Menanam ide menanam pepohonan tumbuhan
Agar kembali Bima ku
Kambali Mbojo mantoi yang sangat di rindukan
Agar hijau tanah ku
Agar hijau gunung ku
Agar hijau desa ku
Agar hijau kota ku
Agar sejuk hati kita
Merekalah tokoh sejarah peradaban kita
Kita Bima
Kita Mbojo
Kita indonesia
Para pecinta alam dan lingkungan yang sedang mwlakukan penanaman 1000 pohon

SAKAU PADA CANDU RINDUMU

Foto : Penulis
Hujan kembali menyapa
Menyatukan intrik do'a para perindu yang tertidur
Di tepi senja yang sedang melambai
Hendak pulang ke pangkuan sang malam

Paru-paru masih butuh asap untuk penetral
Dalam alunan cangkir kopi yang mulai men-dingin
Tuk menutupi pori-pori kulit yang bergidik
Tengah menggigil atas hembusan sang bayu

Kedinginan ini tetap dalam fase murni
Karena mengingat pelukan itu selalu saja membuat tubuh bergetar
Karena hangat pelukanmu membuat ku sakau pada candu rindumu

Yaaa.....
Atas nama rindu yang tak pernah padam yang ku pendam
Cangkir kopi yang masih setia bersulam
Lintingan asap ngebul yang melayang terdiam
Menyaksikan pikiran yang kalem
Raut wajah yang masih saja ku selam
Meski dalam dan pekatnya begitu kelam
Rasa ini tetap sekokoh pualam
Sekam

DIAM MU MEMBUNUHKU

Foto : Pencuri hati
Aku tak mengerti dalam diam mu
Seutas senyum masih membekas dalam rautmu
Namun dingin dan membeku gerak lekukannya
Apakah ada sebait kata yang kau pendam
Hingga dalam aksara mu tak mampu kau urai dalam kata

Apakah sesemu itu warnamu?
Hingga pelangi si ujung bumi tergilas oleh siluet fatamorgana
Ataukah ada sebutir doa yang maaih runyam dalam tanyamu yang ingin bersuara apakah harus mengimani atau mengaamini semua fatwaku
Entahlah....

Sebait luka dari senyumku dan juga senyummu
Membeku di semesta tabib tabir rasa
Menyulam luka dalam jiwa yang kaku
Atas kekikukan makna sunggikanmu

Jauh
Sungguh sangat jauh
Kita berada pada satu kampus
Namun tak pernah saling bersua
Itulah jauh yang paling jauh
Bahkan lebih jauh dari semua kenangan masa silam

Diam
Diam mu menyesakkan
Diam mu menyengsarakan
Diam mu membunuhku

DILEMA SUNYI

Foto : ilustrasi Puisi
Dedaunan menyulam embun di pagi buta
Sebelum sinaran mengusirnya dengan paksa
Tertimbun rindu dalam secangkir kopi
Pagi kenangan hilang di sapa siang

Aku mengemban tugas oleh hati
Merawat rasa agar tetap pada satu oase
Tetimbun rindu mulai di hasut jelaga
Sebab liar mata tersihir oleh keampuhan raut ikhtisar

Tertuju sekelumit senyum di ujung antero
Tersenyum bias sebelum muson meniup lenyap
Intuisi-intusi rasa di pelataran lazuardi
Mengemban tugas penyebar indah keindahan

Indah langitku dan juga senyummu
Menyapa pagi siang malam dan tiap waktu
Namun raut yang lagi ku geluti
Menepis bayangmu yang kini ku yakini

Dua dalam satu hati sebelum tiga melengkapi
Hati berdialek dalam dilema sunyi
Entah siapa yang akan berujung pada altar suci
Yakinku semua adalah jodoh yang terikrar

Ringkih hati memilih satu
Namun harus tertakluk pada senyum yang kini membias
Gerangan apa yang ingin di pilih
Pinta hati tak menyorot satu raut

Ah.....
Dilema rindu dalam sunyi
Lalu lalang begitu ramai
Namun masih saja sunyi menghampiri
Atas kisah tiga dalam satu tafsir
Jodoh apa yang hendak ku maknai

Kau kamu dan dia
Adalah satu yang selalu di hati
Ijinkan aku miliki semuanya
Meski dua hanya dalam jiwa
Dan satu bentuk raga

Dilema mencintai tiga bidadari
Itulah karma dalam diri
Membuyarkan pikiran
Membunuh naluri
Kebohongan juga bukan
Tapi itulah cinta yang mencintai

MENEPIS WARAS

Foto : Ilustrasi Puisi (sumber : panda)
Puncak asta dalam liar pikiran
Imajinasi melangkah berpapas dengan hutan rimba
Langkah lunglai tak jadi beban sang hati
Karena tenda-tenda kerinduan telah di bangun ribuan tahun lalu

Perjalanan jauh menjumpai langit
Kafilah-kafilah kenangan berlalu lalang
Melewati semua saraf kepala
Ingat mengingat semua peristiwa

Menepis waras dalam bingkai rindu
Entah rasa cinta ataukah keegoisan
Rasanya tak bisa di tepis kebencian berikut rindu
Karena ingin berjumpa namun tak tau dimana rimba itu

Gila........!!!!!
Aku gila
Ku rawat kegilaan ini
Ku peluk dengan mesra
Karena tak guna sadar jika dalam cahaya kebenarannya tak pernah melihat
Indah dan moleknya kesucian yang kau hias
Yang tertera antara ada dan ketiaadanmu

Terkuasai seluruh lereng bersama semua tenda para pendaki
Mencari puncak dalam sunyi rimba yang telah menghembuskan kabut
Di saat sang jingga kemilau di ufuk barat
Mars kembali memancarkan memantulkan biru langit yang hilang

Peradaban yang hilang di ujung senja
Bahkan mars ikut berwarna mengikuti hati
Menyatukan kesucian dalam jingga
Hingga debu-debu tak mampu di tepis cahaya

Mereka hadir sebagai santi dan santo
Sang petapa suci gumam hati yang tak sempat bersuara
Menghadirkan jiwa kembali dalam raga
Bahwa diri sedang tak waras lagi
Ia telah melihat dimensi yang tak pernah di jangkau manusia

Hayali rindu yang di hayati
Kerinduan pada semesta tabir penutup
Ia bukan dinding penghalang cahaya
Namun dinding hatimu yang tak bisa ku robek agar bisa menerima secercah harapan hatiku

IDEALISM POLITICAL AKTIVIS

Oleh : Pemusnah Generasi
Persoalan political negara telah menjadi dinding kokoh yang sulit ditebus para aktivis. Persepahaman beberapa pemimpin daerah hingga pusat soal kepentingan para rakyat, ternyata tidak mengembirakan. Politik kebudayaan telah di menej sedemikian rupa dengan ruh purbasangka. Idiom-idiom tentang hal yang berhubungan dengan stabilitas negara dan isu-isu subversif telah menjadi racun pelumpuh yang menyebabkan rakyat merasai kepeotan dalam pembangunan daerah dan bangsa yang diharapkan bersama. Sebagai orang dan rakyat yang sadar akan nilai kemerdekaan pada kultural dan budaya maka penulis bisa menyimpulkan bahwa ada yang rusak dalam peradaban dan nilai kearifan budaya bangsa ini. Dan bukankah di indonesia sering disebutkan soal globalisasi kebudayaan? Bagi penulis globalisasi kebudayaan yang digembar-gemborkan pemerintah itu hanyalah batas basa-basi sebelum.menjadi basi.

Gelar aksi para aktivis memang banyak menghasilkan gumam dan tak kurang juga masyarakat dan para oknum-oknum menghujat para aktivis indonesia, dengam dalih mengganggu dan tak punya data yang valid dalam menuntut, mereka para penghujat akhirnya semena-mena. Padahal data itu sudaj benar, dan para penguasa menutupinya dengan amplop di bawah meja. Yang ada hanya tekad, tekad dan tekad. Aplikasinya sampai sekarang tidak jua menggembirakan, karna polemik isu yang di suarakan tak sampai di telinga para pejabat negara. Saya teringat pernyataan Aktifis.

"Mempermudah aliran ilmu dan kesenian akan membuka surga pada kita. Mempersulit lalu lintasnya adalah melakukan jenajah terhadap peradaban kita.

Pernyataan aktivis itu benar. Kalimat itu terasa telah menusuk, menikam dan mencincang putus kondisi yang ada sekarang ini. Aktifis telah menetapkan palu hakim dan membuat sebuah pernyataan yang harus diarifi semua pihak. Dia tidak hanya menggugat  kekhawatiran dan kekesalan, akan tetapi juga menjadikan pemerintah pesakitan yang harus mempertanggungjawabkan kebijakan mereka selama ini.


Aktivis rakyat seakan berkata pada pemimpin negara dengan penuh permohonan dan harapan "Salam saya ini ibarat menatapi perahu surat kepada penjabat negara, jika senget ke kiri saya ke kanan, jika senget ke kanan saya ke kiri. Tidak apa saya tidak dapat duduk aman asal saja perahu dapat sampai ke pangkalan dan semua penumpang selamat." ini merupakan sebuah perjuangan dimana ia rela mati untk menyampaikan aspirasi rakyat kepada telinga pemerintah. Jika belum sampai suaranya ini berarti bahwa padatnya belum tentu padu, atau padunya belum tentu padat, dan padat padu itu sendiri belum tentu sebati.


Luka hati kawan-kawan dikampung tetap berdarah "suara mamit perlahan tetapi mendalam dan ia tunduk, walaupun ramai orang terhibur melihat anak-anak pokok itu subur, dengan daunnya yang hijau mengkilat, tetapi tidak menyama dengan kehijaunan dengan pohon pohon bahagia dimasa dulu paska revormasi. Tetapi lebih parah lagi, awan hiba tidak akan terhapus selagi terkenang jasa jasad tokoh para pahlawan yang dilahirkan nenek moyang ditutuh, dipenjarahkan, ditebang, dan dibakar, buru menjadi abu bumi.


Di kota besar begitu..! Bumi putera tidak! Kita mereka hina dengan sebutan Bima tolol, mahu lari kemana? Disini tumpah darah kita! Negara ini, pusaka yang kita warisi dari nenek moyang kita! Seluruh kepulauan Alam Bima milik kita dan tanggungjawab kita sebagai pemuda dan Mahasiswa. Keadaan sekarang darat dan lautnya tanah tumpah darah kita yang rakyat anggap milik dan tanggungjawab kita.


Demi hari depan, aktivis pilih kedua-duanya sebagaimana nenek moyang ku memilih kedua-duanya untuk mengolah ekonomi.Tetapi untuk masa sekarang dan 20/30 tahun akan datang tempat ku dijalan membina diriku dan pemerintah hingga aktivis tempatku di samudra, sebagaimana aktivis bersama rakyat menyandang jalan kebidang undang-undang.


Guru tidak pernah mengajar dan tidak memberikan buku yang mengajar anak negeri untuk membinasakan negeri. Pemerintah adalah penjajah yang kuat dibumi putra dan rakyat tabuh belum pernah tahu untuk bangun melawan pemerintah.


Kesimpulan kami berpandu rakyat, hati kami tidak membelakangi rakyat dalam petaka, selama ini kami jauh dari negeri sendiri, karena kami terpisah dari pada keluarga masing masing : maka kami sebulat suara menentukan tekad jalanan negara, aktivis, masa aksi adalah keluarga kami. Apabila kami mati, kami mahu dikuburkan diparlemen jalanan melalu birai aksi, jenajah kami disempurnakan oleh saudara saudara kami di garis perjuangan.


hingga saat ini aktifis dan rakyat tidak pernah mengucapkan sebaran kata mimpi dan ikatan. Perhubungan aktivis dan rakyat bukanlah dasar perluasan dan perpisahan dan bukan pula dinisbahkan kesan Tumbalnya sang penguasa.Tetapi diatas segala-galanya adalah takdir dibawah kedzoliman penguasa.


hingga penghujung tahun 2018 saya menulis   yang sebentar lagi akan kita tinggalkan ini, betapa masih banyak persoalan yang belum terselesaikan, sebentar lagi segera akan hadirnya tahun 2019 sekaligus tibanya milenea baru, kini terasa kian memperpanjang agenda yang harus kita hadapi pada masa mendatang. Angin segar dan bayang riuh yang di usungnya, mau tidak mau mesti mendedah pikiran aktivis guna menyusun langkah baru menuju keakanan yang jauh. Aktivis rekontruksi setiap sudut peradaban yang pernah aktivis bangun, lalu kita coba menautkannya dalam rangkaian sejarah masa depan. Dan secara futurologis, diam-diam aktivispun berharap menemukan simpul-simpul pencerahan.

MENCINTAI DALAM DIAM

Oleh : Kiliman Ariansyah
Foto : Penulis
Teruntukmu
Kutulis ungkapan cinta tanpa suara
Sampaikan rinduku dari bibir yang terus membisu dalam goresan tinta ku'uraikan segenap rasa dalam kata
Sampaikan kekagumanku lewat cara sederhana
ijinkan aku mencintaimu
menggoreskan pena-pena cinta dihatimu
Dariku pengagum rahasia yang hanya mampu menyapamu dalam doa-doa.

Dalam diam aku mencintaimu
Kusimpan rasa dibalik tabir rahasia
Mengagumimu dalam diam seribu bahasa
Tersulam rindu dalam jiwa, sunyi tanpa suara.
Tak peduli sekalipun kau hanya dapat kumiliki dalam mimpi
Menjagamu dari balik bayangan
Mendekapmu dalam khayalan.

Dan saat kau jauh, rasa gelisah datang menyentuh
Tak bisakah kau susuri dan jelajahi hati yang tak mungkin kau singgahi.
Namun biarlah aku akan tetap menjadi pemilik cinta tanpa ungkapan
Mencintaimu dalam diam, dalam angan dan impian.

Di dalam sepinya waktu
Tidak pernah jeda aku menyulam rindu di jiwa
Di dalam sunyinya lara
Tidak pernah sirna aku rajut kasih dimuara kalbu
Bahwasanya akulah pengagum dirimu

Dibalik tabir rahasia
Dibalik senyum karismamu
Melekat erat dibenak malamku
Menghantarkan hasratku ke ujung bahagia
Meski aral nan menjadi ruang pemisah
Mengagumimu bukanlah sebuah dosa
Lemah tetesan keringat di dalam munajat
Tidak terhitung oleh hitungan dalam angka, dalam aksara

Hari itu kau memberik sentuhan yang membuatku menjadi berharga
Kaulah wanita yang diutus tuhan untuk menyelamatkan kesenduhan dalam jiwa
Terima kasih untuk hari itu permpuan tangguh
Kaulah pejuang sejati yang pernah lahir dibumi pertiwi
Sedikitpun tidak ada rasa takutmu dalam gerumunan vampir berkelas senjata
Kau tampakkan dirimu dalam layaknya bidadari surga
Kau pertama yang buatku menetes air mata
Kau juga perempuan pertama yang membuatku bangga dalam dunia jalanan

Walaupun terkadang di dalam bisu
Aku kemas setiap tetes-tetes bening yang jatuh
Walaupun terkadang dalam senyumku
Aku basuh luka merona oleh rajam lukamu
Kau tetaplah menjadi sang bidadari rahasia yang selalu menyulam sebuah harapan dibalik tirai yang menerungku

Hingga bila air mataku kering
Hingga bila napasku berhenti
Aku masih tetap disini dalam malamku
Merajut sejuta impian indah dalam hatimu.

JERITANKU BUKAN JERITANMU

Oleh : Kiliman Ariansyah
Foto : ilustrasi puisi (oleh : kiliman)
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam namun siapa yang mampu menghentikan nyanyian bimbang dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam. aku siapkan untukmu : pemberontakan!

Sesungguhnya suara itu bukan perampok yang merayakan hartamu
Ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
Ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata tanya yang akhirnya tidak bisa tidak kalian harus menjawabnya
Apabila tetap bertahan, aku akan memburu seperti kutukan karma

Kami berteriak tanpa tau ada telinga yang mendengar
Kami merintih dalam tangisan hingga air mata dan mata air kini kekeringan
Kami berjuang sebagai tameng penyeimbang
Tetapi keutuhan dari gerakan telah disobek-sobek
Suara kami hanyut ditelan konglomerat dan perusahan raksasa

Air mata kami ditelan belantara kekuasaan rezim
Tangan kami tergilas ekonomi bulldoser pembangunan
Berteriak mempertahankan hak atas tanah bangsa
Tetapi kami di tuduh sebagai pembangkang
Tetapi di tuding anti nasionalis
Tetapi di tindas di mimbar jalanan
Tetapi itu disebut anti pembangunan dan separatis

Menangis membela hidup di tuduh sebagai pengacau negara
Berjuang mempertahankan tumpah darah, katanya musuh negara
Kuburan leluhur, kampung, adat, binatang dan tanaman
Sumber alam dan hutan kami dicaplok oleh penguasa kapitalis dan penguasa bersenjata
Cukuplah waktu mereka masih hidup leluhur di paksa dan di siksa oleh kapitalis VOC
Jangan lagi kapitalis mengganggu tempat peristrahatan mereka
Jangan lagi
Jangan lagi
Jangan lagi
Aku mohon

Kami tergusur, terhimpit dan merana
Kami terbuang dikampung halaman dan tanah leluhur kami sendiri
Kami menjadi pengemis di atas kekayaan dan dari para pencuri, perampok dan pembunuh
Kami menjadi tak berdaya
Inikah takdir hidup kami
Semuanya hanya DIA Sang Maha Kuasa.
Kepadanya Kami Serahkan.

Dengarkan keluh kesah para kaum tertindas yang lantang dan berani menyuarakan keadilan
Sertakanlah hati nurani kalian dalam memutuskan sebuah keputusan
Hargailah mereka yang tidak mau tetapi berkemauan tinggi agar kalian tenang ketika maut merenggut nyawa kalian.

Suara ini adalah suara dari mereka yang miskin, yang tak berpendidikan tetapi paham akan pendidikan
Suara ini tulus dari nurani fakir-miskin yang hari-harinya memimpikan, mengkhayalkan pendidikan setinggi langit dan seluas cakrawala
Lihat kami, dengarlah suara kami, kasihanilah kami yang terus di tindas.


TUHAN TELAH MATI

Ilustrasi Puisi
Ijinkan aku untuk menghadirkan makam Nietzsche
Sebagai kebenaran pikiran zarathustra
Bahwa Tuhan telah lama mati
Bersama matinya hati para penidur di dalam bangsa yang tertidur

Miskin adalah kata sampah bagi bualan mereka
Tuhan kata indah ucapan di atas mimbar penganut
Namun dalam bahasa kholbu para penyiar
Dompet adalah yang maha kuasa

Nietzsche terbangun dari dalam makam
Melantunkan syair merdu dalam kebijkan dan kabajikan
Hendakkah Tuhan kembali berreinkarnasi
Sejak mula dia telah lenyap bersama para atheisme

Tuhan bukan pencipta
Sebagaimana para santo mengakui kehadirannya lewat kesunyian
Tuhan bukan juga Tuhan
Sebab Tuhan bukan umpama

Tuhan bukan untuk kalimat sebagai Tuhan
Sebab pengklaiman selalu hadir jika kau reguk
Rumi bersuara di mimbar pena
"Agama kalian bukan agamaku, sebab jika satu kataku sebut, maka menghilanglah nilai yang kuyakini."

Sebagai orang yang beriman
Kita adalah hamba
Sedang di adalah pencipta
Yakinkan dalam hati bahwa dia bukan Tuhan
Melainkan dia Adalah Pencipta Semesta
Dia adalah sesuatu yang Bukan dari kata Tuhan
Sebab terlalu rendah jika kita mengatakan dia adalah Tuhan
Sebab batu juga pernah di sebut sebagai Tuhan oleh para penganut "Makimbi dan makamba"
Maka jangan lagi kau sebut ia sebagai Tuhan

Ilah itulah sebutannya
Sebagai bentuk tafsiran dari Tuhan
Namun Sujiwo Tedjo berkata dengan lantang
Esa itu bukan satu
Sebab itu hanya umpama untuk mempermudah penyebutan

Kau tau keyakinanku?
Tuhan telah mati adalah bahasa Nietzsche
Tuhan telah hilang adalah bahasaku
Sebab ia telah bersembunyi di dalam AKU

Di dalam diri manusia ada segumpal daging
Di dalam daging ada hati
Di dalamnya ada ilmu
Di dalamnya ada rahasia
Di dalamnya ada cahaya
Di dalamnya ada AKU
Kau tak akan paham dan kau tak akan mengerti
Maka terimalah
Bahwa kau tak akan pernah melihat ilahmu
Maka cukup kau yakini ucapan Nietzsche bahwa Tuhan telah mati
Atau Tuhan bersembunyi di dalam Dirimu kata ku

NALURI TERLARANG BERPAUT

Foto : ilustrasi puisi
Aku adalah semut kecil di antara ribuan jaring-jaring para pendosa
Yang menindas tanpa ampun dengan ribuan dogma dan jutaan paradigma
Melegitimasi diri dalam fase sempurna sebagai bagian dari belatung yang menjelma kupu-kupu

Loakkan di bawah kolong meja ikut tertawa menertawai
Terlibat dalam lelucon yang tak ku mengerti dari segimana yang menjadikannya jenaka
Hingga langsat di musim hujan di kerumuni belatung-belatung cantik
Yang empuk dan enanknya langsat menjadi busuk yang tak terlihat

Langsat itu ialah raksasa yang tertidur
Ia terbangun dengan ajian para kolega
Menghembuskan nafas yang begitu harum menyengat
Padahal sampah berserakan di dalam hati para pehembus

Bising dan riuh ucap mengucap
Selamat datang jua selamat tinggal
Naluri terlarang berpaut sesama
Semoga bahagia ucapku dari kejauhan

Bangsat ituuuuu
Bangsat itu bukan tak mau
Bangsat itu punya malu
Bangsat itu yang di palu
Bangsat itu yang duduk terpaku
Bangsat itu adalah aku

02 Desember 2018
Paruga Nae