TANPA KATA

Foto : penulis
Telah kehabisan cara
Tuk sekedar menyapa mu dengan kata
Kini tinggal derita
Terdiam dalam dekap luka
Nun jauh dalam palung jiwa

Aku hendak merangkai aksara
Untuk kesekian kali aku menyapa
Namun hampir mu tak kunjung berada
Kemana lagi aku harus bersua
Jika jelma mu tak kunjung nyata

Aku tengah berkelana
Mencari diri di atas cakrawala
Semua cakra telah melebur menjadi bara
Hilang lenyap bersama luka

Entahlah
Disini terdiam bersama luka yang menganga
Tanpa kata
Tanpa rasa
Memaki masa lalu
Menghindar pun tak bisa

Kita pernah sama-sama jatuh cinta bukan?
Menyelami indahnya bahtera
Terluka dan bahagia
Mengarungi seluruh samudra
Namun satu hal yang tak sama
Kita pernah jatuh cinta
Namun aku terjatuh padamu
Dan kau terjatuh pada dia
Itulah pembeda

MENGENANG JUBAH KEKACAUAN BIROKRASI

Foto : ilustrasi puisi
Kelak kelakar akan datang
Lelucon malang di tiap kedai
Hamburkan isu di benak para pemimpi
Aktivis hilang dalam gejolak nista
Kawula muda hidup dalam patriot sejati
Namun kemana merebah tak ada tempat
Siapa peduli?

Kasihan sekali
Nasibmu kini hanya menjadi penonton terbaik
Instrument sistem berkiprah di atas karpet merah
Semua bersujud pada wujud tuan Tuhan tua

Ironi negeri yang selalu terjadi
Tragedi trisakti hingga morowali
Kemanusiaan hanya sebatas tinta di atas kertas usang negeri
Hahaha cerita lama yang tak lagi pergi

Kembali
Mengenang jubah kekacauan birokrasi
Negeri dongeng hikayat samudra pasai
Mitos lama di ujung mimpi
Kesejahteran hanya wacana dan janji
Keadilan lebih populer dari dilan 1990 dan para fraksi partai
Mari ceritakan tentang mimpi
Kita adalah garda pembasmi feodalis dan borjuasi
Revolusi harga mati
Revolusi harus mati
Harus siap masuk jeruji besi

Jangan pesimis
Sehelai daun mampu mengguncang istana
Selembar surat mampu meruntuhkan feodalis
Mari bermimpi
Kita akan mengguncang negeri
Sebab kekuatan besar akan terkalahkan oleh kekuatan terkecil apabila kita bisa mengendali
Mengendarai
Kita bisa

#melawan

Gie
30 Maret 2019
Pena pangit di kota tepian air

RINDU KU PADAM DALAM PENDAM

Foto : Rahayu Agustina
Menghakimi cinta yang ada di kepala
Kenapa selalu hati yang tersakiti?
Saat pikiran tertuju pada gelaga
Cinta yang kau tanam di bulan juni

Menulisku adalah jalan mencarimu
Menapaki jalan pikiran yang membawa rautmu
Kempali pada satu titik semu
Kau terangkum murung di sisi hulu
Hendak kemana layar kau padu

Tanda tanya datang pada suratmu
Ayal ayat yang tak pernah ku terjemahkan
Entah apa yang hendak kau maksud
Aku membebani pikiran dengan ribuan pertanyaan

Kenapa?

Rindu ku padam dalam pendam
Sekulum senyum ada di kepala
Meredam gurindam dalam-dalam
Menyelam hingga kedasar antartika

Dingin menyelimuti diri
Peri suci datang menghampiri
Bertanya tentang para sufi
Sunyi jalanku di sisi langit yang tak bertepi

Aku rindu yang di rindui
Dimalam bisu muak ku datang menghampiri
Gadis bisu di pinggir kali
Kalimat ini ku untai untuk sepi

Literasi cara ku merajut mimpi
Mimpi manis sang pujangga rumi
Cinta suci di ujung puisi
Kurajut kembali untuk mu wahai sang bidadari

Gie
30 Maret 2019
Pena langit di kota tepian air

LANGIT TERSAKITI

PUAN PERGI
Foto : ainun yakin
Rindu yang sangat jarang terjadi
Kini datang mengendali merajai
Menjejali setiap andai
Puan siapa dimana yang sangat pandai
Memborgol pikiran dalam-dalam tanpa puisi

Intuisi datang menghampiri
Selaksa pertapa suci yang tengah menyepi
Diri kian sepi pada ramai
Keramaian entah kemana terurai
Sepi sunyi di sudut ini
Ramai damai kan dimana diri
Kelangit mana cakrawala pergi meratapi
Dirimu kini kian pergi
Dari imaji semakin diri menjadi majazi
Hancur mimpi terhadir multatuli

Berlari

Pergi
Menjauh dari dingin yang memenjara diri
Hingga musim semi datang kembali
Membawamu untuk kembali
Menggenggam mimpi kita saat kau putus untuk pergi
Aku masih bermimpi
Disini
Bersama dirimu yang telah lama pergi

Kau siapa aku tak mengerti
Kemana jua aku mencari
Mencari diri pun puan jua dirimu bak bidadari
Hilang lenyap di telan bumi
Langit tersakiti
Aku terhenti
Kita sama-sama tak saling mengenali
Kita harus kembali
Aku disini

Gie
29 Maret 2019
Pena langit di kota tepian air

SANG JANDA YANG SEDANG BERGOYANG

Foto : Ilustrasi Puisi
Setan yang berdiri mengangkang
Di tepi kuburan generasi di kekang
Terbunuh dalam nafsu bezat sang janda yang tak berkutang
Dasar si sinting jalang
Janda lumayan bodi jangan bilang-bilang

Sungguh negeri yang malang
Tepimpin pimpinan bolang
Cari muara macan macam tante girang

Rambut terurai gelombang
Sengaja ter-cat pirang
Lelucon di negeri kalong
Sebab Tuhan telah merestui pelakor melepas kacung
Di ujung malam tanpa bimbang
Sayang
Kita akan segera pulang

Hahaha jangan dulu sayang
Kita lihat sang janda yang sedang begoyang
Di atas kursi tahta moyang
Berdalih tentang sembahyang

Dinasti kerontang
Pangeran rantang datang mengguncang
Mari bersulang

Terhegemoni oleh bayang-bayang
Janji untuk negeri sesejahtera karang
Tanpa sadar mereka adalah pemain layang
Jalang

Terbang benang tak tergulung
Tertunduk gunung dalam palung
Camar burung busung

Ah si maling
Mari bersaing
Kita akhiri pesta poling
Mari tiup seruling miring
Senandung suara para pecinta giting
Bakar bling-bling
Buwling
Pusing

Pangeran ganteng datang menenteng
Janda datang untuk menggadeng
Aku datang untuk menantang
Pesta kita akan segera berakhir di ujung petang
Mari akhiri semua
Kita yang akan terjerumus dalam jurang
Atau kita akan bermain curang
Laksana para maling
Mari kita semua giring
Sebelum kita terhempas oleh garing
Buasnya nafsu lelaki garong

Tawarkan janji setinggi gunung
Gunung kembar terbentuk pada dada si pemulung
Hahaha si sulung sedang menyulung
Mari KPK segera kurung

Gie

26 Maret 1992
Pena langit di kota tepian air

AKTIVIS BERJIWA PRAGMATIS

Foto : Ilustrasi Puisi
Para aktivis berjiwa pragmatis
Sedang di serang oleh rasa dilematis
Berjuang mencapai finis
Di ujung perjuangan yang miris

Semua orang memvonis
Bahwa jalan yang di ambil adalah strategis
Tanpa tau mereka adalah orang fanatis
Terhadap hati yang humoris

Pikiran kronis
Memaksa jiwa patriot terkikis
Hingga perjuang terkilis
Terlindes oleh peradaban milenialis

Sadis

Sementara jangan di gubris
Mereka adalah intelektual tanpa baris
Barisan jalanan di ujang persimpangan majusi

Strategis

Pikiran dan logika kaum shopis
Menang di atas mimbar adalah prioritas
Kesimbongan pada ego sentris
Pintar cerdas jenius
Logika identitas
Devinisi tanpa ujung pada retorika keris

Tragis

Lika-liku di ujung paris
Revolusi kata di ujung garis
Di pintu gerbang bulus
Tanpa rasio yang penting mulus
Kalkulus

DAUN ILUSI

Foto : ilustrasi puisi
Daun ilusi
Para penikmat kopi
Pencetus intuisi-intuisi pada sepi
Hadirkan puisi bersama literasi
Untuk para jiwa-jiwa sunyi
Mari tetap bernyanyi
Mainkan gitar untuk sang bidadari
Kita abadi pagi ini

Ayo bakar kembali
Lintingan masih ada sisa tadi pagi
Tambahkan lagi kopi
Kita mainkan imaji di langit tinggi
Terbang bersama jibril yang sedang menyendiri
Menghibur luka yang telah lama lebam oleh janji
Janji para politisi

Kita jangan mau tertipu wahai generasi
Mari kita bakar lagi daun ilusi
Kita bermain di sini
Di dinding mimpi-mimpi bob marley
No woman no cry
Ayo tony
Kita kembali menikmati mimpi
Menjumpai langit yang metangkul bumi
Kita main di sini
Di bumi tanpa arti
Hidup seratus tahun lagi
Kita abadi

Gie
26 Maret 2019
Pena langit di kota tepian air

MIMPI UNTUK LITERASI BIMA YANG INDAH BAHKAN MENGALAHKAN INDAH(nya) DAMAYANTI PUTRI

Foto : ilustrasi puisi
Kebebasanku kini tak lagi sempurna
Karena rindu kini telah menjelma dalam lara
Menjadikan hidup kini tak lagi bermakna
Pada setiap langkah kaki yang yang kupijaki di tiap bayangan lentera
Kau seumpama belantara
Suaka marga satwa mampu kau bina
Namun tak dapat kau pilih mana yang akan menjadi raja rimba

Mungkin kau akan memilih singa yang akan menjadi raja rimba
Namun sang janda tetap berkiprah di atas malapetaka
Menggerogoti setiap aliran darah sistem janggal yang sedang di tunggangi
Kuda liar dalam nafsu syahwat
Hendak menerjang liarnya nafsu birahi penguasa tahta
Konon katanya adalah dinasti ming-mung-meong

Oh... Iya
Mereka tengah terbangun dari mimpi untuk membangun peradaban literasi Bima
Literasi wacana rencana bencana
Korupsi buku budaya yang enyah entah kemana
Siapa?
Sistem katanya tak mau di tau..!!!!
Selasar ruangmu
Tak beratap namun berdinding
Bergelinding merinding pingin
Naik ke atas atap melepas
Sistem berikrar pada publik

Phobia kataku tak mengerti
Kita bangun litetasi kiri untuk bima yang lebih harmoni

Ogah

Semoga Tuhan tak lupa menulis
Sama sepertiku
Untuk membungkam sejarah dan meruncingkan nalar
Untuk mengingat dosa peradaban
Untuk mengingat pelacur ada di di atas meja istana
Istana para borjuasi yang sedang di serang penyakit busung lapar

Sundi

Kita punya tuan
Kita punya Tuhan
Kita punya raja
Raja singa kata tetangga
Tetangga malang terinfeksi bualan janda
Janda menggoda memperkosa menyebarkan virus
Virus cinta pada setiap sentuhan lembut tangan mulusnya

Aku pun kagum
Kagum dalam program yang entah apa?
Literasi ku akan tetap tergapai
Sang surya dalam darah membara membakar saraf-saraf murni
Hingga menemui langit dalam dekapan bumi
Bermimpi untuk literasi Bima yang indah
Bahkan melebihi Indah(nya) Damayanti Putry

Ini mimpi ku
Dalam hati tak memilih kekuatan untuk yang utama
Tapi Garuda ku ingin cepat terbang bersama semua mimpi dan cita-cita Negeri
Kecerdasan anak bangsa
Keabadian dalam sejarah
Literatur litetasiku

Gie
25 Maret 2019
Pena langit di ujung timur wera

MENEMANI SENJA YANG SEDANG BERDUKA

Naskah Kita
Foto : Ilustrasi puisi

Menyikapi senja di pinggir kota
Bernafas di antara dua hidung yang sedang bertatapan dengan kasih
Sang jingga mengatupkan matanya sebab malu melihat miris liarku
Menatap tajam jauh tanpa mata
Liar semua dalam keindahan imajinasi
Aku tengah menghayal syurga
Sedang kau tengah menanti apa?
Kita luar dalam liar yang menghantui nafsu

Seuntai kata terucap dalam bibir manis mungilmu
"Aku malu pada rindangnya pakaianku"
"Kau menghilangkan wibawa yang ku tutup rapat dalam-dalam" sambil menitikkan air mata kau berucap pasrah mewakili cinta dan juga kekecewaan sebab luka abadi telah terenggut oleh birahi semu yang menghitamkan pikiran, bersama senja yang siap meninggalkan hitam lalu hitam tertanggal dalam pikiran kita.

Kita?
Tanya tanpa jawab yang kian menggerogoti pikiranku sebelum ku tulis naskah kita dalam diari depresi yang menggilakan pikiran ku untuk melakukakn gerakan gerylia terhadap penindasan cinta yang di wakilkn tuhan pada wanita dengan dengan dalil pencarian taldir dan jodoh yang hari ini telah terenggut oleh maut dan lelaki setan yang menghilangkan nilai cinta dengan desakan orang tua pada nilai-nilai kapitalis yang ku fatwakan di tiap mimbar jalanan. Sayang ini adalah naskah kuta, naskah sakit hati dan juga naskah untuk mrngabadikan kisah kita yang sama-sama liar dalam penyatuan cinta kala itu.

Andai.....!!
Namun tanda seru tak mampu menjawab dari tanda tanya yang memberhentikan tanda koma sebelum tanda titik tertetes di ujung literasi yang kita semai dalam dua tahun sayang. Jalan ini kini jadi sunyi dan mencekam setelah ku lewati dalam kesendirian lalu menghadirkan intuisi untuk mengabadikan kisah kita dalam naskah sakit hati dengan senja yang sangat jahat yang seakan menertawakan nostalgia ini dengan menyengirkan senyuman sinis di ujung antero jingga.

Sayang dengar dan lihatlah naska ini,
Naska yang akan memberikan dogma terhadap kasih, bahwa aku adalah penjara dan gembok pikiranku pada nostalgia yang membawa hati pada nelangsa yang tak berkesudahan.

Tapi....
Semua telah berlalu beberapa menit lalu, kita tengah menikmatinya bukan? Seuntai senja dan sekeping hati yang di bubuhi kasih memberikan cinta dalam syurga yang tak pernah hilang dalam ingatan. Senja yang hilang bersama rongga mu yang memercikkan kemerahan di ujung cakrawal dan ujung majazi liarku.

Aku dan kamu lalu menjadi kita dalam penyatuan yang bersatu, memejamkan mata setelah kujejali telingamu dengan bisikan mesra yang membangkitkan gairah cinta yang aku kamu maknakan dengan sunyi kebisuan yang hanya ada suara desahan nafas yang meronta ingin mengambil kepuasan dari dalam samudra abadimu abadiku. Kita. Yang tercerna semua adalah laku yang indah bukan? Jemari mulus menggerogoti kaki ketiga dalam dimensi kita yang tak bisa terucap dan tak bisa teruntai oleh aksara karena undang-undang dandanan para pemfatwa bualan kosong.

Aku dan kamu. Kita.? Yang tengah menikmati jingga, Menemani senja yang sedang berduka lalu kita sama-sama tertawa sebelum kita sama-sama berduka dalam satu pelukan yang telah merenggut kesucian dan kewibawan kita sayang. Semuanya telah berlalu, kita sepakat tanpa paksa meluluh lantakkan rerumputan hijau dengan tubuh tergeletak tanpa paksa.!!! Sekali lagi tanpa paksa..!!!

Kita adalah dosa bersama yang terencana dengan indah sebelum ikrar kita ucapkan bersama akan pergi dan berjalan bersama di atas altar. Lalu kita bersama menggariskan keturunan dengan menyatukan tangan pada genggaman yang terjanji untuk segera mengakhiri percintaan liar dengan menghadirkan fatwa agama dalam hubungan kita agar semua di akui langit dan adat yang telah kita anut bersama-sama. Ironisnya mimpi bukan?

Kita bersama-sama berjalan tanpa ada keresahan, kita berdua dalam satu genggaman yang tetap menyatu melintasi semak-semak menuju kendaraan yang terparkir di sudut pantai di tepian air pinggiran kota. Aku kamu yang sempat menjadi kita terpatri menjadi satu dan menyatu sebelum kita di hempaskan oleh kenyataan yang sangat pahit untuk dua hati yang berpadu dan terpaut dalam cinta yang kini telah menghilangkan aku dari diriku

Kau datang di suatu pagi dengan senyuman sumringah pada saat itu, senyuman hang paling menawan yang pernaj ku jumpai sejak aku mengenal dan bersamamu, pikirku senyuman itu adalah senyuman keindahan dan keabadian cinta mu, namun seribu kali luka tengah kau taearkan dalam senyum manis bahwa ada jumpa yang tak akan lagi berjumpa setelah kau ucapkan kata dengan halus di sertai bibit titpis mu yang bergeter seakan merasa canggung atas ucapanmu.
"Mada ka nikah ra babae, ndai ta cua hampa sandake mpa, mada wara dou ra pata ba dou ma tua ku ma mai kai ku. Bune c ntika au ra pernah karawi ba ndai re, ta cua nefa sama ra. Labo na cua wara c ana ta peas re, ta ka jodoh mpa ana ta ndai ta sae" (aku akan segera menikah bang, hubungan kita sampai disini saja. Aku sudah ada lelaki pilihan orang tua ku yang datang melamar. Jadi apapun kenangan dan yang pernah kita lewati dan lakukan bersama-sama, tolong hari ino lupakan karena itu akan menjadi kenangan. Insyaallah nanti jika kita punya anak, kita akan menjodohkan anak kita karena sekarang kita tidak berjodoh)

Hancur, semua berantakan dan aku sedang tak lagi mencari dirimu dan apapun kenangan bersamamu sebab aku sedang sibuk mencari diriku yang sebelum aku mengenalmu, dan yang ku dapat adalah ke hampasn dan tetap ada kamu di sini, disisiku yang siap memberontakki pikiranku agar segera menemuimu dalam satu kata perjumpaan pada rindu yang hilang. Istri orang.

Gie
22 Maret 2019
Pena langit di kopa henca
Sateka poja

INTUISI DI UJUNG PUISI

Foto : Mei
Aku adalah pengakuan
Jiwa ku sunyi dalam keramaian
Tujuan tanpa arah
Hilang muara kemana tertuju

Langit tak mampu memapah
Bumi tak mampu menerka
Hati kian merebah pada pembaringan tanpa berani
Ah kecut sekali
Ketakutan akan segala kata untuk menguntai
Kata-kata ku buta
Kata-kata ini hanyalah dari pecandu aksara dan pengagum rahasia dari matamu

Matamu indah
Samudera yang tertuang di tiap kedipan netramu adalah penjara suaraku
Gembok kalimatku
Kau menang dalam menjajah segala kemerdekaan hidupku
Kau menang kali ini sayang
Selamat malam
Selamat telah membuat aku terjatuh dalam ribuan kali

Harap
Semoga kau mengurai dan membaca intuisi di ujung puisi
Agar asa tak tercerai dari iming
Untuk mu rindu dan cinta ku

Gie
21 Maret 2019
Pena langit sang penyair trotoar jalanan
Kota Bima kota Tepian air

ASING DI NEGERI ASING

Foto : penulis
Aku menjadi asing di negeri asing
Terasing dalam keterasingan
Siapa yang sedang hadir disini
Hilang akal dalam mencari tujuan untuk hadir

Etalase tertutup rapat dari udara
Pengap bernapas dan sejuk teduh rona para bidadari
Di depan terpancar cahaya kemilau mata pemandu
Obok-obok organisasi pun partai
Kampanye gratis kata seorang lelaki yang tengah meneguk dan menikmati kopi

Sang janda sedang termangu di kursi panas
Berkecamuk pikiran mau kemana aku datang
Para perebut kursi berebutan mickrofon
Hahaha
Wacana apa acara siapa?
Aku dimana

Mencari pencarian dimana kemana
Lagi dan lagi pikiran berjeruji tanpa penjara
Loakan persamaan diri dalam memaki
Pelukan kebencian semakin menjadi
Pikiran siapa disini aku datang untuk siapa?

Babak demi babak nama-nama tersebut satu persatu
Terpanggil orang per seorangan
Kemana siapa entah datang untuk apa?
Bertanya ku tetap pada satu tuju
Siapa?
Apa?
Buyar

Gie
20 Maret 2019
Convention Hall Kobi
Pena langit di Kota Tepian Air

SAMUDERA PENJARA

Foto : ilustrasi Puisi
Akal yang siap sedia menjadi gila
Pikiran yang telah lama ingin hilang
Ingin kau jauh selepas semua kisah
Agar sakau ku punya candu di tiap batangan dan asap kopi di atas cangkir

Lautan luas mungkin kau ada di sana
Di tempias wajah palu pulau kota Tadulako
Seluas samudra tertafsir dari senyum dalam mimpi yang seakan nyata
Buas bual asa impi mimpi

Samudera penjara
Pulau-pulau pemisah pun perpustakaan kota di kota lain yang kau kunjungi
Tanpa aku
Dimana kini
Siapa aku kau dimana?
Di sana
Seberang pulau
Memenjara aku disini bersama jarak

Aku rindu
Gie
20 Maret 2019
Pena langit di kota tepian air

SELAMAT ULANG TAHUN FATUN

Foto : fatun
Teriring sejarah dalam biografi
Hingga mengantar pada hari jadi
Tercapai semua harapan dan mimpi
Semoga terlaksa laksana sang pasutri
Sakinah mawadah warahman di atas altar suci

Rangkaian bahasa tak mampu menggambarkan
Sejuta kado teruntuk tuk di berikan
Namun nilai bukan soal harga patokan
Melainakan doa suci yang mengantar pada keabadian

Semoga tercapai semua mimpi
Semoga terlaksana semua impi
Agar tak tercerai dari iming
Agar tak ada cita yang berpaling
Saling jalin laksa boling
Terjatuh satu semua terguling

Selamat ulang tahun
Semoga bahagia selalu di rahmati Tuhan
Moga panjang umur ya.... Fatun

Gie
20 Maret 2019
Pena langit di kota tepian air

MAPERA NUSANTARA BERSUARA

Foto : Mapera Nusantara Melawan
Peluru pilu di sudut pulau
Terkungkung teriak menuntut palu
Keadilan pengadilan asasi kelabu
Surut kuasa api membara terpilih kata maju

Aparat keparat berfatwa jerat
Gas air mata dan peluru karet
Jejak sejarah bahasa media termuat
Mula malu mau bertaut-paut
Usah usang dongeng telah luput

Mengaum suara harimau
Hari mau petang usang biru
Mari merebah di jalanan pilu
Kita adalah penegak suara hati, usah malu

Represif di ujung timur nusantara
Menuntut peluru siapa yang menanggung penjara
Copot jabatan lumrah adanya
Jeruji besi adalah jawaban tuntutan kita bersama
Harus tegak, harus benar, harus ada
Jika tidak kita akan terbuai mimpi dusta
Ternina bobo oleh sistem adikuasa
Sungguh kekalahan yang nyata

Kita adalah srigala bagi penguasa
Siap memburu para mangsa yang coba berkuasa
Jangan coba adu taring siapa yang tajam
Karena kami bisa sangat lebih kejam
Kecam

Mapera nusantara bersuara
Siap mengaum bagai singa
Menelanjangi jalanan dengan suara lantang
Jangan coba berucap hilang
Sebab laki satu hilang kedua terbilang
Saling
Taring
Giling
Menang

Gie
19 Maret 2019
Pena langit di kota tepian air

Descartes & Gie

Aku berpikir maka aku ada (Rene Deskartes)
Aku menulis maka aku ada dan abadi (Gie)

KEGILAAN

Gila adalah ketidakmampuan lawan bicara (pendengar) memahami apa yang di sampaikan oleh si pembicara

RINDU TAK BERPENGHULU

Foto : Ilustrasi Puisi
Bulan sedang termenung
Di ujung cakrawala
Lazuardi menjelma hitam kelam
Dalam siluet pelita maya matamu
Yang menerangi setiap imaji liar

Bulanku bukan bulan-bulanan
Sebab kesepian atas kerontang adalah cibiran pasti
Terbitkan amarah pada jiwa mati
Akidah lenyap dalam api nafsu pembenci jiwa sufistik
Itulah atheysme rasa

Matahari mata hati mata-mata para mata
Tetap pada bulan bualan penantian
Bulan yang mengitari seluruh galaxi tak lagi peduli pada kisah cinta
Sebab indahnya semu selaksa debu yang ia banggakan
Untuk menggoda para pendamba
Selaksa pungguk dalam malam purnama
Ialah rindu yang di abadikan laila majnun
Rindu tak berpenghulu
Dalam dekap penantian
Abadi
Abdi

AIR MATA DI MEDAN JUANG

Foto : para pejuang HAM
Lelah lunglai di tengah hamparan hutan belantara
Harum kasturi tercium semerbak
Hilang dahaga di sapa angin yang menelisik dedaunan
Matahari tenggelam di tengah rimbun rimba semesta

Sesak menyapa memberi isyarat untuk berlalu
Menjauh dari amukan nurani diri yang tak kunjung mau mengerti
Sebilah harap telah tertoreh namun enggan menjumpai wujud dari asa yang terimaji oleh cita
Namun tetap selalu berharap pasa satu

Angin mengusik kulit
Rambut terurai tersapa angin
Sepoi-sepoi kadang bak kencana
Helai demi helai bertebrangan di tempias muka

Ku tunggu tanganmu di setiap kemiskinan yang melanda
Dari kerajaan hingga penjajahan belanda
Dari romusa sampai proklasmasi kemerdekaan indonesia
Kemiskinan ini tetap kerontang dalam jiwa, bersimpah air mata

Air mata darah di medan juang
Tak terlihat di tugu kemerdekaan
Ia terpendam dalam ego kekuasaan
Jiwa-jiwa mati dan tertindas bukan apa-apa

Jiwa muda para pemuda
Semesta telah mengukir kisah
Sejarah telah mencatat semua
Perjuang kawula muda adalah perintis kemerdekaan

GELAGAT SENJA

Foto : ilustrasi puisi
Kutanam bukit di atas pelataran
Di menara hatimu yang kian legam
Julang tertinggi marwah wibawa
Wibawa apa, harta siapa

Gelagat senja sedang bergurau
Merayu semesta untuk tunduk dalam naungan takdir
Tertawa ringkih bau tubuh lapuk lesat di telinga
Kemana berpangku disitu tertuju asa moga tercapai pun tergapai

Menara tinggi dengan suara walet
Kuburan tertata tanpa pagar
Tetangga bising jangan peduli
Sebab sebagian hartaku tertanam di rumah bertingkat

Kuburan tanpa nisan
Nisan hilang terganti lapang-lapangan
Ternak tak terurus salah siapa
Siapa peduli
Toh mereka telah lama mati
Kewibawaan ku adalah punya harta
Kaya harta bukan kayak monyet

Monyet nyengir di tiap acara
Mendengar jeritan renyah para budak tua
Ngeri meresap kedalam ulu hati
Nadi tersumbat darah berceceran
Hilang akal sehat dalam capaian pencapaian

Jati diri bukanlah jati kasi pahu
Lalu hak apa yang mau terluap dalam umpama
Bualan maut jua tak mampu memapah
Sebab kekayaan harta dunia adalah bualan kholbu untuk setiap semesta pikiran nafsu manusia

LABIRIN CINTA TERTINDIS

Foto : ilustrasi puisi
Rindu mengutuk venus
Menjelma intan dalam dahan pinus
Terkutuk tangan saturnus
Terpancar pintalan-pintalan cahaya dalam siklus

Ayu mu makin terlihat mulus
Namun watakmu mengalahkan kalkulus
Tak terpecahkan bak logika rumus
Meski jamak ingin terutara akal bulus
Tak dapat di terka jiwa mu tak mempan oleh ribuan jurus

Matamu laksana virus
Mengungkung ku bagai dalam dandan kukus
Terbuka dalam tirai pembungkus
Sepi melanda jiwa sepi para shopis
Kini menjelma dalam-dalam samudra atlantis

Terkekang dalam panas derajat minus
Hingga raga kian semakin kurus
Karena cinta ini kurasakan benar-benar tulus
Meski rasa cintamu selapis tirus
Padaku yang mendamba jiwamu wahai rengganis

Jiwa ini terlalu terlanjur di pandu miris
Tiap setiap selalu terkikis
Dalam bingkai jingga yang berbisik sinis
Akankah kisah ini selaksa manggis
Tanya sang iblis
Di beranda neraka jan manjan tak menggubris
Labirin cinta tertindis
Persis

KURANG TIDUR TAPI PUNYA BANYAK MIMPI

Foto : Ilustrasi puisi
Malam yang dingin
Aku coba hamburkan diri kecakrawala
Menepis semua bayangan dari dinamika rasa
Ingin lari pergi menjauh namun ini terasa mencekam
Mengutuk
Bahkan mencekik
Semuanya
Ingin ini menjadi mimpi
Ingin ini tak pernah terjadi
Ingin ini tak pernah dilewati
Tapi hanyalah keinginan
Tak sempat terbaca
Telah berlalu
Keyakinan kini pudar dalam-dalam
Lamunan cakrawala
Bayangan dari semua
Semu
Asa hampa
Serpihan luka yang tergores
Kembali
Retorika netra yang tak mampu terbaca
Menerawang pada semiotika yang tertata
Namun dalam bukan sekedar jarak
Waktu adalah penentu bertemu dalam penyatuan
Harap
Mimpi dalam hayal
Mimpi dalam sadar
Kurang tidur tapi punya banyak mimpi

INTUISI SUNYI

Foto : ilustrasi puisi
Selamat pagi
Kau yang telah pergi
Semoga engkau mengenang diri ini
Agar abadi cinta yang ku yakini

Bersama mimpi yang tak pernah kembali
Aku menunggumu bersama literasi
Menuliskan intuisi-intusi sunyi

Prosa dan puisi
Semoga menjadi
Semoga terjadi
Semoga bersatu pada satu ikrar janji
Harapan hati

Dalam diam semoga tergapai
Dalam semat semoga di Aamiini
Dalam-dalam bermunajat di hati
Semoga kau terkenang abadi
Selaksa majnun yang pergi berhaji
Mazaji
Imaji

Malala Yousafzai

Foto : malala
Dalam langkah terkulai layu
Jiwa perempuan itu hadir dalam diriku
Merasuk dalam nurani
Hingga menyatu bersatu dalam reinkarnasi

Malala yousafzai
Jiwamu adalah hidupku
Cita-cita mu adalah tujuan hidupku

1 pena
1 buku
1 guru
Adalah alat perjuanganmu

Kau adalah inspirasi hidupku
Kau adalah Motivasi perempuanku
Kau jiwa yang di pelihara oleh dunia
Sebagai luapan kasih pada hak-hak perempuan
Hak asasi manusia yang harus di perjuangkan

2012 tepat di hari engkau kembali ke tanah kelahiran
Jiwaku ikut tertanam disana
Menjamu semua jiwa dengan cinta
Hadirkan intuisi-intuisi cinta dalam jiwa
Bahwa kau adalah jelmaan cinta dalam dunia

Jiwa mu perempuan ku
Kau hadir dalam segala jiwa perjuangan
Dunia adalah cerminan kasihmu
Malala kau adalah pikiran wanita yang di penjara
Yang kemudian kau hantarkan kepada keabadian untuk kenangan
Bahwa perempuan adalah bukan barang murahan
Mereka adalah tameng perjuangan
Mereka perintis kemerdekaan dan perjuangan pun pendidikan
Malala kau jiwa yang hidup
Kau akan selalu hidup
Di jiwa ku pun di jiwa mereka
Yang merindukan kesetaraan juga kemerdekaan dalam keseimbangan
Perjuanganmu abadi

RANGKULMU MENJELMA PEKAT

Foto : ilustrasi puisi
Kau menjelma menjadi harimau cinta
Mencabik-cabik sisa daging empuk rasa yang ku miliki
Hentakkan tulang-tulang kekuatan rangkulan kasih
Retak beribu takdir yang telat

Rindu adalah kata yang selalu ku telan
Lalu mencoba memaksa tuk menuju mu
Jika tak hari ini, Kiamat pasti esok hari
Luka

Kemana ku raih
Rangkulmu menjelma pekat
Alam jingga
Langit biru
Semesta raya
Lazuardi dimana?
Hancur lebur dalam majazi mu

Imaji terkungkung -
Nasi telah menjadi bubur
Kita tiada upaya
Hilang engkau
Hilang rasa
Tiada cinta