JALAN MENEMUKAN AKU

Foto : Penulis
Pekat malam
Anatase terpendam dalam jelaga
Hilang bersama pelita di lereng gunung
Bersama kunang-kunang cahaya menghilang
Dalam alam nur suara hikayat alam berbisik
Hentakkan sayap-sayapmu pada kebenaran
Niscaya keniscayaan datang memelukmu
Mendekapmu erat dalam keabadian
Kabsolutan hakikat tujuan
Tafsiran hidup yang tak kau mengerti
Bahwa dalam hidup ada kehidupan

Pandanglah aku dalam aku
Laksana kau memisahkan cahaya dari api
Panas dari cahaya jingga dalam jelaga
Maka kau akan mengerti tentang hikayatku
Yang bercerita tentang makrifat sejati
Yang di agungkan oleh setiap jiwa
Bersama cakra chi pada setiap element pembentuk
Akan terangkul terangkum dalam diri yang terpisah dari empat yang menjadi lima
Dari sembilan menuju sepuluh
Nisacaya kenisacyaan adalah hampa yang menuju alif
Maka koaong adalah kehampaan pikiranmu dalam menggapai

Buanglah
Kau tak akan mampu
Sebab kepala bukan jalan
Karena jalan yang abadi adalah keyakinan
Yakini dirimu adalah dalamnya ada Aku
Maka kau akan menemukan diri dalam dirimu
Maka kau akan menemukan AKU

KENANGAN PANTAI LARITI

Foto : pantai lariti
Lariti punya cerita
Pantai kenangan bersama cinta
Menyulam ulu menjelma rasa
Hidangkan kasih pada pesona
Hembuskan saja
Angin sepoi itu sukma
Iringi langkah membelah samudera
Itulah cinta berikut luka
Mengandai sebuah hadirkan dilema
Ah......a.a.a.a
Cerita yang terangkai di ujung senja
Bersama gadis dara
Hilir di dalam laut selutut angsa
Putih tertiup angin barat daya
Yaaaaaa
Perahu melaju tepat di depan kita
Kita?
Aku kau dan dia
Menyimpan pendam gurindam kata
Aksa-aksa antariksa hadir di jembatan mangrove
Menara tinggi 7 kaki
Kaki ku
Kaki mu
Kaki nya hilang sebelum terinjak di altar
Ah
Sudahlah
Aku rasa semuanya indah
Di sini
Di sana
Di mana ia?
Hilang
Bungaku hilang
Bersama gadis yang satu sepatunya hilang
Aku masih menggenggam
Kenangan saja
Kenangan pantai lariti
Menyisakkan bayangan
Menyesakkan khayangan
Pikiran dan hatiku
Adalah wajah gadis pink
Gadisku
Bali masih jauh
Bunga kamboja di telingaku
Bunga kamboja di telingamu
Adalah satu penyatuan
Kita ada pada satu
Harapan

MEMOAR RINDU

Foto : inspirasi tulisan
Kau adalah kenangan yang selalu ku ingat
Kau adalah luka yang selalu kurawat
Kau adalah nostalgia yang selalu ku nikmati
Kau adalah segala masa lalu

Adalah benar bahwa setiap luka adalah sakit
Namun ketika kita hadirkan sebuah rasa untuk menikmati
Maka kenikmatan akan nostalgia akan hadir bersama dengan bayang semu tentang peristiwa-peristiwa yang kita lalui

Semerbak harum dari kehampaan akan terasa indah
Jika luka mampu memberi kebahagian di dalam imaji
Karena yang ada adalah penerimaan
Bagaimana kita menjalani dan menikmati dari rasa sakit

Ah kopi masih saja membawa candu
Hingga ampasnya membawa pada satu suara
Yang berbisik ingin kembali
Namun dilema akan keberadaan selalu menghantui

Kau diam dalam dilemamu
Hadirkan intuisi pada jiwaku
Entah tafsir dan harap apa yang ku cari
Namun kebenaran senyummu masih satu yang ku nanti

Penantian tanpa yang di nanti
Itulah kata tanpa pamrih
Sebab senyum adalah bias
Terbakar jelaga di sudut pekat yang amat sunyi

Ah sudahlah
Nikmati saja kopinya
Bersama senyummu yang semakin menjauh
Aku menikmati nya

LAMBU BERDARAH


Foto : Ilustrasi Puisi
Berita duka datang dari timur indonesia
Selatan Bima
Di sana tersimpan air yang mendidih
Air mata darah para pejuang keadilan
Air mata darah para pecinta mimbar jalanan
Air mata darah para perindu mimbar bebas
Air mata, mata yang bernama sejarah

Ban bekas mengepulkan asap di udara
Depan istana dan juga di persimpangan pelabuhan
Turut turun berkali-kali menggoda penindas
Menawarkan misi untuk sebuah perdamaian
Bahwa emas bukanlah jalan satu-satunya kemajuan wilayah
Namun ambisi yang terpendam adalah pulau kelapa
Ah berdosa aku tak bersuara saat itu

24 Desember 2011
Peristiwa Bima berdarah
Lambu berdarah
Sang pejuang keadilan di hakimi dengan senjata laras panjang
Ribuan peluru berserakan di tanah
Mayat bergelatakkan di depan istana
Istana para pemburu emas pulau kepulauan

Masihkah ingat peristiwa itu?
Siapakah yang telah masuk penjara dalam pembunuhan itu?
Adakah duka cita dari sang diktator yang menjabat saat itu

Apakah hanya sebagai misteri kisah?
Apakah hanya bualan setiap kedai kopi
Ataukah Dongeng sebelum terlelap?
Entahlah...!!!
Jawab suara mereka yang lantang sebelum bunyi senjata berdesing di telinga

SELAMAT PAGI PAGIKU

Foto : penulis
Selamat pagi pagiku
Kau begitu cantik pagi ini
Dengan senyuman alam alami dalam sunggikanmu
Merosot lunglai sang raga tanpa kuat
Mati dalam semua ketika kau hadir dalam jingga timur

Selamat pagi pagiku
Kau begitu indah pagi ini
Senyummu di cakrawala begitu anggun
Suara-suara binatang bintang mengalun sendu
Kupu-kupu terbang di atas bunga
Senyummu indah pagiku
Embunku hilang karenamu pagiku
Aku kerontang pagiku
Kau terdiam pagiku
Kau tak ada kabar pagi ini pagiku

Reamur telah kembali pada titik nol
Rautmu racuhi pikiranku
Pagiku kini menjelma siang
Sorepun tiba sebelum terantar
Pada keabadian pekat malam
Bersama hati masygul sunyiku sunyimu
Mati

GOYANGKAN PENAMU

Mari bercumbu puan
Ayo kita selipkan makna rindu kita pada setiap aksara-aksara buta
Sebelum waktu mengikisnya menjadi debu

Ayolah puan
Diksiku hanyalah pikiran hampa
Ia bukanlah air yang mengalir
Ia terurai tanpa hulu
Kau pasti paham puan

Ayolah mainkan pikiranmu
Goyangkan penamu
Aku bersama sejuta rasa
Menikmati alunan guratan hurufmu
Aku pengagum mu

SEBAB DIAMMU ADALAH KEHAMPAAN

Foto : Ilustrasi puisi (sumbr : galeri indonesia)
Loakan hati tertawar tertanam
Dalamnya telaga tenaga terkuras
Menyambuk rantai di sekilas jalan yang di gilas
Hancur berkeping dalam perisai prosa
Hulu terpenuh oleh air
Mata berair di ujung pantai
Tempat sampah berserakan oleh ombak tepi
Sepi riuh ombak barat mengalun sendu dalam sunyi
Hati itu telah mati dalam asa tak terjamah
Sebab diammu adalah kehampaan
Pesanmu adalah ketiadaan ketenangan
Kenangan hanya senyum yang buyar
Di ujung mimpi pada cakrawala
Yang tengah membesuk luka yang terlukai
Hendak sapa pada menit kedua
Namun ketakutan datang menerpa keterpakuan
Terhenti di simpang tanpa jawab
Hati telah lega dalam semua suara
Memendam adalah luka tanpa obat
Uraikan mimpi yang tak sempat menjadi indah
Anak bulan di ranting kamboja telah memekar
Berwarna merah bersama luka tak berdarah
Bersama hujan ia menumpah tertumpah ruah
Luka itu adalah cerita kita
Tertanam terpendam sebelum subur terdesak oleh embun
Ia hilang bersama mentari yang sama-sama kita nanti
Selamat menikmati hidup dalm satu
Sebab ikhlas adalah jawaban
Jika sapa tak di indahkan dalam rangkulan dan dekapan

DIRINDUI OLEH RINDU

Foto : ilustrasi puisi
Salam pada semesta
Cakrawala sunyi yang sedang kau pahami
Alunan dawai sedang kau nikmati
Siluet senja yang tengah kau suguhi

Dapatkah..?
Masyghul hati terobati
Oleh prosa-prosa yang kini di urai
Untuk melengkapi setiap bait puisi yang selama ini hampa

Puanku madu
Madu adalah manis
Manis adalah candu
Candu adalah rindu
Rindu adalah runyam
Dan runyam adalah pikiranmu

Oase mu oam mu
Dirindui oleh rindu
Oleh madu yang kehilangan rasa manis
Di dalam bekunya oleh mesin pendingin

Madu itu dingin
Kamu adalah madu
Kau memilih tetap terdiam
Sementara rangkulanku amat menghangatkan

Kau percaya doa?
Doa selalu lebih panjang dari Tangan
Dan aku merangkul dan memelukmu lewat bisikan kholbu
Karena ku tahu Tuhan akan menyatukan hati jika tangannya turun menyatukan takdir kita

PUAN KU

Foto : ilustrasi puisi
Tuan puan Tuhan ku telah hilang
Di sini bersama keyakinan tanpa jalan
Bersemedi dalam keresahan hati
Hendak menjumpai sesuatu yang tak pasti

Enyah saja kau mimpi
Hadirkan saja sunyi
Biarkan mimpi membeku di sudut ini
Bersama hadirmu yang memuakkan

Ah... Kau tau puan
Tuhanku Tuhan mu sama
Rasaku dan rasamu sama
Namun aqidah dan keyakinan akan kah di bedakan

Puanku
Kau negeri kerontang akidahku
Kau negeri subur dustaku
Kau negeri yang ku susuri
Kau negeri yang ku geluti
Kau negeri tanpa tanda tanya

Puan
Kau masih satu dalam nama
Bahwa hadirmu adalah mimpi untuk tujuan hidupku
Untuk negeri pikiranku

BUBUHAN AKSA

Foto : ilustrasi puisi
Dalam mimpi yang hampir mati
Coba telusuri angin yang menilisik dedaunan hijau
Hinggapi telinga kicauan burung
Bersama alunan nada gemercik air surga dan juga air mata

Terhempas pada satu sunggikam puan
Hingga lazuardi tak lagi kulihat biru warna
Sebab senja telah mrnyemburatkan jingga
Entah warna apa yang hendak di tawar pada hati

Coba tebak saja puan ku
Kau tau segala lekukanmu
Tapi kau tak pernah tau bahwa sunggikanmu membuat gemetar jiwaku
Hingga melalang buana buaya buyar

Kau pasti paham puan ku
Atas selipan rasa dalam bubuhan aksa yang tengah ku urai
Atas jiwa yang tak pernah mati akan rasa
Semoga puisi bisa menyampaikan makna
Dalam tafsir kata yang tak berarti

JALANNYA JALAN JALANAN

Foto : Ilustri Puisi
Peluru liar menembus kepala
Sebarkan serbuk-serbuk cinta pada yang tertindas
Lalai mengalun di sudut mimpi
Berkobar liar nafsu pembasmi
Hendak pada siapa ia mencuat

Sang jejaka bertubuh kekar di pinggir jalan
Tanpa pedang ia bersamuraikan kata-kata
Peluru nyasar menembus dada tak terbelah
Dada ayam empuk santapan para bos di sembelih dengan indah
Ah mereka mati tanpa di panggang jendralku
Dia teraniaya di jalannya jalan jalanan

Boikot cinta dalam perjuangan
Jalan dinista tetap tertempuh dengan semangat juang
Hina dan klausa klaim kiri adalah suplement bergizi
Gorok saja kalau mampu
Seribu nyawa akan tumbuh dari satu kepala yang terpenggal

Kau boleh bermunajat dalam hati
Tapi busuk dalam ambisimu akan tercuat tercium dalam pertapaan suci kami
Sebab seluk beluk semua terkafer di molekul air mata
Terurai semua dalam benderang
Kemudian genderang bertabur di atas jalan
Merah darahku
Putih tulangku
Satu masa
Sejarah tercetus
Itu misiku

AKU ADALAH ANJ*NG

Foto : Ilustrasi puisi (sumber kaskus)
Gadis molek yang tengah ku tiduri
Perempuan malam yang tiap waktu ku geluti
Semua adalah hasil dari jerih payahmu
Akulah wakilmu dalam aspirasi

Sunggik senyum para relawan dan pemenang
Berjoget layaknya biduanita malam dalam satu pentas
Berimajinasi lewat proyek-proyek buta
Itulah janjiku padanya

Tak usah berujar dan melontarkan kedengkian
Kebencian kalian hanya untuk sunggikan indahku di atas meja
Sebab pen-demo sudah ku selipkan amplop tebal
Di ujung orator berteriak di atas mimbar

Tak usah berkata aku tikus berdasi yang di penuhi dosa
Atau sang wakil yang bereksploitasi tak berisi
Sebab saat fajar telah ku lengkapi dompetmu dengan lembaran merah
Sudahlah, tak usah menututku

Kau berkata tetang nilai hadirku dalam forum
Keadilan yang di junjung harus di tegakkan
Tak boleh memakan uang untuk aspirasi
Toh bukan aku saja yang melakukan hal demikian
Pendahulu kita sudah mahir dalam hal ini
Mari kita ingat kembali
Tak usah menuding
Sudahlah kawan, jangan lagi menuntutku

Karena aku adalah orang yang di takdirkan sukses dengan suaramu
Karena aku adalah takdir itu
Lalu untuk apa aku berdebat dengan mereka tentang keputusan
Toh masih banyak juga yang tertidur di atas meja saat rapat
Tak usahlah menuduhku demikian
Sebab bukan aku saja

Aku adalah wakilmu
Kalian boleh berkata bahwa presiden lebih besar gajinya dari wakilnya
Atau gubernur lebih besar gajinya dari pada wakilnya
Tapi aku adalah wakil kalian
Kalian tak punya hak atas gaji itu
Karena aku yang akan menggonggong di sana
Percayalah
Aku adalah anj*g

SANG KOMISI PEMBERANTAS JADI PERI

Foto : Lambang Negara Indonesia
Negeriku yang lucu
Hukum di jadikan sebagai candu
Untuk merantai rakyat ke jurang pilu
Ironi negeriku

Kota metropolis
Sedang menyebar gerimis
Lewat suara-suara politis
Demi rakyat harus optimis
Hahaha gaesss

Sang kakek tua datang menawar diri
Hendak menguasai jagad negeri
Apalah daya renta sebentar lagi
Langit mungkin merenggut nilai tujuan suci

Petani di ujung timur negeri
Bersorak ramai di mimbar demokrasi
Hasil panen melimpah namun tak ternilai
Ekspor impor tawaran indah bapak menteri

Ah sudahlah ucap sang istri
Seruput saja kopinya kata istri kepada pak tani
Tak usah berpikir menjadi kenedy
Sebab kau akan tertindas oleh tirani
Karena sang kapitalis adalah masih menjadi penguasa negeri

Sang Komisi Pemberantas jadi peri
Sebab aturan dalam aturan di jaga ketat bak kawat berduri
Setiap istana istansi punya otonomi
Liarnya jenaka para pendiri negeri

Hadir lagi program bina udik-udikan
Garda depan mimbar bebas sibuk dalam persoalan
Hendak kemana program harapan
Sang raja tertawa dengan suara lantang

REBOISASI : KAMBALI MBOJO MANTOI

Foto : ilustrasi Puis (sumber : polres Bima)
Kulihat wajah termurung sepi bercampur gelisah ketakutan nampak jelas dirona wajah yang mulai memudar cahaya
Wajah yang biasanya selalu memancarkan sinar kedamaian
Kini seakan redup bahkan telah mati padam
Bersama gundulnya tiang-tiang bumi

Air deras tak tertahankan
Tak terbendung hilir menuju hulu
Penginapan warga terendam dalam bahtera nabi nuh
Dosa apakah yang telah di buat kaum
Hingga azab tertimpa tanpa kenal ampun
Daratan penuh dengan kerikil batu lumpur
Sampah berserakan dimana mana
Akankah ini cobaan atau karma..??
Entahlah
Yang ku tau siapa yang menabur angin akan menuai badai
Jika memang pohon harus dibabat habis lalu untuk apa ada slogan "jaga alam?"
Untuk apa ada gerakan penghijauan?
Untuk apa Reboisasi?
Sementara manusia sudah tak ada lagi yang peduli

Ahhhhhhhhhhhhhhhhhh
Wahai manusia yang mulai lupa
Sadarlah wahai manusia, hatimu penuh dengan keserakahan dan keegoisan.
Tidakkah kau dengar jeritan mereka?
Burung-burung yang kehilangan sangkarnya
Babi yang kehilangan hutannya
Apakah mereka tak punya hak untuk seperti hifup seperti kita?
Sadar sayang-sayang ku
Tangan Tuhan tak akan lagi menurunkan kasih sayangnya jika kau selalu merusak alamNya.

Tidakkah kau memikirkan anak-anakmu?
Tidakkah kau memikirkan sudara-saudaramu?
Tidakkah kau memikirkan orang tuamu?
Tidakkah kau memikirkan tetangga-tetanggamu Tiadakah di hatimu orang-orang yang dirasa kau sayangi?

Sadarlah saudaraku
Mereka akan menerima akibat dari ulahmu
Demi kepuasan nafsu dan terpenuhinya kebutuhan sesatmu
Kamu rela menggadaikan nyawamu
Tak memikirkan nyawaku
Tak memikirkan nyawa mereka

Lihatlah saudaraku
Lihatlah dengan nuranimu
Lihatlah dari pendengaranmu
Lihatah dengan liarnya imajinasimu
Alam yang dulunya tenang yang penuh dengan nyanyian burung tak ubahnya seperti padang pasir tandus, hampa, panas dan terbakar

Alam yang biasanya mengajarkan kita tentang kekuasaan Ilahi
Yang mengajarkan kita tentang arti bersyukur akan nikmatnya
Yang mengajarkan kita saling menjaga
Yang mengajarkan kita saling menyayangi
Yang mengajarkan kita saling melindungi,
Yang mengajarkan kita saling menghargai ciptaan Tuhan
Kini tak lagi kujumpai

Kemana dia pergi?
Apakah dia telah dimusnahkan?
Apakah dia telah dihilangkan?
Atau mungkin telah dibunuh secara liar dan tragis?
Entahlah..!!!!
Yang jelas aku rindu alamku yang dulu
Kita rindu Reboisasi kambali mbojo mantoi

Hal baru untuk kita renungi
Pohon-pohon rindang tak ada lagi tempat tuk berteduh
Binatang-binatang liar kini tak pula kita jumpai
Burung-burung hilang lantunannya di tiap pagi
Kemanakah mereka?

Mari kawanku
Mari saudarku
Kita wujudkan reboisasi kambali mbojo mantoi
Kita tanam seribu pohon kebaikan
Kita tanam tanaman-tanaman kebajikan
Melalui jiwa peduli alam yang kita miliki
Ayo
Bergeraklah sayang-sayangku

Ada wajah yang berseri-seri dan mata yang selalu penuh kasih sayang
Menanam ide menanam pepohonan tumbuhan
Agar kembali Bima ku
Kambali Mbojo mantoi yang sangat di rindukan
Agar hijau tanah ku
Agar hijau gunung ku
Agar hijau desa ku
Agar hijau kota ku
Agar sejuk hati kita
Merekalah tokoh sejarah peradaban kita
Kita Bima
Kita Mbojo
Kita indonesia
Para pecinta alam dan lingkungan yang sedang mwlakukan penanaman 1000 pohon

SAKAU PADA CANDU RINDUMU

Foto : Penulis
Hujan kembali menyapa
Menyatukan intrik do'a para perindu yang tertidur
Di tepi senja yang sedang melambai
Hendak pulang ke pangkuan sang malam

Paru-paru masih butuh asap untuk penetral
Dalam alunan cangkir kopi yang mulai men-dingin
Tuk menutupi pori-pori kulit yang bergidik
Tengah menggigil atas hembusan sang bayu

Kedinginan ini tetap dalam fase murni
Karena mengingat pelukan itu selalu saja membuat tubuh bergetar
Karena hangat pelukanmu membuat ku sakau pada candu rindumu

Yaaa.....
Atas nama rindu yang tak pernah padam yang ku pendam
Cangkir kopi yang masih setia bersulam
Lintingan asap ngebul yang melayang terdiam
Menyaksikan pikiran yang kalem
Raut wajah yang masih saja ku selam
Meski dalam dan pekatnya begitu kelam
Rasa ini tetap sekokoh pualam
Sekam

DIAM MU MEMBUNUHKU

Foto : Pencuri hati
Aku tak mengerti dalam diam mu
Seutas senyum masih membekas dalam rautmu
Namun dingin dan membeku gerak lekukannya
Apakah ada sebait kata yang kau pendam
Hingga dalam aksara mu tak mampu kau urai dalam kata

Apakah sesemu itu warnamu?
Hingga pelangi si ujung bumi tergilas oleh siluet fatamorgana
Ataukah ada sebutir doa yang maaih runyam dalam tanyamu yang ingin bersuara apakah harus mengimani atau mengaamini semua fatwaku
Entahlah....

Sebait luka dari senyumku dan juga senyummu
Membeku di semesta tabib tabir rasa
Menyulam luka dalam jiwa yang kaku
Atas kekikukan makna sunggikanmu

Jauh
Sungguh sangat jauh
Kita berada pada satu kampus
Namun tak pernah saling bersua
Itulah jauh yang paling jauh
Bahkan lebih jauh dari semua kenangan masa silam

Diam
Diam mu menyesakkan
Diam mu menyengsarakan
Diam mu membunuhku

DILEMA SUNYI

Foto : ilustrasi Puisi
Dedaunan menyulam embun di pagi buta
Sebelum sinaran mengusirnya dengan paksa
Tertimbun rindu dalam secangkir kopi
Pagi kenangan hilang di sapa siang

Aku mengemban tugas oleh hati
Merawat rasa agar tetap pada satu oase
Tetimbun rindu mulai di hasut jelaga
Sebab liar mata tersihir oleh keampuhan raut ikhtisar

Tertuju sekelumit senyum di ujung antero
Tersenyum bias sebelum muson meniup lenyap
Intuisi-intusi rasa di pelataran lazuardi
Mengemban tugas penyebar indah keindahan

Indah langitku dan juga senyummu
Menyapa pagi siang malam dan tiap waktu
Namun raut yang lagi ku geluti
Menepis bayangmu yang kini ku yakini

Dua dalam satu hati sebelum tiga melengkapi
Hati berdialek dalam dilema sunyi
Entah siapa yang akan berujung pada altar suci
Yakinku semua adalah jodoh yang terikrar

Ringkih hati memilih satu
Namun harus tertakluk pada senyum yang kini membias
Gerangan apa yang ingin di pilih
Pinta hati tak menyorot satu raut

Ah.....
Dilema rindu dalam sunyi
Lalu lalang begitu ramai
Namun masih saja sunyi menghampiri
Atas kisah tiga dalam satu tafsir
Jodoh apa yang hendak ku maknai

Kau kamu dan dia
Adalah satu yang selalu di hati
Ijinkan aku miliki semuanya
Meski dua hanya dalam jiwa
Dan satu bentuk raga

Dilema mencintai tiga bidadari
Itulah karma dalam diri
Membuyarkan pikiran
Membunuh naluri
Kebohongan juga bukan
Tapi itulah cinta yang mencintai

MENEPIS WARAS

Foto : Ilustrasi Puisi (sumber : panda)
Puncak asta dalam liar pikiran
Imajinasi melangkah berpapas dengan hutan rimba
Langkah lunglai tak jadi beban sang hati
Karena tenda-tenda kerinduan telah di bangun ribuan tahun lalu

Perjalanan jauh menjumpai langit
Kafilah-kafilah kenangan berlalu lalang
Melewati semua saraf kepala
Ingat mengingat semua peristiwa

Menepis waras dalam bingkai rindu
Entah rasa cinta ataukah keegoisan
Rasanya tak bisa di tepis kebencian berikut rindu
Karena ingin berjumpa namun tak tau dimana rimba itu

Gila........!!!!!
Aku gila
Ku rawat kegilaan ini
Ku peluk dengan mesra
Karena tak guna sadar jika dalam cahaya kebenarannya tak pernah melihat
Indah dan moleknya kesucian yang kau hias
Yang tertera antara ada dan ketiaadanmu

Terkuasai seluruh lereng bersama semua tenda para pendaki
Mencari puncak dalam sunyi rimba yang telah menghembuskan kabut
Di saat sang jingga kemilau di ufuk barat
Mars kembali memancarkan memantulkan biru langit yang hilang

Peradaban yang hilang di ujung senja
Bahkan mars ikut berwarna mengikuti hati
Menyatukan kesucian dalam jingga
Hingga debu-debu tak mampu di tepis cahaya

Mereka hadir sebagai santi dan santo
Sang petapa suci gumam hati yang tak sempat bersuara
Menghadirkan jiwa kembali dalam raga
Bahwa diri sedang tak waras lagi
Ia telah melihat dimensi yang tak pernah di jangkau manusia

Hayali rindu yang di hayati
Kerinduan pada semesta tabir penutup
Ia bukan dinding penghalang cahaya
Namun dinding hatimu yang tak bisa ku robek agar bisa menerima secercah harapan hatiku

IDEALISM POLITICAL AKTIVIS

Oleh : Pemusnah Generasi
Persoalan political negara telah menjadi dinding kokoh yang sulit ditebus para aktivis. Persepahaman beberapa pemimpin daerah hingga pusat soal kepentingan para rakyat, ternyata tidak mengembirakan. Politik kebudayaan telah di menej sedemikian rupa dengan ruh purbasangka. Idiom-idiom tentang hal yang berhubungan dengan stabilitas negara dan isu-isu subversif telah menjadi racun pelumpuh yang menyebabkan rakyat merasai kepeotan dalam pembangunan daerah dan bangsa yang diharapkan bersama. Sebagai orang dan rakyat yang sadar akan nilai kemerdekaan pada kultural dan budaya maka penulis bisa menyimpulkan bahwa ada yang rusak dalam peradaban dan nilai kearifan budaya bangsa ini. Dan bukankah di indonesia sering disebutkan soal globalisasi kebudayaan? Bagi penulis globalisasi kebudayaan yang digembar-gemborkan pemerintah itu hanyalah batas basa-basi sebelum.menjadi basi.

Gelar aksi para aktivis memang banyak menghasilkan gumam dan tak kurang juga masyarakat dan para oknum-oknum menghujat para aktivis indonesia, dengam dalih mengganggu dan tak punya data yang valid dalam menuntut, mereka para penghujat akhirnya semena-mena. Padahal data itu sudaj benar, dan para penguasa menutupinya dengan amplop di bawah meja. Yang ada hanya tekad, tekad dan tekad. Aplikasinya sampai sekarang tidak jua menggembirakan, karna polemik isu yang di suarakan tak sampai di telinga para pejabat negara. Saya teringat pernyataan Aktifis.

"Mempermudah aliran ilmu dan kesenian akan membuka surga pada kita. Mempersulit lalu lintasnya adalah melakukan jenajah terhadap peradaban kita.

Pernyataan aktivis itu benar. Kalimat itu terasa telah menusuk, menikam dan mencincang putus kondisi yang ada sekarang ini. Aktifis telah menetapkan palu hakim dan membuat sebuah pernyataan yang harus diarifi semua pihak. Dia tidak hanya menggugat  kekhawatiran dan kekesalan, akan tetapi juga menjadikan pemerintah pesakitan yang harus mempertanggungjawabkan kebijakan mereka selama ini.


Aktivis rakyat seakan berkata pada pemimpin negara dengan penuh permohonan dan harapan "Salam saya ini ibarat menatapi perahu surat kepada penjabat negara, jika senget ke kiri saya ke kanan, jika senget ke kanan saya ke kiri. Tidak apa saya tidak dapat duduk aman asal saja perahu dapat sampai ke pangkalan dan semua penumpang selamat." ini merupakan sebuah perjuangan dimana ia rela mati untk menyampaikan aspirasi rakyat kepada telinga pemerintah. Jika belum sampai suaranya ini berarti bahwa padatnya belum tentu padu, atau padunya belum tentu padat, dan padat padu itu sendiri belum tentu sebati.


Luka hati kawan-kawan dikampung tetap berdarah "suara mamit perlahan tetapi mendalam dan ia tunduk, walaupun ramai orang terhibur melihat anak-anak pokok itu subur, dengan daunnya yang hijau mengkilat, tetapi tidak menyama dengan kehijaunan dengan pohon pohon bahagia dimasa dulu paska revormasi. Tetapi lebih parah lagi, awan hiba tidak akan terhapus selagi terkenang jasa jasad tokoh para pahlawan yang dilahirkan nenek moyang ditutuh, dipenjarahkan, ditebang, dan dibakar, buru menjadi abu bumi.


Di kota besar begitu..! Bumi putera tidak! Kita mereka hina dengan sebutan Bima tolol, mahu lari kemana? Disini tumpah darah kita! Negara ini, pusaka yang kita warisi dari nenek moyang kita! Seluruh kepulauan Alam Bima milik kita dan tanggungjawab kita sebagai pemuda dan Mahasiswa. Keadaan sekarang darat dan lautnya tanah tumpah darah kita yang rakyat anggap milik dan tanggungjawab kita.


Demi hari depan, aktivis pilih kedua-duanya sebagaimana nenek moyang ku memilih kedua-duanya untuk mengolah ekonomi.Tetapi untuk masa sekarang dan 20/30 tahun akan datang tempat ku dijalan membina diriku dan pemerintah hingga aktivis tempatku di samudra, sebagaimana aktivis bersama rakyat menyandang jalan kebidang undang-undang.


Guru tidak pernah mengajar dan tidak memberikan buku yang mengajar anak negeri untuk membinasakan negeri. Pemerintah adalah penjajah yang kuat dibumi putra dan rakyat tabuh belum pernah tahu untuk bangun melawan pemerintah.


Kesimpulan kami berpandu rakyat, hati kami tidak membelakangi rakyat dalam petaka, selama ini kami jauh dari negeri sendiri, karena kami terpisah dari pada keluarga masing masing : maka kami sebulat suara menentukan tekad jalanan negara, aktivis, masa aksi adalah keluarga kami. Apabila kami mati, kami mahu dikuburkan diparlemen jalanan melalu birai aksi, jenajah kami disempurnakan oleh saudara saudara kami di garis perjuangan.


hingga saat ini aktifis dan rakyat tidak pernah mengucapkan sebaran kata mimpi dan ikatan. Perhubungan aktivis dan rakyat bukanlah dasar perluasan dan perpisahan dan bukan pula dinisbahkan kesan Tumbalnya sang penguasa.Tetapi diatas segala-galanya adalah takdir dibawah kedzoliman penguasa.


hingga penghujung tahun 2018 saya menulis   yang sebentar lagi akan kita tinggalkan ini, betapa masih banyak persoalan yang belum terselesaikan, sebentar lagi segera akan hadirnya tahun 2019 sekaligus tibanya milenea baru, kini terasa kian memperpanjang agenda yang harus kita hadapi pada masa mendatang. Angin segar dan bayang riuh yang di usungnya, mau tidak mau mesti mendedah pikiran aktivis guna menyusun langkah baru menuju keakanan yang jauh. Aktivis rekontruksi setiap sudut peradaban yang pernah aktivis bangun, lalu kita coba menautkannya dalam rangkaian sejarah masa depan. Dan secara futurologis, diam-diam aktivispun berharap menemukan simpul-simpul pencerahan.

MENCINTAI DALAM DIAM

Oleh : Kiliman Ariansyah
Foto : Penulis
Teruntukmu
Kutulis ungkapan cinta tanpa suara
Sampaikan rinduku dari bibir yang terus membisu dalam goresan tinta ku'uraikan segenap rasa dalam kata
Sampaikan kekagumanku lewat cara sederhana
ijinkan aku mencintaimu
menggoreskan pena-pena cinta dihatimu
Dariku pengagum rahasia yang hanya mampu menyapamu dalam doa-doa.

Dalam diam aku mencintaimu
Kusimpan rasa dibalik tabir rahasia
Mengagumimu dalam diam seribu bahasa
Tersulam rindu dalam jiwa, sunyi tanpa suara.
Tak peduli sekalipun kau hanya dapat kumiliki dalam mimpi
Menjagamu dari balik bayangan
Mendekapmu dalam khayalan.

Dan saat kau jauh, rasa gelisah datang menyentuh
Tak bisakah kau susuri dan jelajahi hati yang tak mungkin kau singgahi.
Namun biarlah aku akan tetap menjadi pemilik cinta tanpa ungkapan
Mencintaimu dalam diam, dalam angan dan impian.

Di dalam sepinya waktu
Tidak pernah jeda aku menyulam rindu di jiwa
Di dalam sunyinya lara
Tidak pernah sirna aku rajut kasih dimuara kalbu
Bahwasanya akulah pengagum dirimu

Dibalik tabir rahasia
Dibalik senyum karismamu
Melekat erat dibenak malamku
Menghantarkan hasratku ke ujung bahagia
Meski aral nan menjadi ruang pemisah
Mengagumimu bukanlah sebuah dosa
Lemah tetesan keringat di dalam munajat
Tidak terhitung oleh hitungan dalam angka, dalam aksara

Hari itu kau memberik sentuhan yang membuatku menjadi berharga
Kaulah wanita yang diutus tuhan untuk menyelamatkan kesenduhan dalam jiwa
Terima kasih untuk hari itu permpuan tangguh
Kaulah pejuang sejati yang pernah lahir dibumi pertiwi
Sedikitpun tidak ada rasa takutmu dalam gerumunan vampir berkelas senjata
Kau tampakkan dirimu dalam layaknya bidadari surga
Kau pertama yang buatku menetes air mata
Kau juga perempuan pertama yang membuatku bangga dalam dunia jalanan

Walaupun terkadang di dalam bisu
Aku kemas setiap tetes-tetes bening yang jatuh
Walaupun terkadang dalam senyumku
Aku basuh luka merona oleh rajam lukamu
Kau tetaplah menjadi sang bidadari rahasia yang selalu menyulam sebuah harapan dibalik tirai yang menerungku

Hingga bila air mataku kering
Hingga bila napasku berhenti
Aku masih tetap disini dalam malamku
Merajut sejuta impian indah dalam hatimu.

JERITANKU BUKAN JERITANMU

Oleh : Kiliman Ariansyah
Foto : ilustrasi puisi (oleh : kiliman)
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam namun siapa yang mampu menghentikan nyanyian bimbang dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam. aku siapkan untukmu : pemberontakan!

Sesungguhnya suara itu bukan perampok yang merayakan hartamu
Ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
Ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata tanya yang akhirnya tidak bisa tidak kalian harus menjawabnya
Apabila tetap bertahan, aku akan memburu seperti kutukan karma

Kami berteriak tanpa tau ada telinga yang mendengar
Kami merintih dalam tangisan hingga air mata dan mata air kini kekeringan
Kami berjuang sebagai tameng penyeimbang
Tetapi keutuhan dari gerakan telah disobek-sobek
Suara kami hanyut ditelan konglomerat dan perusahan raksasa

Air mata kami ditelan belantara kekuasaan rezim
Tangan kami tergilas ekonomi bulldoser pembangunan
Berteriak mempertahankan hak atas tanah bangsa
Tetapi kami di tuduh sebagai pembangkang
Tetapi di tuding anti nasionalis
Tetapi di tindas di mimbar jalanan
Tetapi itu disebut anti pembangunan dan separatis

Menangis membela hidup di tuduh sebagai pengacau negara
Berjuang mempertahankan tumpah darah, katanya musuh negara
Kuburan leluhur, kampung, adat, binatang dan tanaman
Sumber alam dan hutan kami dicaplok oleh penguasa kapitalis dan penguasa bersenjata
Cukuplah waktu mereka masih hidup leluhur di paksa dan di siksa oleh kapitalis VOC
Jangan lagi kapitalis mengganggu tempat peristrahatan mereka
Jangan lagi
Jangan lagi
Jangan lagi
Aku mohon

Kami tergusur, terhimpit dan merana
Kami terbuang dikampung halaman dan tanah leluhur kami sendiri
Kami menjadi pengemis di atas kekayaan dan dari para pencuri, perampok dan pembunuh
Kami menjadi tak berdaya
Inikah takdir hidup kami
Semuanya hanya DIA Sang Maha Kuasa.
Kepadanya Kami Serahkan.

Dengarkan keluh kesah para kaum tertindas yang lantang dan berani menyuarakan keadilan
Sertakanlah hati nurani kalian dalam memutuskan sebuah keputusan
Hargailah mereka yang tidak mau tetapi berkemauan tinggi agar kalian tenang ketika maut merenggut nyawa kalian.

Suara ini adalah suara dari mereka yang miskin, yang tak berpendidikan tetapi paham akan pendidikan
Suara ini tulus dari nurani fakir-miskin yang hari-harinya memimpikan, mengkhayalkan pendidikan setinggi langit dan seluas cakrawala
Lihat kami, dengarlah suara kami, kasihanilah kami yang terus di tindas.


TUHAN TELAH MATI

Ilustrasi Puisi
Ijinkan aku untuk menghadirkan makam Nietzsche
Sebagai kebenaran pikiran zarathustra
Bahwa Tuhan telah lama mati
Bersama matinya hati para penidur di dalam bangsa yang tertidur

Miskin adalah kata sampah bagi bualan mereka
Tuhan kata indah ucapan di atas mimbar penganut
Namun dalam bahasa kholbu para penyiar
Dompet adalah yang maha kuasa

Nietzsche terbangun dari dalam makam
Melantunkan syair merdu dalam kebijkan dan kabajikan
Hendakkah Tuhan kembali berreinkarnasi
Sejak mula dia telah lenyap bersama para atheisme

Tuhan bukan pencipta
Sebagaimana para santo mengakui kehadirannya lewat kesunyian
Tuhan bukan juga Tuhan
Sebab Tuhan bukan umpama

Tuhan bukan untuk kalimat sebagai Tuhan
Sebab pengklaiman selalu hadir jika kau reguk
Rumi bersuara di mimbar pena
"Agama kalian bukan agamaku, sebab jika satu kataku sebut, maka menghilanglah nilai yang kuyakini."

Sebagai orang yang beriman
Kita adalah hamba
Sedang di adalah pencipta
Yakinkan dalam hati bahwa dia bukan Tuhan
Melainkan dia Adalah Pencipta Semesta
Dia adalah sesuatu yang Bukan dari kata Tuhan
Sebab terlalu rendah jika kita mengatakan dia adalah Tuhan
Sebab batu juga pernah di sebut sebagai Tuhan oleh para penganut "Makimbi dan makamba"
Maka jangan lagi kau sebut ia sebagai Tuhan

Ilah itulah sebutannya
Sebagai bentuk tafsiran dari Tuhan
Namun Sujiwo Tedjo berkata dengan lantang
Esa itu bukan satu
Sebab itu hanya umpama untuk mempermudah penyebutan

Kau tau keyakinanku?
Tuhan telah mati adalah bahasa Nietzsche
Tuhan telah hilang adalah bahasaku
Sebab ia telah bersembunyi di dalam AKU

Di dalam diri manusia ada segumpal daging
Di dalam daging ada hati
Di dalamnya ada ilmu
Di dalamnya ada rahasia
Di dalamnya ada cahaya
Di dalamnya ada AKU
Kau tak akan paham dan kau tak akan mengerti
Maka terimalah
Bahwa kau tak akan pernah melihat ilahmu
Maka cukup kau yakini ucapan Nietzsche bahwa Tuhan telah mati
Atau Tuhan bersembunyi di dalam Dirimu kata ku

NALURI TERLARANG BERPAUT

Foto : ilustrasi puisi
Aku adalah semut kecil di antara ribuan jaring-jaring para pendosa
Yang menindas tanpa ampun dengan ribuan dogma dan jutaan paradigma
Melegitimasi diri dalam fase sempurna sebagai bagian dari belatung yang menjelma kupu-kupu

Loakkan di bawah kolong meja ikut tertawa menertawai
Terlibat dalam lelucon yang tak ku mengerti dari segimana yang menjadikannya jenaka
Hingga langsat di musim hujan di kerumuni belatung-belatung cantik
Yang empuk dan enanknya langsat menjadi busuk yang tak terlihat

Langsat itu ialah raksasa yang tertidur
Ia terbangun dengan ajian para kolega
Menghembuskan nafas yang begitu harum menyengat
Padahal sampah berserakan di dalam hati para pehembus

Bising dan riuh ucap mengucap
Selamat datang jua selamat tinggal
Naluri terlarang berpaut sesama
Semoga bahagia ucapku dari kejauhan

Bangsat ituuuuu
Bangsat itu bukan tak mau
Bangsat itu punya malu
Bangsat itu yang di palu
Bangsat itu yang duduk terpaku
Bangsat itu adalah aku

02 Desember 2018
Paruga Nae

KEARIFAN LOKAL YANG MULAI PUDAR DALAM BUDAYA BIMA

Lambang Daerah Mbojo
Mendalami tentang kultural budaya Bima di era milenial yang di pengaruhi oleh majunya peradaban globalisasi tentunya banyak hal dari Tradisi Budaya Bima yang kini mulai pudar dan sudah tidak lagi di jaga nilai keasrian, kemurnian dan nilai kearifan lokalnya. Penulis melakukan studi banding dengan menonton berbagai kesenian yang di tampilkan oleh beberapa sanggar yang ada di Kabupaten dan Kota Bima di berbagai acara kampus yang berada di Kota dan di Kabupaten Bima maupun karya-karya yang di suguhkan di dalam media youtube. Bahwa ada sesuatu yang di hilangkan dari nilai keasrian budaya tersebut dari hasil pantauan dan yang penulis analisis dari pengamatan film-film yang di buat tersebut adalah kecendrungan mengikuti arus global tanpa memperhatikan sesuatu yang merupakan buah Kultur asli, malah yang di hidupkan dan yang tercermin adalah sebuah  peradaban baru yang menghilangkan nilai etika dan estika yang selalu di hidupkan oleh para pendahulu dan para ulama yang telah menanamkan nilai garuda berkepala dua sebagai lambang dearah kita yang berlandaskan islam. Tentunya jika kita berbicara islam maka itu akan bermuara bagaimana tata krama dan tingkah laku yang di atur dan di jaga sedemikian rinci oleh aturan Al-qur'an dan hadist. Dalam hal perfilman ini tentunya adalah sesuatu yang perlu di apresiasi dengan baik, mengingat bahwa perkembangan teknologi tentulah tidak akan membunuh nilai peradaban dan budaya dan begitupun sebaliknya bahwa kultural budaya tidaklah bermaksud membuat kita berpikir primitif dan tidk menerima teknologi yang di subuhkan oleh peradaban modern.

Tapi itulah yang menjadi PR kita bersama, bahwa hasil gagasan dan ide yang di gagas oleh kumpulan atau komunitas tersebut adalah mulai menyampur baurkan perkembangan jaman dalam hal ini tentulah harus di sesuaikan oleh jaman sekarang. Tentunya ini bukanlah masalah karena di era milenial kita di tuntut untuk mencocokan nilai tradisi dengan peradaban yang kita hadapi sekarang ini. Namun ketika kita melihat dari sisi menghidupkan kembali nilai kearifan lokal dan tradisi budaya yang harus di hidupkan, tentunya sangat kontradiktif dengan nilai-nilai budaya yang telah di wariskan oleh leluhur dan nenek moyang kita. Nilai budaya yang seharusnya di jaga dan di rawat oleh masyarakat dalam hal ini adalah tanggungjawab besar bagi pemerintah daerah yang seharusnya memberikan seminar dan melakukan sosialiasasi kepada masyarakat, guna untuk tetap merat dan mencintai nilai warisan budaya, namun hanya satu dari ratusan nilai kearifan lokal yang di hidupkan dan juga hanya sebagian orang yang bisa mengadakan acara dan mengetahui nilai esensial budaya tersebut.

Dalam hal ini dari kacamata saya hanya melihat bahwa hanya satu budaya yang di hidupkan oleh    pemeritah yakni budaya rimpu, dalam hal ini tentunya kita ketahui bersama bahwa kemarin pada awal tahun 2018 di adakannya pertemuan besar dan reunian bersama yang di adakan oleh masyarakat Bima di jakarta tepatnya acara itu di selenggarakan di Monas, tentulah ini adalah sesuatu yang harus kita dukung bersama baha budaya bima bisa terekspos samai ke seluruh penjuru Nusantara, namun mari kita tengok lebih dalam lagi tentang bagaiman bima ini yang sesungguhya. Budaya-budaya yang bernilai sakral kini hanya menjadi cerita lama yangtak pernah di hiraukan kembali oeh khalayak ramai karena bupati kita saja tidak pernah mau memberikan perbupnya terkait pelestarian budaya tersebut. Contohnya, budaya gantao dan kapanca hanya di adakan oleh orang-orang elit saat melakukan pernikahan, kren banyak dari masyaratkat bia yang tidak mampu membayar guna melakukan acara ataupun ritual tersebut. Dan inilah yang menjadi ujuan saya kenapa budaya ini semakin tidak di hiraukan dan tidak di pedulikan terhadap pelestarian keberadaannya.

Selain itu ada nilai kearifan lokal yang mulai di lupakan oleh hampir semua masyarakat Bima bahwa nilai “Wanga Maju (Tanduk Rusa).”, yang sengaja di hidupkan oleh para leluhur sebagai warisan budaya, dan Budaya ini di hidupkan dalam bentuk setiap rumah haruslah di buatkan kayu/balok yang berbentuk seperti tanduk kijang yang baru tumbuh supaya kehidupan penghuni rumah tersebut kuat dan kokoh seperti kuatnya dan kokohnya tanduk tersebut. Namun bisa kita lihat sekarang bahwa gedung-gedung sengaja di bangun dalam bentuk modern, dan kayu yang sebagai nawacita dan falsafah warisan budaya tersebut kini mulai pudar dan nilai filosofisnya kini hanya sebagian orang yang mengetahuinya. Disini  ataupun tidak sengaja, tapi membunuh pelestarin nilai kearifan lokal budaya bima yang selama ini di jaga dengan baik oleh para leluhur kita.
Belum lagi tentang nilai falsafa bima “MAJA LABO DAHU” kini secara struktural di ganti oleh pemimpin daerah kita dengan gaya bahasa yang kita tidak mengerti nilai simbolisnya seperti apa. Bagaimana tidak nilai yang diturun temurunkan oleh leluhur kita di era ini di ganti dengan “BIMA RAMAH” agar elektabilitasnya tinggi, justru menghilngkan kalimat sakral yang di tulis oleh sejarah sebagai cerminan dan ciri khas orang bima. Di tambah lagi kantor Bupati dan Walikota sekarang dapat kita lihat sebagai masjid. Budaya bimanya entah kemana di bawa oleh pemerintahan sekarang.

Dalam hal ini tentulah peran kita sebagai generasi yang berperan aktif dalam bagaimana membangun dan menghidupkan kembali budaya kita yang mulai hilang dan mulai di lindes oleh kemajuan peradaban globalisasi yang secara masif membunuh nilai kearaifan lokal budaya daerah bima yang kita cintai bersama ini. Melalui studi yang coba saya rangkul ini sebagai bahan supaya kita sebagai generasi penerus budaya bima tentulah sangat di harapkan peran aktifnya. Karena yang kita ketahui bersama bahwa majunya sebuah negara dan daerah adalah tidak terlepas dari perjuangan generasi muda, dan terciptanya sebuah peradaban budaya yang di warisi oleh leluhur kita adalah bentuk kecintaan kita kepada sejarah. Karena bapakproklamator kita yang kita kenal dengan “Jas Merah”pernah berkata “Jangan lupakan sejarah”, dan juga mari kita cermati apa yang menjadi pernyataan Winston Churchill (1874-1965), perdana menteri inggris yang memimpin sekutu di era perang dunia II pernah berkata  “Makin lama anda melihat kebelakang maka makin jauh anda melihat kedepan."

Dari paparan di atas saya menyimpulkan bahwa setiap daerah yang menjaga nilai keasrian budaya daerah dan yang selalu mengingat sejarahnya adalah daerah yang mampu dan mumpuni membaca dan melihat situasi perkembangan jaman untuk kemajuan daerah tersebut di masa yang akan datang, maka dari itu, kembali kita mengingat lagi kalimat sakral ini “Jangan Lupakan Sejarah”. Dan hidupkan kembali Kearifan Lokal Yang Mulai Pudar.

KAU SAKIT KAWAN

Foto : Ilustrasi puisi
Langkah tergontai menahan kaki di bumi
Hentak tersentak lututmu goyah
Hendak apa yang masih kau sembunyikan
Hingga aksa tercerai saat imaji ingin terangkai

Rembulan sephiakan wajah langit
Gemintang bercayaha di antara warna buram
Hendakkah gunung tertunduk pada satu purnama
Pastilah rindu bukan lagi tentang penantian

Aspal licin kini menjadi kubangan
Banjir bandang lalu membiarkan itu terjadi
Bersama cerai luka yang tersemai dalam hubung
Kini pecah menjadi mimpi yang sangat mengerikan

Lukaku lukamu luka kita kawan
Namun masih jua kau pendam dalam sendiri
Hingga kerut nampak di sekujur muka
Enyahkan aura jiwa suci perjuanganmu

Kau masih sama kawan
Dalam mataku ada biru yang ku semai untuk depanmu
Namun kau pergi memilih jalan sunyi
Entah luka apa yang kau tawar pada nasibmu

Kau masih muda kawan
Belum cukup umurmu untuk mengkerut
Membelai wajah kusut atas hinaan nasib
Kau masih tetap sama dalam paruh waktu

Tersemai doa dalam ujung malam
Iyakan sakit yang sedang kau pendam
Semoga lekas semoga lepas
Agar beban masa silam hilang dalam dekapan kenangan

Luka apa yang pendam kawan?
Masihkah kau rawat itu
Hingga langit masih merana
Meratapi sedihmu dalam bingkai nostalgia

Kau sakit kawan
Bangunlah
Bangkitlah
Meski tak tau dimana kau bersembunyi

Pulanglah

PENA LANGIT

Pahlawan Transacts Untuk Menggunakan Berat Tangan Orang Dewasa Dari Bisnis Fountain-Pen Untuk Buku Penyalinan Untuk Mengirim Pria Kotak Hadiah Untuk Pak Tinta Pena Gratis Mengukir Kata-Intl November 2018
Foto : Ilustrasi Puisi (Sumber : tambah.co.id)


Pena adalah mimpi keabadian bagi setiap jiwa manusia, pencetus sejarah peradaban dunia, hanya saja sebagian manusia tak menyadari bahwa apa yang di inginkannya adalah sebuah keabadian nama dalam sebuah guratan aksara yang terangkai dan yang bertuliskan namanya di mata peradaban dan sejarah. Setiap manusia ingin abadi dan di kenang oleh orang lain namun seiring perjalanan waktu keabadian nama yang di idamkan akhirnya menjelma sebagai perbudakan jiwa yang telah menafsirkan bahwa harta dan finansial kebutuhan yang tercukupi adalah tujuan akhir untuk mengabadikan dirinya, dan agar anak-anak dan keturunannya mengingat keabadian namanya. Namun itu akan sementara hanya dalam waktu yang cukup sedikit dan kurun waktu sementara saja, namanya kemudian di lupakan oleh anak dan keturunannya, lewat pergejolakan pembagian harta warisan yang ia tinggalkan. Namun itulah kenyataan yang terjadi, semua nilai keabadian nama hanya mampu di abadikan oleh pena, meski kau menafikannya, tetap nilainya esensialnya tetap demikian.
Sebagaimana socrates termaktum dalam sejarah, ia abadi di mata sejarah sebagai guru dari bapak filsafat dunia yang kita kenal dengan nama plato yang bernama asli aristocles, dialah yang mengabadikan nama socrates dan pikiran socrates, meskipun socrates sendiri tidak punya buku maupun tulisan dalam sejarah dan jamannya. Tapi pena plato mampu menghadirkan sejarah guruya yang meninggal dengan memilih mati demi membela kearifan dan kebijakan pikirannya.Dari situlah kita bisa menyimpulkan bahwa keabadian sejarah dan keabadian nama hanya bisa di abadikan dengan tinta pena.
Sebuah cerita kehidupan berawal dari sebuah pena langit, pena itu nun jauh di  atas sana, di dalam nirwana Tuhan bagi yang percayaakan adanya sebuah agama dan berkeyakinan kepada alam akhiratdan duani ghoib, karenaberbicara tentang dunia ghib dan akhirat adalah erat kaitannya dengan surga dan neraka, bagi yang pecaya tentang itu, pastinya akan melakukan hal-hal baik agar bisa mencapai surga dan pena Tuhan akan menulis takdirnya dengan tinta emas dalam kertas takdir hisab tersebut. Sebuah buku yang berjudul Menuju Tangga Langit seorang sufismen sekaligus gerbang ilmu bagi para pencari Tuhan dalam diri, yang bernama “Ibnu Arabi”, mengatakan bahwa di langit ketujuh tersimpan sebuah pena tuhan yang akan menulis dan menceritakan setiap perjalanan hidup setiap manusia. Ia menjelaskan bahwa setiap perjalanan hidup manusia ini tidak terlepas dari catatan-catatan amal yang menggunakan pena tuhan untuk di pertanggungjawabkan di hari pembalasan kelak.
Semua yang ada di bumi dan di langit ini tidak lepas dari pantauan pena yang akan menulisnya, seorang astronom menulis tentang bagaimana bentuk dan tata letak galaxi, seorang anatomi bercerita tentang sel-sel yang hidup dan mati dalam sebuah tubuh makhluk hidup, seorang dokter kandungan bercerita tentang sperma berikut ovum yang melakukan pembuahan di dalam rahim, berikut bayi tabung yang pernah di lakukan percobaab dan sekarang sudah di praktekan, seorang penyair bercerita tentang kisah-kisah percintaan dan penindasan hati yang pernah terjadi dan yang pernah di lalui oleh manusia yang ada di bumi. Semua tidak terlepas dari sebuah pena yang di tunjukoleh Tuhan sebagaijalantercipta dan terlestarinya sebuah peradaban yang ada di dunia ini,bahkan Al-qura’an umat islam, dan kitab-kitab suci lainya tidak akan pernah sampai pada kita saat ini, jika tidak di tulis dan di abadikan oleh pena.
Sebuah cerita di anatara peperangan meteor dan lapisan atmosfir yang mebuahkan ledakan dan memercikan api hingga dengan mata telanjang manusia mampu meliah sebuah bintang berekor berlari, dan itu kita kenal dengan bintang jatuh yang setiap pasangan muda mengungkapkan harapannya kepada tuhan agar hubungannya tetap langgeng selamanya bahkan sampai ke pelaminan. Hujan terjatuh dan membawa semua kenangan dan sampah-sampah kota, hingga menyebabkan bajir adalah semua rencana Tuhan untuk membuat semua pena berbicara di deadline berita, agar pena berbunyi menceritakan dan mengabadikan setiap kejadian yang adadi bumi,dan gejala-gejala alam yang akan terjadi di atas dunia ini. Laku yang kita buat tak juga bisa lepas dari pantauan pena rakib dan atid untuk menuliskan semua perbuatan baik dan buruknya semuayang kita lakukan, semua pena adalah cerita dan semua cerita adalah pena, tanpa pena maka semua akan hampa dan mati, dia tak akan lama hidup di matasejarah, sebelum ia di abadikan oleh tinta pena.
Reunian terjadi karena pena sejarah tertulis dalam sebuah ijazah, yang mengakuisisi hingga yang memiliki dapat mengakukan diri untuk merasa memiliki semua kenangan saat duduk di bangku sekolah, maupun bangku kuliah. Semua terjadi dan direncanakan oleh Tuhan agar peradaban manusia tak pernah punah untuk mengingat sejarah, sebagaiman bapak revolusioner kita yang kita sebut dan yang kita kenal dengan nama “Jas Merah”. Didalam ayat pertama Al-alaq, menyuruh dan mewajibkan kita untuk membaca, maka lahirlah sebuah adekiu yang mengatakan “membaca adalah menulis dan menulis adalah membaca”.dan pesan yang tertulis di dalam mimpi seorang yang dikucilkan terlahir dalam mimpi, “menulislah, maka engkau akan abadi”.
Keabadian sebuah nama adalah yang paling di agungkan oleh banyak orang,bahkan di dalam peradaban negari china, di haruskan untuk tetap memakai nama sekte ataupun nama ayahnya untuk mengenang jasa orang tua dan nama para leluhurnya yang telah memberiya kehidupan ataupun yang telah melahirkan dan merawatnya hingga ia menjadi sesuatu yang berguna bagi dirinya dan orang lain.
Dalam dekap doa dan mimpi yang makin menjelma, semua lekukan dari indahmu kembali hadir, berikan sebuah pesona pada jiwa yang hampir mati, karena kerontang akan cinta yang kini tenggelam bersama hilangnya cinta dari dirimu yang tengah aku rindukan. Hamparan sajadah tak mampu membendung semua luka yang tengah ku reguk, disaat semboyan cinta menghantam kepala di sudut malam yang tengah terjengah mengelabui setiap pikiran manusia yang tertunduk dalam satu romansa kisah percintaan. Karena malam adalah penjara hati bagi para insomnia yang menaruh rasa pada sosok yang jauh, yang entah di sebuah pulau keabadian ataupun nirwana Tuhan. Berjuta kiasan para jiwa memaknakan kehadiran malam, di ujung pulau seorang berandal tengah asyik mengisap tembakau surga di balik nikmatnya kamar kontrakannya, semenatar di ujung cakrawala seorang anak manusia hampir mati karena takut akan kehadiran malam yang tengah memberinya kenangan pahit dalam hidupnya yang payah, atas kisah intrik sunyi yang tengah ia lalui waktu demi waktu. sementara aku disini bersama malam menguraikan semua peristiwa dalam hidupku, inci demi inci waktu berputar memberi kenangan berbeda bagi setiap insan.
Perkara malam adalah perkara lilin yang rindu akan pijarnya sebuah cahaya meski itua dalah cahaya bintang kejora di ufuk timur sana, yang memberi isyaratbahwa pagi telah datang kepadaembun agar ia bersiap sedia di sapu oleh panasnya terik matahari yang menghilangkan nilai kesuciannya di atas ilalang-ilalang alam. Hadirkan prosa-prosa sunyi bagi para penyair,menuangkan segala luka dunia kepada sehelai kertas lalu meleburkan semua penat hidupnya lewat curhatannya pada ujung pena. Hingga tertuang sebuah bait keabadian di mata penanya yang berbuny mengalunkan senandung fungsi pena

“Bagaimana pena berbunyi?
Apakah semacama lagu goyang dua jari?
Ah tidak
Cara pena berbunyi ialah kata tanpa suara
Ia mengalir dari pikiran para intelek
Yang ingin merubah alam bawah sadar si pembaca

Pena adalah pasangan hidup bagi suami atau istri
Ia mewakili semua keistimewaan berpikir
Menuangkan segala suka duka
Tanpa ampun menguraikannya laksa banjir bandang melanda hunian warga

Pena adalah pedang
Yang mampu menikam tanpa bersentuhan
Ia bisa mematikan jiwa
Meski jarak berada di cakrawala
Ajiannya mampu memenjarakan setiap manusia
Meluluhlantakkan istana laksana pancasona legenda karmapala

Pena adalah sahabat terbaik
Yang selalu mendatangi setiap kau mau berkeluh kesah
Tanpa bising ia mendengar semua kisah
Hujatan kritikan rayuan bahkan penghambaan
Ia adalah tempat penampung semua kata-kata pun sampah

Sementara para sufismen bercerita
Bahwa di lauhil mahfudz berbunyi suara pena
Penulis takdir bagi setiap jiwa yang bernaung di dalam semesta
Menguraikan jodoh dan semuanya
Sebab itu pena sangat indah
Ia mampu menelanjangi tubuh bahkan dengan satu guratan”
Berbicara tentang pena tak hentinya kita berbicara tentang keabadian kisah, tentang keabadian mimpi pada setiap jiwa yang setiap hari mencurahkan suara hatinya di dalam buku diari, tentang keabadian biografi bahkan oto biografi para tokoh-tokoh revolusi, tentang abadinya ide-ide liar manusia, hingga pikiran teringat akan sebuah kisah di sebuah pulau terpencil yang memberikan kenangan yang sama dengan kisah yang tengah aku rasa saat ini. Kisah itu adalah kisah abadi para pemuja cinta, para pendamba hati, para optimisme pada waktu dan keputusan takdir Tuhan. Guratan-guratan pena yang telah mengabadikan kisah-kisah manusia, kitab-kitab telah mengabadikan banyak kisah manusia. Hingga terpikir olehku menuangkan semua kenangan dari kisah tersebut untuk jua ku abadikan dalam penaku.
Air mata pada keabadian kasih langit kepada bumi kembali tercurah sebagai rahmat bagi penghuni bumi.

“Air mata langit hadirkan pesona pada tiap helain daun pepohonan jati di samping kuburan tua, hingga sang melati memekarkan bunganya sebagi simbol ia telah belia dan memberi tumpuan pasti pada lelaki bujang tanpa ayah di sebuah gubuk samping jalan-jalanan
Sembari melihat pelukan nestapa pada hati yang tengah nelangsa pada kenangan, lelaki itu jauhkan harap pada langit, karena mimpi kini hanyalah sebuah angan di tengah duni yang kini semakin tua
Karena hujan baginya adalah cambuk nostalgia yang sangat mengerikan berikut kenangan pada ayah dan bunda yang telah lama tiada karena terseret banjir tahun lalu

Kenangan itu kembali hadir dalam kenangan pikirannya, ia berandai dalam hati agar di dalam hujan ia berteriak mengutuk langit yang teleh merenggut kebahagiannya dan yang telah membawa kedua orang tuanya terbaring lesu di balik papan yang telah di semai oleh manusia-manusia sosialis
yang tengah asyik berbincang dan memberi ucap kasih pada jiwa mungil yang di tinggal oleh kedua jasad tanpa nyawa yang tengah mereka kuburkan.

Kedua mayat yang sekaligus adalah ayah dan ibu si laki-laki malang itu di kubur di sebelah timur kampung
Ternama kuburan tua yang keramat lagi angker karena di sana adalah tempat berkumpulnya jiwa-jiwa arwah penasaran yang meninggalkan kasih sayangnya di atas hamparan tanah merah yang tengah menguburinya

Kuburan tua tanpa hiasan bunga dan pohon kamboja kuyup di lumuri air mata tangisan kerinduan awan
Batu kapur dan batu nisan sebagai tanda bahwa masih ada bekas kehidupan yang tertanam di dalam perut bumi yang tengah di banjiri luapan kesedihan
Banjiri semua makam-makam tua, bekas-bekas sampah dan fosil dedaunan yang telah busuk kini telah di aliri dan di bersihkan oleh kesucian hati yang menumpahkan air mata
Air itu adalah air suci, Rahmat Tuhan yang tersalur lewat bersenggamanya kerinduan dua alam
yang telah tertakdir tak akan bisa bersatu

Air itu kemudian kembali ke muara kemana dan dimana ia berasal
Sebagian meresap ke lubang-lubang tanah dan sebagiannya mengalir ke hilir lalu bermuara di lautan tanpa tepi meski pantai adalah sandaran bagi sebagian jiwa yang tercerai
Lalu air itu kembali hadir di gubuk peot milik seorang petani yang tengah menunggu hasil panen di esok pagi yang tanamannya telah di satukan dengan hilir air kasih sayang yang bermuara ke samudra
Air itu adalah air mata kesakitan petani, karena banjir dan air melimpah ruah sedari pagi telah menenggelamkan padi bawang cabe dan semua hasil taninya

Di seberang pulau seorang gadis belia tengah berdiri di pinggir pantai, dengan mata di lumuri air mata darah
Sempat tertanya olehku lewat mendung yang menghiasi pelataran langit dan juga raut wajahnya
bahwa ada hikayat alam yang tengah ia pecahkan dan sempat harap tertanam dalam hati bahwa ayah yang tengah di nanti di tepi pantai kembali hadir bawakan kebahagian dengan kehiodupan masih bersama raganya
Namun angin laut bertiup angkuh hingga badai di samudra antartika hadir mengajak menari ombak yang ada di tiap muara lautan
Hingga hadirlah duka pada hati si gadis belia yang tengah menanti ayahnya yang telah tenggelam di dasar lautan bersama hujan dan badai yang di bawa oleh kesedihan langit dan kecemburuan awan pada bumi

Gadis malang datang dengan segala harap kepada langit, berpanjat pada setitik harap yang hampir punah karena sakit itu adalah kepedihan yang membawa keyakinan hampir hilang pada ketuhanan
Lalu dengan sedikit yakin yang masih membekas pada kholbu, ia bangkit terperanjat dari keterpurukan karena kepedihan hati karena di tinggalkan oleh ayah dan bunda
Ia berharap di sepertiga malam semoga cinta yang abadi akan terwujud dalam satu fase kesempurnaan pasangan dari alam kejadian ia menjadi seorang jelmaan Hawaniah

Gerakan tangan Tuhan kemudian kembali membelai keduanya, tanpa peduli pada jarak dan waktu, mereka bertemu dalam satu gubuk seorang petani yang tengah meratap karena hasil panen yang seharusnya menjadi penunjag hidupnya di beberapa bulan yang akan datang, kini ludes terbawa oleh alir air ke hilir yang menuju hulu tanpa nurani.
Jiwa-jiwa yang tersakiti oleh hujan kenangan pembawa petaka kini berpaut dalam satu gubuk kecil seorang lelaki tua tanpa istri di tengah hutan yang jauh dari hunian warga
Hingga terciptalah sebuah masa depan baru yang akan memberi warna cerah di masa yang akan datang

Lelaki malang dan si gadis malang itu kemudian bertemu pada satu nasib yang sama dan takdir yang menyamakan untuk di pertemukan, meski mereka adalah jiwa yang terpisah oleh pulau dan  air mata langit dan juga lautan luas yang membentanginya
Mereka adalah satu jiwa yang takdirnya tertulis rapi untuk sebuah ujian jiwa yang di beri kehilangan untuk orang-orang yang mereka kasih dan sayangi berikut yang paling berharga dalam hidup dan kehidupannya
Jiwa-jiwa mereka tengah melalang buana di atas langit, di tengah hamparan samudra, di dalam surga sambil berpelukan dengan kedua orang tuanya, juga sedang merana di atas ranjang yang sudah kusut karena di makan waktu yang tak mau tau akan kepedihan dan kesdihan yang di berikan air mata langit pada kisah mereka

Dengan di wakili walimahan dan wali nikah seorang petani tua di gubuk peot
Kedua jiwa yang di obrak-abrik oleh masa lalu kini menjadi satu, berpaut dalam satu hubungan abadi dalam kesaksian burung-burung yang berkicau di pagi hari dan bunga yang bermekaran tanda kemarau telah tiba dan musim gugur telah sampai dan kebahagian mereka tak akan mungkin bisa di gugurkan oleh musim apapun, karena janji jiwa yang pernah di hina oleh waktu, di sakiti oleh masa adalah benar tak akan menyia-nyiakan orang yang telah memberinya kebahagian setelah badai duka telah terlewati bersamanya.”

Masih tentang malam yang menguraikan segala cerita, dalam bentuk aksara-aksara yang tak terangkai berikut tak pernah tertulis, karena malam adalah penjara jiwa, namun kebebasan bagi pikiran untuk menerawang sesuatu yang bahkan malaikat tak mampu menjangkaunya hadir dalam kepekatan malam. Karena benar adanya bahwa para sufismen menghadirkan setiap sajak-sajak rindunya pada Tuhan, ialah ketika jiwa-jiwa anak manusia tertidur dan terbuai oleh mimpi mati sesaaatnya, maka hadirlah rahmat bagi jiwa yang inginkan wajah-wajah yang tengah di idamkan di pelupuk matanya,meskipun semua itu semu adanya. Ibnu Arabi menilai malam adalah tertutupnya jiwa bagi para manusia yang tak ingin memperdalam dalam perkara Tuhan dan rahasia-rahasia yang di sembunyikan di dalam alam, sementara bagi yang manusia yang mau berpikir malam adalah tempat di bukanya semua pintu surga,berikut rahmat-rahmat Tuahn yang telah di janjikan. Sementara lailatul qadri adalah malam seribu bintang yang di riwayatkan dalam kitab suci bahwa adalah malam yang lebih baik dari seribu malam.
Maka dari itu, waktu sepertiga malam adalah tempat yang paling indah untuk bercumbu dengan Tuhan, meminta dan meluapkan segala keluh kesah sang hamba kepada pencipta. Terangunlah dan bercumbulah dengan doa dan harapan kepada Tuhan semoga apa yang teruntai di aminkan oleh malaikat, agar bisa menerawang semua peristiwa mana yang hendak tangan tuhan kasih untuk kita jumpai dan perkara apa yang akan kita lakukan untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Aku sendiri mencintai malam yang di cintai oleh para wali Allah dan para ahli sunnah wal jamaah, agar kiranya rahmat tuhan tetap terjaga dalam jiwaku, meski memori otakku sedikit amnesia karena terlalu lama terpuruk akan kehilangannya.
Taukah kau, aku disini, di tempat biasa kita merenung dan bercanda ria. Di tempat kita melepas penat saat senja, berpuisi, melantunkan sajak-sajak cinta. Aku disini berusaha mengingat semua rentetan peristiwa suka-duka kita, menguraikannya lewat lagu sambil mengingat masa lalu yang penuh romansa indah. Sampai pada sebuah kenangan masa lalu, dimana kita melakukan sebuah percakapan indah. Di sini adalah segala kenangan kita tertulis dengan indah, terangkai segala peristiwa yang membuat hati ini selalu ingin kembali kala masa itu.
Itulah keabadiansejati oleh pena, mengurai segala yang terurai dalam bentuk rumus bahkan simbol, ia adalah keabadian sejati para jiwa yang ingin tenang meninggalkan nanam dan sejarah peradaban untuk dunia. Dan pikiran adalah senjata utamanya bahkan ia mampu menguraikan semua peristiwa dengan guratan pena langit nya.


MERAIH MAKRIFAT

Ilustrasi puisi
Aku rindu dalam sabda yg mempunyai dzat
Aku ingin hidup dalam tegap seperti mereka
Aku ingin kisah ini berakhir dengan indah
Aku ingin dalam lauhil mahfudznya tertulis kisah yang mengharukan semua jiwa
Aku ingin sabdamu begitu indah ku yakini
ayat mu begitu mempesona ku lakoni

Kulamati setiap lembaran tafsirmu
Kukisahkan semua kisah kesan dalam episodemu

Semoga dalam meraih makrifatmu selalu diaminkan oleh penghuni surgamu

TANYA KU

Ilustrasi puisi
Sering ku terdiam untuk sekedar bertanya
Kini telah sampai di manakah driku?
Apakah aku masih sebatang ranting kering?
Ataukah kini mnjelma menjadi dahan yg kuat?

Aku bertanya
Aku melihat di balik cermin itu
Apakah semuanya baik-baik saja?
Ataukah kutukan Tuhan dalam takdirnya menjumpai sedihku?

Aku terdiam
Lalu Kutantang cermin itu
Meski tertampar ku tetap melototi rautku yg makin kusam

Sipu terpampang menyudahi pandangku
Kembali ku renung
Siapakah aku?
Apakah aku?

Lalu tanya tanpa wujud menghardik batinku
Apakah kau terbuang??
Tanya yang mampu menggoyahkan yakinku.

Kujawab dengan lirih
Aku bukan saja terbuang
Tapi aku tertindas dan terlindas dalam lumpur kegelapan

YENI (Yakinkah Engkau Nama Itu?)

Foto : Ilustrasi Puisi
Yakinkah Engkau Nama Itu?
Yang Engkau Niscayakan Indahnya
Yang Engkau Narasikan Imutnya
Yang Engkau Nadakan Iramanya
Yang Engkau Napaskan Ikararnya

Yakinkah Engkau Nama Itu?
Yakni Emas Naib Islamiah
Yang Enyahkan Nasib Intusi
Yakut Ending Nurani Insan

Yakinkah Engkau Nama Itu?
Yakini Ejaan Naskah Ilmiah
Yayaya Ending Narasi Ilmu
Yang Engkau Nisbihkan Ilhamnya


SAJAK UNTUK PENITI DAN SOPIR BUS

Masa aksi

Oleh : Ginanjar Gie

Aku terlahir untuk ini, memandang semua yang terjadi tanpa sesuatu yang harus di selesaikan bersama tukang peniti yang merangkul bawahannya untuk mengecam para pembawa sampah di hadapan menara megah yang berwarna biru. Mereka berteriak dengan lantang lalu tukang peniti menyambutnya dengan suara senjata, dengan berteriak selaksa petir menyambar : datanglah kesini kauuuuu, agar ku gelitik otakmu dengan tumitku, otak kalian teracuni, sini ku bersihkan semua sampah yang ada di kepalamu agar semua sistem bekerja dan berjalan dengan baik ujarnya sembari mengarahkan moncong senjata kepada penindas elit yang tertindas, yang sangat membutuhkan nilai keadilan.

Tukang peniti itu penyulam yang bagus bahkan dalam situasi yang pengap mereka tetap menjahit kain untuk menyumpal mulut para komunal dengan paksa, merah padam muka para peniti berdiri di gerbang gedung megah, dengan suara gagah berani sang komando berkata : perisai komando tegapkan senjata, hancurkan para tikus-tikus kecil itu, mereka hanyalah sampah bagi negeri maka tenggelamkan saja.
Sambut sang jenderal dengan komando yang tak kalah lantang : lakukan sesuatu yang kalian anggap benar...!!!

Sebuah tragedi besar pun tercatat oleh sejarah, sang orator di bungkam dengan moncong senjata, batu dan kayu tak lagi punya nilai sebab letusan senjata dari para wajah beringas mulai fi dengungkan, seirama alunan musih k-pop korea yang di dengar oleh seorang ayah ketika seorang ayah tengah menderita sakit gigi.

Peniti mulai beringas di arena laga ia berteriak dengan seraya memerintah : hancurkan semuanya, kemarin kalian yang menduduki gedung ini, mari sini ku ajarkan bagaimana berada di tanah yang menjadi dasar bangunannya agar kalian tau bagaiman sakitnya di siksa oleh kata-kata atau sakit yang kalian inginkan adalah moncong senjata yang akan memberikan keadilan dan ketenangan. Lalu sang peniti menarik paksa seseorang yang kurus kering tanpa rasa manusiawi dalam diri memandang ia sebagai seekor domba para gembala yang akan di kurbankan saat idul adha tiba, kemudian ia lemparkan tubuh tak berdaya itu, sebelum bagian-sebagian dari peniti itu memukuli dan menyerangnya bagai srigala kelaparan. Seorang wanita berjas hijau memeluk tubuh kurus itu, membelainya dengan mesra sambil membisiki seuntai kata di telinganya "Kawan inilah bagain dari perjuangan, Revolusi belum usai, kami pasti menyelamatkanmu, Bersabarlah." sebelum ia di tarik paksa oleh peniti bengis. Perempuan itu tetap memeluk dan menenangkan dirinya, tapi wajah bengis tanpa ampun menariknya dengan paksa. Di angkutnya tubuh kurus kering itu di atas mobil bak terbuka, lalu seorang peniti datang menjemputnya sebelum mereka telanjangi bajunya. "Dasar sampah" sinisnya sambil memungut rambut panjang si tubuh kurus kering .

Kemudian satu per satu mereka datang dengan tangan di belakang punggung, dan di pegang dengan kuat oleh para peniti tangannya, lalu memaksa para jalang jalanan itu untuk melepaskan pakainnya lalu di buat paksa untuk duduk di atas aspal yang panas karena di terpa matahari sedari pagi. Sempat para komunal itu berteriak berontak hendak memprotes apakah ada aturan di atas aturan yang membuat mereka harus melepaskan bajunya laksana maling ayam di kampung-kampung tanpa listrik di sudut ibu kota.

Hampir semua dari komunal itu di babat habis oleh asap air mata, hingga cair mencairkan semua yang hadir dalam aksi, hadirkan tafsir dan makna bahwa mereka yang berdiri di depan gerbang adalah sampah sumpah serapah para elit. Orang seorang dari peniti hadir kembali membawa orang per orang  tuk di jatuhkan hukuman di atas meja hijau. Keadilan yang di perjuangkan kini berbalik menyerang bagai ibu tiri yang takut kehilangan kasih sayang suami dan takut kehilangan warisan sang suami lalu menghardik anak kandung dari lelaki yang mempersuntingnya hingga ia tewas dalam fhobia yang mengerikkan. Kasian mereka yang berjiwa merdeka, mereka telah lihai dengan kekuatan revolusi hingga lupa bahwa taring dan moncong senjata masih tegap berdiri di gerbang istana.

Setelah mobil membawa para komunal ke pengasingan, lalu hadir sebuah bus sewaan dengan tulisan di depan kaca "Berkedok Almamater (berwajah preman) di gedung berwarna biru. Mereka hadir bawakan makanan untuk para komunal, dengan daging dan ayam di bungkusi oleh plastik nasi sebelum mereka bubuhi semua makanan itu dengan racun. Racun itu lahirkan kematian bagi para jiwa perindu keadilan.

Racun-racun itu adalah obat untuk kebijaksanaan ucap seorang jendral dari kumpulan tertindas, karena racun itu adalah setidaknya mampu membawanya kepada keabadian hingga tak lagi melihat dunia yang begitu kacau oleh ulah manusia-manusia kerdil. Kematian adalah perebahan abadi yang membuat jiwa tenang karena tak ada lagi sisi yang dapat membantu menghancurkan sistem yang terstruktur oleh para peniti. Setidaknya kematian dapat mengantarku pada surga maka akan ku raih itu, namun sebelum nyawa terenggut oleh racun itu, ijinkan aku bersuara di depan istana itu lagi dan menghancurkan para penghuninya, kemudian ku ikhlaskan jiwa ku kalian ambil, tubuhku kalian cincang, dan setiap dagingnya kalian berikan saja kepada anjing-anjing kampung yang kelaparan. Karena bagiku kemerdekaan yang tertindas adalah mati bagiku. Ucapnya dengan air mata darah.

#Suara hati para aksioner