INDAHNYA INDAH MU MEMBUNUHKU

Foto : Nurmi Yanti
Merah merona
Di tempat Zulkarnain meneguk air keabadian
Semburat jingga awal kehidupan
Masih dalam satu bulatan bola
Indahnya indah mu
Menyatu dalam lingkaran indah matamu

Memberi sejuta energi untuk tetap hidup
Memaksa semua milik untuk tak berkutik
Karena bersama dengan tatapanmu
Ada yang hilang dalam kekuatan ku
Ada yang pergi dari jiwaku
Karena begitu tajam tatapan itu
Hingga memberi isyarat
Tajam pedang fatih tak mampu menandingi
Pedang Zulkarnain pun jauh

Dalam sorot itu sempat ku baca
Dari aksara yang tak pernah tertulis
Dari suara yang tak pernah berbisik

Untuk hidupku dan juga pikiranmu
Ucapmu

Aku yang hilang
Kehilangan hati yang berpaut
Menjamu luka yang tiap siap menyayat
Atas intrik sunyi yang melanda jiwa
Karena luka yang kau tawar dan yang kau beri
Adalah kesakitan kesaktian cinta sihir matamu
Kau jahat
Kau Bunuh jiwaku ribuan kali
Bukan dengan pedang, Namun dengan cinta dan indah matamu

Kau pembunuh berdarah dingin
Membunuh jiwa dengan ketenangan
Tanpa iba kau hunuskan pedang cinta yang menusuk ulu
Selaksa mengulum bratawali
Kepahitan dan kesakitan hidup
Yang kini menyiksa
Yang kian menyiksa
Sekali lagi menyiksa
Kau jahat lagi-lagi jahat sayang

Bahwa kita adalah pisah yang paling baik

Gie
31 Januari 2019
Pena langit di bumi pai

Bahtera nabi nuh adalah hilangnya atlantis (sebuah ilustrasi dan analogi kritis)

Atlantis
Jika di kaitkan bahwa atlantis yang hilang itu adalah sebuah pulau yang mempunyai banyak gunung berapi dan kapal nabi nuh adalah semuanya terbuat dari jati super asli, dan satu-satunya negara penghasil kayu jati terbaik dan super adalah Indonesia. Maka dapat kita tarik bahwa atlantis itu di indonesia, dan tahun menghilangnya ialah pada jaman nabi Nuh As.

Dan juga tulisan ini dapatlah kita gugurkan tahun hadirnya jati kasi pahu dan awal mula pohon jati sebagaimana mitos atau cerita rakyat Bima. Bahwasannya jati kasipahu adalah awal dari cerita nabi Nuh, dan kemungkinan cerita yang beredar itu adalah benar,  namun hanya tahun dan jamannya saja yang salah, karena sejatinya kebenaran tentang jati ada bahkan pada saat nabi Nuh As.

#NB
Tulisan ini hanyalah sebuah analogi dan ilustrasi sederhana penulis, karena dari 5.000 buku yang telah di terbitkan mengenai atlantis, sejak di tulis dan di ilustrasikan oleh plato dalam karyanya yang berjudul
Adalah tidak ada bukti nyata yang membeberkan dan yang menunjuk di mana tempat dan keberadaan atlantis yang melegenda tersebut. Sampai akhirnya seorang Profesor dari Brazil yang bernama Santoz yang pernah menantang habis-habisan teori evolusinya darwin menujuk indonesia sebagai atlantis yang hilang.
Namun penelitiannya terhambat karena di tahun 2005 beliau meninggal dunia.

Tetapi beliau mewasiatkan sebuah catatan bahwa harus ada penelitian di laut indonesia dalam kedalaman 150-200 meter agar bisa di buktikan secara valid bahwa pernah ada kehidupan sebelumnya di bawah dasar laut. Dan itu adalah teori yang akan bisa menggugurkan kaliman barat atau yunani kuno bahwa awal peradaban dan pengetahuan berawal dari romawi dab yunani kuno.

AKU TAK PAHAM

Foto : penulis sedang bermain biliard (oleh : Dhimaz)
Harapan
Ada
Asa
Di sini
Bersama mimpi
Menuju dirimu
Dalam imajinasi
Ingin ku rangkul dan memelukmu
Meski itu hanya mimpi
Namun harapan ini adalah doa

Dan doa yang ku anggap ialah
Pelukan hangat dari kejauhan
Oleh tangan Tuhan untuk hati
Yang kesepian dan membeku
Karena merindu pada sosok yang tak jua mengerti

Aku tak paham
Hatimu dalam
Sedalam samudra
Pun
Tak terjamah
Hanya mimpi
Adalah jawaban
Dari harapan
Untuk mimpiku
Dirimu
Yang ku sayang

Mimpi
Sungguh indah
Menuju shirat kita mampu
Dalam imaji
Semua terangkum
Namun
Majazi pada mu
Kian menyiksa di tiap waktu

Gie
Salam literasi sasta
29 januari 2019
Pena langit di bumi pai

DUA

Foto : penulis bersama fotografer handal
Oleh : Nurhayati Saifudin
Dua berdua
Di antara satu yang kita punya
Masing-masing saling mengait
Mencari kunci untuk saling membuka
Membuka gembok pun hati
Agar sakit tak terawat pada tiap waktu yang di lewati

Sajak-sajak yang tercipta adalah bukti
Bahwa hatimu adalah tujuan
Tujuan hidup ku adalah kamu
Hilangkan semua jiwa kelakian yang ada pada diri

Atma primordial
Menggugur di saat yakin tertuju pada satu
Untuk dua yang tak bisa di ganggu
Tuan Tuhan pun akan ku khianati
Apalagi setan pembisik pembidik bual
Pasti ku luluh lantakkan dengan prosaku

Karena
Aku yakin suatu saat
Sajak dan aksara ku dapat mengguncang istana
Apalagi hatimu

Percayalah
Yakinku

Gie
Salam literasi sasta
29 januari 2019
Pena langit di bumi pai

GANG DESA KU

Foto : Gang desa ku (oleh : gie)
Daun dedaunan bergoyang mengikuti hembusannya
Yang jatuh tak jua mengutuk waktu
Menerima hakikatnya yang hilang
Di terpa hujan gemuruh
Enggan hilangkan laut kilatan
Dinding megah gedung-gedung kota
Masih sombong memangku waktu
Sementara di sini di bumi kecil
Tercurah menjelma bahtera Nuh
Kubangan
Lorong menuju rumah
Gang Desa Ku

Ah
Almarhum perangkat sistem berjanji
Ia berikrar tanpa materai
Titik-titik pembaharuan adalah prioritas
Bualan kholbu
Sebelum periode
Kami akan datang dengan kerikil bercampur pasir semen
Haha

Mari tertawa
Kita sedang bahagia bukan
Perkara itu sudah ada yang ngatur
Terima saja dengan lapang dada
Tak usalah kalian mau tau urusan kami
Katanya

Ooooo yah
Ayolah....!!!
Mari tertawa
Meski air mata tak terjatuh disini
Tapi nun jauh di dalam sana
Di dalam hati yang tak sempat bersuara
Ia terisak oleh kebohongan dan kebobrokan

Dulu masih ingat
Ingat masa dulu
Hahaha
Kala itu bukan?
Si monyet kecil sedang bersajak
Berandai di ujung malam
Sebab motornya baru saja terjatuh di tengah becek jalan
Gang ku laksana kubangan
Aku terjatuh di dalamnya
Dalam angan
Pun
Dalam becek tanah

Gie
28 Januari 2019
Pena langit di bumi pai

JAYALAH NELAYANKU

Foto : Para Nelayan sedang menyelam
Teringat kala itu
Kala kita sedang tak punya malu untuk berjalan telanjang
Mandi telanjang di bibir pantai
Kadang berenang menuju pulau ular
Bahagia

Kawan-kawan sejawat berubah jadi ayah
Pacarku berubah jadi ibu anaknya
Sedang aku masih sama seperti dulu
Setiap pagi meminum kopi dan menulis sajak untuk desa ku

Hembusan angin musim hujan masih sama
Mengantarkan kita pada satu nostalgia
Keasrian pulau dan keabadian karang
Namun semua hanyalah kenangan

Nelayanku sudah tak lagi memancing
Karena doping siap menghantam samudra karang
Persetan mata kail
Nelayan ku lapar
Bom berdenting-dentang
Ikan ku mati
Karang ku hancur
Jayalah nelayanku


Gie
28 Januari 2019
Pena langit di bumi pai

SATU

Foto : ilustrasi puisi
Setan sedang bersemedi
Di gua tanpa lubang
Lubang tertutup mimpi
Mimpi manis para pembual
Hilang janji di atas meja
Meja bundar tempat rapat para birokrasi
Birokrasi tanpa aqidah pada dosa

Dosa adalah perkara akhirat
Akhirat neraka hanyalah dongeng
Dongeng yang indah sebelum para bayi tertidur
Tertidur dan terlelap di tengah kegentingan
Kegentingan melanda di setiap waktu
Waktu yang tak mau berpihak pada kita
Kita orang miskin jangan ber-ulah

Ber-ulah adalah hak milik orang-orang
Orang-orang miskin siap saja menengadah
Menengadah pada penguasa juga pada yang kuasa
Kuasa hukum tak mampu membela jika tak punya uang

Uang rakyat hanya untuk kampanye politik
Politik apa yang entah bagaimana
Bagaimana kemana apa kenapa
Kenapa hanya tanda tanya tanpa jawab
Jawabnya masih dalam satu goa
Goa si buta tuli di atas mimbar pun di belakang meja

Meja para aktivis
Aktivis birokrasi
Birokrasi amplop
Amplop tebal buat kita
Kita satu goa


Gie
27 Januari 2019
Pena langit di bumi pai


MEREKA

Foto : penulis sedang mendaki
Haha
Kalian
Kucingku
Hilang
Tikusmu
Mati
Hidup dalam pikiranmu
Mereka
Semua
Kau
Kalian
Mati saja


Gie
28 Januari 2019
Pena langit di bumi pai

ADA YANG HARI INI

Foto : inspirasi dan  ilustrasi puisi
Ada yang hari ini melihat tanpa menatap

Ada yang hari ini membaca tanpa meng-eja

Ada yang hari ini seorang seniman tanpa tau mana kerja fiksi dan fiktif

Ada yang hari ini yang meminum kopi tanpa tau menikmatinya

Ada yang hari ini mengetik sebuah naskah tanpa tau apa yang ia tulis

Ada yang hari ini terjerumus dalam kubangan yang di gali oleh dirinya sendiri

Ada yang hari ini berjalan melewati belantara luas namun punya jalan untuk pulang

Ada yang hari ini berjalan di tengah deru kendaraan kota namun tak tau kemana ia harus pulang

Ada yang hari ini

Gie
26 Januari 2019
Pena langit di bumi pai

MOKSA

Foto : penulis
Jika saja rasa takut dan rasa deg-degan dalam jantung ini ialah seperti barang mainan sewaktu kita masih kecil, adalah benar akan ku buang semua mainan itu, agar aku bisa mengungkapkan semua ini. Semua semu, semua rasa yang menyelimuti pikiran dan hati ini.

Ketakutan datang menjadi
Menjelma butir-butir embun di sekujur ini
Hilang rahmat dalam keyakinan
Tuhanku Tuhanmu adalah keyakinan

Maka aku memilih mati agar aku bisa berjumpa dalam perjumpaan

Aku telah lama ingin mati
Bahkan sebelum oleh tuhan
Aku ingin hilang dari ada
Semoga lekas izrail datang memeluk
Di atas awan putih aku bersemayam
Hingga pintal-pintal cahaya bertebrangan layaknya kunang-kunang.

Moksa jalan para sufistik
Kini bernaung di bawah lentera hati
Berbisik tanpa suara :
Nyawaku adalah ketiadaan
Aku hidup dalam .
Tanpa ruh
Tanpa jasad
Aku hidup dalam kegersangan akidah
Aku hilang

Gie
25 Januari 2019
Pena langit di antero pai

BISU YANG TERBUNGKUS MATI

Foto : Umratun
Bisu yang terbungkus mati
Bagai mumi di tengah antartika
Hilang berpaut di makan makam
Tanpa tempat pulang kemana tertuju

Kau hadir dengan kekosongan rasa
Di tangan mu ada neraka dan surga
Di hatimu ada racun
Di jantungmu ada obat
Kau buat buyar lingkaran imaji

Hentak
Sendak
Pelak
Jalak

Banting
Terpelanting tanpa denting
Hilang dalam keling
Tanpa saling
Pulang berpaling

Kekosongan
Nun jauh khayangan
Bidadari berjalan
Tanpa sayap terbang dalam naungan awan
Dalam pikiran
Selam salam ini pelan
Aku pastikan kebahagian
Untuk mu yang berparas menawan

Gie
24 Januari 2019
Pena langit di antero pai

KAU KU

Foto : Nurmi Yanti
Kau yang memukau
Miliku yang telah miliki kau
Hatiku bukan aku
Kau meramu aku menjadi kau
Merubah aku menjadi kita
Kita tak sama dalam satu
Satu dalam satu-satu
Hilang perbedaan

Aku yang tak memiliki
Memukau kau dalam doaku
Hilang aku kauku hilangkan
Sebelum kita bersama hilang dalam semu

Selama semalam
Lilin masih menyala
Lentera di tepi kuburan
Aku menyapu kehangatan malam
Lewat kebekuan yang di-di diriku

Aku kamu kau
Kau ku aku
Aku kita
Kita menyatu dalam aksara liar
Liarku adalah kau
Kau liarku sayang

Gie
23 Januari 2019
Inspirasi malam
Pai di ujung pena

RINDU JAKARTA

Foto : penulis saat berkunjung ke masjid kubah emas (oleh : mazhab depok)
Senja telah hilang dalam naungan awan
Meninggalkan hati yang berlindung di bawah naungan amor
Kesaktian awan teduhkan dusunku
Disana terlahir samudranya nelayan
Disini terpenjara aku dalam bisa
Bius bisu menjadi kelu
Diam dan bisu tak menjadi apa-apa

Jakarta ramai kota kita
Kita punya ibu kota indonesia
Ramai dari rerantaun jiwa pendamba kampung
Hilang akal hilang saat di sapa kabar
Keluarga wakaf hanya tinggal doa

Jakarta ibu kota kesayangan
Kesayangan bagi semua orang
Orang-orang kelaparan dan pengamen jalanan hidu di ibu kotaku
Sungguh rindu ibu kotaku
Rindu jakarta ku

Petani di seberang sedang membajak
Lega hati menghirup udara segar
Damai hati menulis sajak
Sabar petaniku hidup harus tegar

Gadis tani membisu di pematangan
Sapa mata seakan mengajak mulut untuk menyunggik
Kaukah hilang yang selama ini ku cari
Bisik hati yang tak sempat berucap

Kota ku indah
Kotaku malang
Desaku indah
Petaniku malang
Dusunku asri
Nelayanku

Gie
22 Januari 2019
Inspirasi malam
Pai di ujung pena

AKU BERSAMA MATAHARI

Foto : penulis sedang menikmati senja
Aku bersama matahariTenggelam di ujung cakrawala
Memungut loakan-loakan beku
Menggigilkan diri dalam sunyi yang papa

Hampir datang mengiba
Menghampiri sepi di dalam pekatnya siluet yang mulai pudar

Nelangsa hati jangan tak lagi mampu tertanya
Hendak di semayamkan dimana kemana ini

Ku bawa lamunan terbang ke syurga
Melambaikan dalam muskil pikiran manusia
Picik pun tak sanggup menggugah
Tercoreng nama dalam lafaz yang tak ternilai

Berputar mimpi di kaki gunung dua
Dua kita adalah satu
Satu hati dua kali pertemuan
Di ujung senja pekat datang menerjang

Gie
21 Januari 2019
Inspirasi malam
Pai di ujung pena

LEGENDA PULAU ULAR

Foto : penulis sedang berada di pantai tempat pulau ular
Keberpihakan semesta pada sejarah
Hilangkan naskah di dalam terumbu karang
Segala intrik gejolak terlahir dalam persepsi
Hingga klaim naskah tua siapa yang tertua

Dorong-mendorong
Todong-menodong
Hilang akal sehat
Versi adalah siapa yang pertama mencari
Atau siapa yang paling cepat menulis

Pulau ular
Hilang tanpa naskah
Ada tanpa sejarah
Muncul sebuah kejadian
Dimana rimba hutan belantara
Kitab-kitab semesta tak mungkin hilang
Lautan liur adalah sejarah
Semak belukar rentetan peristiwa
Akan abadi dalam dongeng
Hahahaha
Sejarah hilang
Bukti tanpa sketsa
Lahirkan legenda dalam kisah brahma
Dewa-dewa hadir dalam kecamuk pikiran
Pikiran mana yang entah apa

Legenda pulau ular
Adalah sejarah tanpa naskah
Peristiwa tanpa literatur
Perang tanpa sejarah
Hilang hilangkanlah

Gie
20 Januari 2019
Pai di ujung pena

PENDAKIAN

Foto : penulis saat di atas puncak
Ada kulum dalam kalam yang tak di eja
Semburat cahaya di pelataran jingga
Hendak menerkam kebengisan lilin
Sepi tertata tak mampu tertahan

Tertodong belenggu
Di sudut bukit kabut menelan mimpi
Hilang parsi di tubuh persia
Element waktu adalah kunci permusuhan
Perang langit hendak menghunus adzab
Puncak asri jangan pula tersentuh

Puncak ku
Gunung everest bukan pula
Puncak ku adalah kepala ku
Pikiran para pemikir
Aku selalu berlalu lalang di dalamnya
Hingga dalam kata yang tak terucap ia berbisik dalam sunyi
"Dan pendakian yang paling indah ialah menuju sirat lembah menuju puncak dalam naungan belantara"
Akulah hutan rimba
Hutan tanpa suaka dan cagar alam
Ia asri tanpa jaga

Kepala adalah puncak semua puncak
Pendakian tanpa jasad memenuhi cakrawala
Tanpa kekuatan ia memenuhi cakra
Tak mampu di belenggu namun terpenjara
Ia adalah pendakian murni
Tanpa kaki
Tanpa jasad
Pencapaian dalam kalam
Pencapaian alam malam
Pencapaian dapat salam
Pencapaiam yang sangat dalam

Gie
19 Januari 2019
Pai di ujung pena

AKU KEKOSONGAN DI NEGERI DONGENG

Foto : ilustrasi puisi
Gigi ku kawat berduri
Tanpa geraham ia bertaring
Mengunyam daging-daging busuk
Hampir terlepas kembali mengoyak

Dosa tertindas doa terpendam
Mulut tertekan dalam asasi yang menyayat kholbu
Antah berantah hidup dalam bunda pertiwi
Aku kekosongan dalam negeri dongeng

Al-jawi tak mampu memapah
Lahirkan semboyan candu-candu eksplodia
Pembunuh sajak fiksi tertuang
Hendak di pangku kemana bumi sejarah

Ah
Aku mati dalam hak asasi
Terbunuh oleh setiap ungkapan persepsi sejarah
Entah kemana sastra kiriku
Kau ku genggam namun tak mampu ku dogma

Sastra ku hilang
Budayaku mati
Mereka hanya menyandang gelar
Sementara aku menunggu giliran
Mereka mati

Gie
17 Januari 2019
Inspirasi malam
Pai di ujung pena

PADA KATA PULANG

Foto : Penulis sedang berada di atas puncak bukit pulau ular
Aku pulang dari kata pergi
Kembali berpijak di tanah tempat ku lahir
Namun jiwa seakan tak ada disini
Di nirwana mana ia bersemayam
Sebab pulang makna ku adalah kembali

Aku menuju kata siapa
Dimana siapa yang berada di nun jauh
Hendakkah aku memberi tafsir kata
Sementara aqidah tercerai dari sunah
Pada siapa kembali

Aku kembali pada kata pulang
Kembali pada kata pergi
Aku pulang dan pergi dari diriku
Sementara pikiranku tetap pada satu tuju
Tujuh petala langit berikrar tentang cinta
Tempat aku bertemu dan bercumbu dengan cinta

Cintaku adalah diriku
Diriku adalah keyakinanku
Keyakinanku adalah hadirmu
Hadirmu adalah kholbuku

VANESSA ANGEL

Foto : Vanessa Angel
Aku menahan amarah
Aku menahan syahwat
Aku menahan birahi
Aku menahan segala tipu

Aku menerka delapan puluh adalah pecahan rumusan kalkulus
Namun tak sempat ku baca
Vanessa ku malang dalam surga yang di impi
Sungguh kasian kau sayang
Aku ikut menelajangimu saat ini
Memburu semua lekukan tubuhmu
Memburu semua biografimu
Maafkan aku sayang

Angel cantik
Kau bermimpi apa tadi malam?
Adakah kau berpimpi aku menidurimu?
Ataukah kau bermimpi di tiduri penjara
Hingga naas harimu
Hingga delapan puluh gelarmu
Hingga viral nama dan gelarmu

Haram jaddah
Keluar dari mulut sampah
Vanessa angel kini bersumpah
Keakuan pada kesalahan asasi
Asasi jadi asi
Asi siapa?

Rongga nista hilang kesucian
Di bayar mahal para pembual
Hilangkah frasa pada kemakmuran
Tak mungkin ada jika bangsaku mampu

Kau tahu?
Pencuri yang menangis di tepi kubur
Istri pencuri yang menangis di dekat pembaringan suami yang baru saja di gorok masa
Ibu pencuri yang hampir gila di rumah tua karena hidup sendiri di tinggal anaknya yang di bakar hidup-hidup
Adalah sama kawan

Negaraku menawarkan kemakmuran
Kemakmuran yang hanya bualan sebelum tertidur
Bermimpi bertemu syurga
Di neraka
Entah di bumi atau di langit
Keduanya hanyalah dogma sialan
Kekhawatiran tuntutan
Tuntunan terpaksa terucap dari para pecinta filsafat langit
Sedang sebagian dari mereka sedang mencari tahta

Dimana keadilan?
Mungkin bisa kau temukan di syurga nanti
Mari berharap
Vanessa sayang bersabarlah

Untuk kekasihmu biarlah hilang
Milikku adalah kau
Kau akan ku hadiri di tepi mimpi ku
Sebagai bidadari yang ku kagumi
Aku pengagummu
Pengagum keadilan

KUTUKAN SUMBER DAYA NTB

Foto : ilustrasi puisi
Selaksa mengulum bratawali
Kepahitan datang mencerca hinggapi jiwa
Runyamkan hati pada titian rinjani
Membesuk papan hantamkan gejolak rengguti jiwa

Kau tau maksudku bukan?

Ibu pertiwi, maafkan aku
Kali ini aku mengusikmu lagi
Aku tak tau harus mencurahkan pada siapa lagi

Sebab presiden sudah tak bisa lagi melihat dan mendengar jeritan kami
Kami anak negeri dari timur yang kini di timpa bencana.

Ibu Pertiwi inikah kutukan punggungmu
Kutukan Sumber Daya yang kau lahirkan
Hingga negara lebih mementingkan Asing dari pada Bumi Putera

Ibu pertiwi adakah hilang tawamu ketika NTB di guncang malapetaka?
Ataukah kau sibuk mencari elektabilitas buat anak-anakmu yang telah sukses??
Buat anak-anakmu yang mengerti tentang aturan?

Ibu pertiwi harus Kepada siapa lagi aku beradu?

Wahai bung karno
Nyenyakkah tidurmu?
Negara yang kau merdekakan sekarang dilanda bencana
Ia sekarang sedang di hujam nestapa
Namun negara mu enggan memberi wajahnya untuk itu
Itukah yang kau cita-citakan?

Dimana sila-silamu bapak pfoklamatorku?
Dimana keBhinekaan yang kau rilis?
Apakah itu hanya berguna bagi orang-orang barat??
Sementara kami yang kau merdekakakn di timur
Harus mengulum senyum dengan deraian air mata

Pak presiden
Kami telah membuatkan surat terbuka
Kami telah meminta kepada wakil kami yang ada di legislatif
Namun itu hanyalah alugoro
Kami dimatamu hanyalah candala yang dikara

Bangsaku!!!!!!

Semestamu telah lalai mengukir sejarah baru
Ia lupa membuat sebuah naskah untuk bisa dikenang oleh NTB, Bahwa ia pernah menjadi sesuata yang sangat bermakna dalam hidup

Hidup Kami
Hidup lombok
Hidup NTB

Sekali Lagi bapakku
Bapak Presiden
Tolong jadikan Bencana NTB sebagi bencana nasional

TANGISAN ANAK NEGERI DARI TIMUR INDONESIA

Ginanjar Gie

SAKAU CANDU KECUPANMU

Foto : Ilustrasi puisi
Senja menuju pagi
Hilang malam penduduk bumi
Pena langit mengurai mimpi
Terduduk diri di atas gua suci

Kau pergi meninggalkan pagi
Hati disini tersenyum ringkih
Menatap lunglai bayang-bayang yang membuat jiwa melayang
Yang entah kemana lagi ia bertahta sebelum kembali

Kau butuh hati baru
Untuk sekedar membuatku malu
Katamu sebelum berlalu
Sebab Aku berlaku satu khilaf pada khalbu
Untukmu yang sering ku ajak bercumbu

Ah
Masih dalam kenangan
Mengunjungi api di tepi bibirmu
Yang memberi kehangatan saat peluk mendekap dalam kedinginan

Dan aku masih disini bersama sakau candu kecupanmu
Sebab rasa dingin selalu membawa pada keterpurukan
Karena kehangatan kecupanmu selalu membuatku menggigil ketika mengingatnya

Maaf
Lewat kata yang tak terucap
Pada kertas yang tak pernah menyapa
Aku mengurai satu kata tanpa makna
Tak berharap kau kembali
Hanya ingin kau mengerti
Tak ada niat untuk mengkhiati
Aku peduli
Aku sendiri

MULTATULI MEI

Mei
Berhenti dan menyerahlah
Multatuli dalam kata pasrah
Aku bertahun sudah
Aku lelah

Dalam sunyi
Aku menulis nama dalam intuisi puisi
Lahirkan aksara-aksara  dalam jemari
Agar kau paham bagaimana frasa bulan Mei

Harus ada pengakuan
Di trotoar dan di jalanan
Sebelum terlahir sebuah penyesalan
Sebab ribuan hati mati dalam sesalan
Karena diam dalam ungkapan

Bersuaralah

RAUT TANPA WAJAH

Insan tanpa raut datang menghampiri
Menawarkan rindu pada jiwa sepi
Kehampaan hadir menghantui
Bersama hadir yang ber-pamitan untuk pergi

Raut itu bernama asmara
Hadir tawarkan rasa di ujung senja
Sebelum malam datang meng-iba
Setelah terima ia menghilang bersama purnama

Raut tanpa nama menerjang
Raut tanpa wajah terhalang
Raut tanpa suara terlarang
Raut tanpa bisikan melayang
Hilang dalam ilalang

Kota Bima di ujung pena
10 Januari 2019
Gie

CINTA DAN PENYESALAN

Penulis
Siapa yang tak ingat masa SMA, masa di mana kita berproses untuk menemukan jati diri dalam beproses di bangku menengah atas dan masa puber kita untuk saling mengenal satu sama lain antara lawan jenis.

Masa SMA ialah masa yang paling bersejarah bagi kita, dimana kita membuang masa kanak-kanak kita dan menuju kedewasaan berpikir, berbeda dengan dunia kampus yang begitu membosankan.

Demikianlah yang dirasakan oleh seorang anak yang baru naik ke kelas dua SMA ini, dia menjalani hidup berbeda dengan teman sebaya nya, di usianya yang di haruskan untuk belajar dan bermain, dia harus meninggalkan dan membuang masa-masa indah bersama temannya guna untuk bekerja dan menafkahi hidup ibunya dan untuk membayar sekolahnya,

tiap hari sepulang sekolah, ia selalu pergi ke sawah untuk memikul rumput atau jerami untuk dijual pada tetangga yang punya sapi dekat tempat tinggalnya.
ia tinggal di sebuah rumah kosong yang tak di huni oleh yang punya, karena orang yang punya rumah tersebut, sudah tinggal di luar kota.
Lantaran istri pertamanya meninggal, dia pun meninggalkan rumah dan semua kenangan di dalam rumah tersebut dan memilih untuk membangun rumah baru dan juga menikah lagi. orang itu ialah kerabat dekat mendiang ayah nya yang sudah lama meninggal, dia tinggal sendirian di dalam rumah tersebut, Dia tinggalkan ibunda yang sudah tua, guna untuk menimba ilmu di rantauan.

pagi-pagi sekali ia datang ke sekolah hari itu, dan melihat beberapa orang yang memakai seragam putih hitam, satu persatu iya melihat rona wajah yang familiar ia temukan di pagi itu. kemudian ia mencari tau orang-orang tersebut lewat teman-teman satu kelasnya,
ken (nama samaran temannya), itu orang-orang yang di depan kantor kepala sekolah siapa? tanya nya pada salah satu temannya.
oh itu, guru-guru PPL, kenapa? tanya nya balik
gak apa-apa jawabnya.
kamu suka yah ma ibu PPL? kembali ia lontarkan pertanyaan sambil menggerakan bola mata nakalnya.
huss kamu ngawur aja pagi-pagi, mana mungkin mereka-mereka mau sama kita yang masih kecil begini.
kan cinta gak mengenal umur, nabi muhammad saja istrinya berbeda jauh umurnya dengan istrinya siti khadijah. kembali temannya menjawab dan memotivasi dia.

dari motivasi tersebut ia pun membulatkan tekadnya untuk mencintai dalam diam, seorang ibu PPL yang sedari pagi telah menggugah hatinya sejak pandangan pertama.
hari demi hari ia lewati dalam kenestapaan dan memaki dirinya karena ia rasa belum cukup kekuatan untuk mengungkapkan perasan cinta yang menyelimuti tiap detakan nafasnya.

Suatu hari kembali ia menatap sang pujaan hati berlenggak lenggok indah di samping kelasnya, di tatapnya lewat jendela tak berkaca di kelasnya, tubuh sexi, gigi mentimun dan mata malaikat yang melekat dalam diri wanita yang berbeda jauh umur dengannya.

jika hanya dalam mimpi aku bisa bertemu dan bisa hidup dengan dirimu, aku berharap hari ini, aku hanya hidup di alam mimpi hingga ajal menjemputku, karena di alam sadar ini sungguh tak ada sedikitpun kesempatan itu ada, bukan karena aku tau kau tidak mencintaiku, tapi aku tau diri ini, aku tau jarak dalam kehidupan yang memisahkan kita.
ungkapnya dalam teman yang selalu menemani hari-harinya, ia tuangkan semua keluh kesahnya dalam buku catatan hariannya.

Lagi nulis apa brow, tanya teman sekelas nya.
ahh aku aku tidak menulis apa-apa.
dia jawab dengan muka malu dan langsung menutup bukunya, dan memasukkannya di dalam tas.

"tidak ada yang mudah dalam hidup ini, tidak ada yang seperti hayalan yang selalu indah di tiap ending kisah kita.
Hayalan hanyalah tetap akan menjadi ilusi dalam hayalan.
harapan dan hayal mu tak akan terwujud jika hanya kau berpangku tangan di sini, meratapi semua duka mu sendiri tanpa kau ungkapkan pada nya.
hayalan itu tak akan terwujud dengan mudah kecuali dalam hayalan itu sendiri" ucap lagi temannya dengan kata-kata yang begitu bijak.

kemudian dia meninggalkan temannya tanpa sepatah katapun,
iya pergi mengasingkan diri di tempat sepi, dimana ia bisa merenung dan berpikir untuk bisa mendapatkan cintanya.

Terbayang dengan jelas suara motivasi temannya tadi, memaksa pikirannya kembali berimajinasi.

Bagaimana ini bisa tumbuh dengan megahnya
bagaimana ini bisa terjadi, kau datang mengusik tanpa setau setan penjaga hatiku.
kau penjarakan hati ku yang kemarim bebas
kau jajah hidup ku yang kemarin merdeka,
siapakah kau wahai jelita indah yang namanya pun ku tak tau.
apakah ini hukuman untukku karena mencintaimu dalam diam.
Duhai tuhanku
Cukuplah langit berbintang yang menjadi punyamu
cukuplah semua galaxi kau miliki
sementara keindahan dan kecantikannya biarkan menjadi milikku
molek dan imutnya biar terpuaskan hasrat ku tuk memandangnyA
jelita penawar semu ku yang hilang
biarkan ku baca dari pendengaran ku yg tuli
atas sunggik malaikat dalam doa ku
jangan lagi kau turutkan aku
dalam pekatnya mahsyar antartika
putih kosong tak bernuansa
yang terbungkus mesra dengan kebekuan
sementara segala penghuni
merinding dalam penat

aku hendak menulis untukmu
namun
entahlah
doaku

sungguh mukjizat yang paling sempurna, disaat ia mengakhiri tulisannya, tiba-tiba dari belakang terdengar orang yang memanggilnya.
"hy kamu" kata suara itu,
dengan sontak terkaget ia menoleh ke arah suara itu, dengan perasaan kaku dan tak tentu, ia menjawab suara itu,
"iya saya bu" katanya.
Kenapa kamu tidak masuk kelas, teman-teman mu yang lain sudah pada masuk semua" sambung ibu PPL yang selama ini ia impikan.
dengan gagap tertatih iya menjawab pertanyaan yang membuat ia bingung, dengan bahasa apa iya harus menjawabnya, ia pun memilih diam seribu bahasa, di tambah jantungnya yang berdebar kencang karena baru pertama kali melihat dan bertatap muka dengan sosok yang sangat ia cintai.
"Ayo masuk kelas bareng ibu" lanjut ibu itu
iya bu, ta tapi suaranya terpotong-potong, belum selesai ia mengeluarkan kata-katanya, ibu PPL tersebut sudah menarik tangannya dan bergegas bersama masuk kelas.

Di dalam kelas yang memang belum ada guru pembibing yang masuk itu, Ibu PPL mengisinya dengan tahap awal yaitu mengenal kan dirinya lalu mengambil absen, untuk memanggil siswa-siswi guna untuk memperkenalkan dirinya di depan kelas.

SAJAK WAKTU

Foto : penulis bersama pecinta jalanan
Sajak waktu yang tergores dari tangan kasar
Kini membekas di ulu hati para pecinta aksara
Hadirkan imaji dalam tiap bait
Bait-bait suci berikut nista
Tercampur baur dalam alunan cangkir kopi

Cinta adalah air yang mendidih
Molekul-molekul tetap utuh dalam penjara neraka
Menyisakkan buih tanpa dosa
Hilang lenyap di telan waktu

Rindu adalah bunga yang subur di lembah bukit
Hidup dalam kesunyian suara
Merebut cahaya-cahaya di sela jemari pepohonan
Dapatkah hidup tanpa pemancar rindu
Tanya dalam jiwa selalu terbesit
Adakah tanya di dalam tanya
Tanpa jawaban adalah rindu sang laila
Tanpa penghulu namun selalu mengulum

Cinta dan rindu adalah ketiadan jika tanpa jiwa
Sebab penggerak adalah rasa
Rasa frasa pada tiap insan
Percayalah
Cinta dan rindu adalah penghambaan kepada yang di rindui dan yang di cintai

PERGI

Foto : Ilustrasi puisi
Kita pergi dari kata pergi yang menyesakkan
Hilang dari kata hilang yang di tiadakan
Tak tau arah kita beranjak
Hingga suatu Hari kita hilang dalam perjumpaan

Tumpuan puisi tak pernah terbaca di atas meja
Hanya pikiran yang berandai yang mengangani tuk kembali
Hingga kata pergi saling berpautan
Menyatukan hati pada satu kata pertemuan kembali
Tersimpul dalam hati kepergian hanyalah kehilangan sebelum kembali menyatu dan bertemu
Itulah irama kepergian yang di lantunkan puisi saat senja dan sang surya yang menepi di ufuk barat

Perangai perangkat sedang berperang
Pikiran tak tentu adalah muara hilangnya komitmen
Hingga teraksa dalam hati
Aku ingin pergi dan menghilang
Selesai

SYAIR MINUS

Foto : lagi berpikir dan menulis
Menerjang batas
Dengan kopi di dalam gelas
Menyisakan hitam berikut ampas
Dalam hikayat suara hati yang tak terbalas

Hati adalah tempat lepas landas
Bukit tempias tanpa impas
Di menara pissa terpendam cadas
Angkuh jiwa untuk rasa malas
Mengenal hamba tanpa tau balas

Sombong sialan sadis sang gadis
Di ujung malam yang amat manis
Tatapan itu terlihat begitu sadis
Menggoyahkan hatiku yang di pandu miris
Hingga teraksa wujud balqis
Dalam rona jelmaan rengganis

Sialan sang judes
Ia terduduk di depan pintu kos
Mengeram jiwa pada satu kata egois
Mengeram egois pada titik nol celcius
Merawat lupa pada kenangan yang tak pernah mulus
Selaksa saturnus menyapa pinus
Cinta yang selalu punya siklus
Namun tak punya penghulu di ujung syair minus
Luluh lurus
Hatiku mampus

LOLONGAN MALAM BERCERITERA (eka)

Foto : wanita pemberi inspirasi
Lorong waktu yang terangkai
Sakuntala terkulai layu
Bubuhan aksara menyemai di atas pembaringan
Semoga lekas
Semoga membekas

Lolongan malam berceritera
Tentang ruh suci yang tertanam dalam jiwa gadis sunyi
Hendak apa
Kau siapa
Hilang tanya tanpa tanda
Tanpa jawab
Ia lenyap
Hilang
Mati

Sakuntala saku sakura
Keindahan tanpa tanda baca
Berimajinasi di atas cangkiran kopi
Moksa kata terakhir di bibir sebelum penyatuan

Lahir hilang
Silih berganti
Sakuntala datang dalam jelmaan nawan wulan
Menjelma dalam tubuh wanita satu malam
Sungguh hidup adalah perputaran
Ia adalah sakuntala dari sasak

Roda melaju
Waktu berlalu
Suara bersatu
Ucap takbir di ujung senja
Hamparan sajadah tempat kita bersimpuh

Kembali
Ingat
Mengingat
Karena kau adalah satu dalam satu
Satu rindu di hatiku dan dimatamu

PADA SEBUAH KATA PERGI

Foto : ilustrasi penulis
Pada sebuah kata yang telah pergi
Aku ingin mengunjungi di tepi matamu
Di sudut dua puluh tempat bersandar
Tanpa gravitasi ia mendekap
Kehampaan penuh keyakinan

Pada satu kata pergi yang telah menghilang
Mengunjungi lewat mimpi dalam sadar
Hilang ego pada satu harapan
Andai terjaga dalam benak
Kefakiran akan tetap menuju pemujaan
Bagi semua adalah milik yang hilang
Alasan untuk tetap adalah keniscayaan
Karena perkara hati adalah tak mampu tertafsir
Ia dalam dari semua kedalaman

Pada kata dan kalimat yang menghilang
Secara Kolosal dalam ambigu yang amat dahsyat
Pergi di terpa langit mengaum
Sontakan dan teriakkan semua jiwa yang tertidur
Hilang akal sehat dalam memangku dunia
Tercermin mimpi untuk meraih
Hampa ada di dalam kata harap
Pupus segalanya

Aku merindu pada kata pergi
Meniduri kata ingin
Meng-angani kata hilang
Lepas liar dalam-dalam
Aku pulang dengan kehampaan
Aku menyerah

KOTA ADALAH HUTAN RIMBA

Foto : Ilustrasi puisi
Kota adalah hutan rimba
Samudra liar tempat bertumpu para sampah
Semeru tak mampu menepis bah
Gundul-menggunduli terlahir dari rahim keramaian

Tubuh pendosa sedang mencari wadah
Di mana tumpu menitik-kan kumpul
Hingga tercermin kambing dalam belang-belang hitam
Liar tatap menengok siapa yang sedang mengintai

Yang mengintai ikut terintai
Mengintai takut di intai
Intai menjadi siklus saling ketidak percayaan
Hukum lahir dari rasa sadar akan kekhawatiran akan di intai

Sampah dan sumpah tercampur di ujung lidah
Bersilat semahir pendekar kungfu saolin
Lahirkan dogma dalam tatanan kewibawaan serakah
Dosa ku bukan dosamu ucap hati dengan sombong

Sementara di ujung hari
Mereka bercerita tentang kesejahteraan
Tanpa beranjak dari mimpi
Hutan gundul tengah menanti hujan
Musibah siap menanti
Pasti

AKU BUKAN PENULIS

Foto : Penulis
Aku tak ingin belajar bagaimana menulis puisi
Sebab aku tahu bahwa kata titik ku bermakna berhenti

Aku tak ingin mendengar koreksi dari orang lain
Sebab puisiku bukan untuk di koreksi

Aku tak Akan pernah bisa mengulang apa yang aku tulis
Sebab aku bukan orang yang menulisnya
Aku sedang tak berada di sini
Kau tau itu pasti
Aku bukan penulis

Aku hanyalah penikmat aksara-aksara suci
Aku hanyalah penikmat kalimat-kalimat hanpa
Paragraf-paragraf tanpa arti yang memiliki ribuan makna
Itulah aku
Sekali lagi aku ucapkan
Aku bukan penulis

SI BUTA

Foto : Ilustrasi puisi
Siapakah engkau dalam sepi
Kau tak mengerti tentang laju roda
Peradaban hanya pendengaran yang buta
Lihat nun jauh kau mampu terka
Dalam dekap kau hanya mampu meraba

Lelah dalam alunan lagu
Gendang kau taburkan senandung indah
Lalai hati sang gadis tercuri hati
Koar sorak riuh ria dalam mulut yang tersunggik

Roda dua telah berlalu
Dua lembar ungu terselip dalam kresek sebelum pergi
Doa dan dosa menyelimuti hati
Malaikat apa yang di tawarkan Tuhan dalam keindahan alunanNya

Mendengar tanpa melihat
Si buta dengan imajinasi
Memberi warna pada kaleng bekas
Alunan lagu tercetus di mulut tanpa tau dosa

Bentala terpampang luas
Samudera berikrar di pinggir pantai
Semesta memantau dalam diam
Matamu tetap saja tak mampu melihat

Si buta dengan kaleng bekas
Sayang kau tak mampu melihat keindahan puisi
Kau hanya mampu mendengar dari ketidak tahuan
Aksara ini ada pujaan bagi jiwa seni yang bernaung dalam jiwamu
Semoga kau menjadi
Semoga kau sukses sobat
Aku pengagummu

MIMPI PEMIMPIN JANDA

  • Foto penulis
Geram membara di ujung rahang kaku yang papa
Terkulai di ujung janji untuk kemakmuran bersama
Nanah menjelma zam-zam paksa
Terminum dalam bungkusan indah klausa

Bungkam terpendam dalam-dalam
Datang menjelma menjadi kelam
Hilang dalam dangkal para penyelam
Pendaki ulung pun tak mampu menerawang kalam
Paham tak paham peng_akuan salam
Sajadah tempat sahadat terpendam

Jual saja harga diri wanita
Jika seorang janda mampu merubah dunia
Paradigma setan tertanam dalam naluri seorang pria
Hendak di kekang dalam frasa prosa
Namun opini terbaca dunia sedang tak baik-baik saja

Janda muda di ujung timur indonesia
Janda tua sedang memangku burung kakatua
Hendak di bawa kemana para penghuni benua
Hilangkah atlantis pada pemahaman sejarah dunia
Agar energi di kelabui empat sehat lima sempurna
Minum makanan bergizi kata para penjual diri

Negeri sekarat di ujung tombak
Mimpi sang janda ingin menjadi raja
Apalah daya raja telah berburu dalam hutan
Rimba raya kini telah sirna
Raja kita raja hutan
Hutan rimba raja di atas tahta
Jagung dan padi jadi upeti
Pada siapa salah akan di layatkan

Memoar sang ratu
Ingin bersuami namun takut hilang akan tahta
Ingin melacur takut akan kewibawaan
Jual wilayah adalah jalan keluar
Sekalipun itu wilayah yang ada di dada dan di tengah paha

Ah ratuku
Aku pengagummu
Telanjangi saja syahwatmu
Akan ku puaskan liarmu dalam berimajinasi

Gila

Setiap manusia adalah gila bagi manusia lain

ILUSI TAK BERTEPI

Foto : Ilustrasi puisi
Malam tanpa bintang
Desember telah menyapu
Terganti dalam tebalnya awan hitam
Yang siap menitikan syair-syair rindu
Di jalanan dan di di genting atap perpus kota

Alam menjadi dingin
Kebekuan ada pada hati
Bukan saja kulit yang menggigil namun hati yang selalu mengingat hangatnya kecupanmu
Ah
Kau liar kala itu
Kau merayu dalam salam sepi
Hingga kerontang batin terobati jua
Lewat bisikan merdu desahan nafas
Kau memanggilku lagi sayang
Aku tak sanggup
Aku tak kuat
Pertemuan hanya menyisakan bayangan hayal dalam ilusi tak bertepi
Kau memenjaraku dalam kata
Hingga bisu semua pita
Aku gugup dalam kalimat
Kalimatmu meracuniku

Wahai wanita penggoda sepi
Aku masih ingin merinduimu
Beri aku waktu itu
Akan ku perbaiki semuanya
Pasti

BATIN TANPA EMBUN

Hasrat rindu ingin bersua
Di kala senja memisahkan malam dengan siang
Kebisuan itu hadir dalam angan yang memangku asa
Semoga teraksa
Semoga terlaksa
Laksamana jarum jam adalah penentu
Sebab pengembara dari lorong tak mampu terjamah

Ketulusan rasa ingin berjumpa
Dalam pertapaan suci pikiran dalam gelap
Keheningan menggapai sunyi
Raut dan suara terngiang terpampang dalam majazi imaji

Haus
Kerontang
Batin tanpa embun mengandai hujan
Namun muson menerpa barat daya
Hilangkan mendung di pipi para pendama
Hilang
Keikhlasan hati yang dapat menuai
Sebab luka adalah penerimaan
Bukan pada pengingatan ingatan pada nostaligia
Semoga

KEBENARAN HANYA OMONG KOSONG

Foto : Penulis
Pekat yang terpenjara antara dua waktu
Hitam tak selalu gelap
Putih tak selalu terang
Dan cahaya tak selalu berwarna
Ada hal salah dalam kebenaran
Ada kebenaran dalam kesalahan
Sistem tempat bertumpu adalah jalan pikiran

Dalam tanda tak ada riak air
Namun samudera bergelombang besar
Debu terbang tanpa kasat
Hilang di terpa angin di atas dedaunan tertumpu semboyan
Tulang hilang

Tunangan adalah awal
Nikah adalah perjalanan
Sedang kelahiran adalah awal dan akhir dari pencapaian
Semua terangkum dalam kebenaran yang salah

Salah dalam benar lumrah adanya
Benar dalam salah tak muskil bagi hakim
Kuasa penguasa tanpa tanggal janggal
Hilang saja jika tak ngin melihat
Pulau seberang masih kosong
Puncak asta punce masih asri
Hilangkan saja penatnya dalam bubuhan aksara
Nista hati akan hilang
Sesak akan terurai

Aku adalah kesalahan bagi mereka
Mereka adalah kebenaran bagi pengabdi
Namun jiwa liar tak mampu di topang rasa haus
Sebab kebenaran tetap selalu hidup
Abadi dalam kholbu
Nurani tak mampu di tepis nafsu
Hatta Tuhan nya tuan datang menjelma kantong dora
Karena bagi yang lain nobita tetap tolol

Sudahlah
Tak ada kebenaran
Keabsolutan itu milik orang
Orang itu orang lain
Tak ada dalam diri
Diri kita satu
Tak milik jaring hilang
Jaringan semboyan jual diri
Kebenaran hanya omong kosong
Muak

KOTAKU KOTA MATI

Foto : Penulis
Pagiku pergi
Fajar ku hilang
Kabut menyelimuti
Aduhai hari yang malang

Lautku luas nelayan lalai
Bom rakitan siap meledakan karang
Dosa apa untuk generasi
Ikan hilang di telan badai gelombang

Perahu kecil di tepi pantai
Bersandar di bibir kenangan karang
Hempas terseret ombak pergi
Luka sejarah terpaksa terkenang

Para raja sedang sibuk menebar janji
Sang wakil turut jua ikut melelang
Dosa bersama di tanggung panggung partai
Partai di pantai membangun pentas untuk bergoyang

Muslihat akidah cerminan kirani
Di negeri fajar tempat para kalong
Menjelma cakra di tubuh fraksi
Zeus tak lagi mampu menjadi dalang

Kutukan Tuhan?, apalagi!!
Ucap sumpah bagai air mengalir dalam selang
Selang-selang para pencuri
Tertanam di tubuh bumi para inang

Perisai
Tameng para pendomblang
Laskar kubu kuburan peniti
Hilang mukhlis di dalam nurani

Kotaku kota mati
Banyak tercipta para maling
Hanya semesta yang cinta akan puisi
Tertempel di dinding mading